Senin, 14 Agustus 2017

Indonesia Masih Butuh Hampir 70 Ribu Guru SMK

Ilustrasi(pikiran-rakyat.com)

Ilustrasi(pikiran-rakyat.com)

INDONESIA masih kekurangan 69.389 guru produktif dengan keahlian khusus untuk mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pasalnya, program guru keahlian ganda yang digulirkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun ini baru bisa mencetak sebanyak 22.472 guru, sedangkan total kebutuhan sebanyak 91.861 orang. Program tersebut didesain untuk satu tahun dan akan habis pada 31 Desember 2017.

Praktisi pendidikan, Sumarna Surapranata menuturkan, program guru keahlian ganda menjadi salah satu solusi untuk menutupi kekurangan pengajar dengan cepat. Mantan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud ini menegaskan, pemerintah harus melanjutkan program guru keahlian ganda.

“Pemerintah seharusnya memperpanjang program guru keahlian ganda. Bahkan diperluas, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan guru produktif. Tapi juga untuk memenuhi kebutuhan guru mata pelajaran umum yang dikenal dengan program keahlian ganda mayor minor,” ucap Pranata dalam acara ramah tamah dengan media di rumah makan d’SDL, Jakarta, Senin 14 Agustus 2017.

Pranata memelopori program tersebut saat menjabat sebagai Dirjen GTK selama 3 tahun. Pria kelahiran Bandung 58 tahun silam ini pensiun per 8 Agustus 2017. Ia mengatakan, program guru keahlian ganda memungkinkan pengajar mata pelajaran umum seperti bahasa, memiliki kompetensi untuk mengajar di SMK.

“Makanya disebut keahlian ganda. Guru bahasa bisa juga ngajar otomotif setelah lulus program ini,” ujarnya.

Ia berharap, Dirjen GTK yang baru nanti bisa melanjutkan program yang sudah ada dengan dibarengi beragam kebijakan inovatif dan solutif. Menurut dia, permasalahan jumlah pengajar menjadi yang paling mendasar dan laten dalam dunia pendidikan nasional.

“Kedepan program keahlian ganda bukan produktif saja. Tetapi kelas keahlian ganda untuk mata pelajaran. Contohnya, saya lulusan  fisika. Inikan mayornya. Minat saya matematika. Jadi ketika guru mengikuti program ini, ia akan dapat mengajar dua mata pelajaran,”katanya.

Saat ini, Badan Kepegawaian Negara (BKN) masih menghitung jumlah kekurangan pengajar di setiap daerah, terutama untuk penempatan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Pranata menjelaskan, wacana merekrut dengan sistem pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) juga harus dikaji komprehensif. “P3K memang menjadi opsi realistis untuk menutupi kekurangan guru,” ujarnya.

Program Guru Garis Depan

Selain program guru keahlian ganda dan wacana P3K, pemerintah juga sudah menjalankan program Guru Garis Depan (GGD) dengan mencetak 6.296 pengajar. “Masalah krusial pada guru adalah tenaga PNS di tanah air sudah berlebih namun distribusinya tidak merata. Rasio guru di Indonesia termasuk termewah di dunia. Yakni;  1:19 untuk SMK dan 1:14 untuk SMA. Kami berusaha meredistribusi tapi perlu dukungan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala BKN Bima Haria Wibisana menuturkan, sistem P3K akan mendukung upaya redistribusi. Menurut dia, dengan sistem kontrak, guru tak bisa meminta dimutasi karena terikat kontrak kerja.

“Wacana P3K ini karena banyak masalah pengajar kehilangan motivasi ketika sudah PNS. Mereka minta pindah dan tidak ada motivasi mengajar lagi. Supaya tidak terjadi   ada formasi P3K, para pengajar harus mengabdi sesuai perjanjian kerja,” ucapnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar http://ift.tt/2uWrRoe
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Ilustrasi(pikiran-rakyat.com)

Ilustrasi(pikiran-rakyat.com)

INDONESIA masih kekurangan 69.389 guru produktif dengan keahlian khusus untuk mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pasalnya, program guru keahlian ganda yang digulirkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun ini baru bisa mencetak sebanyak 22.472 guru, sedangkan total kebutuhan sebanyak 91.861 orang. Program tersebut didesain untuk satu tahun dan akan habis pada 31 Desember 2017.

Praktisi pendidikan, Sumarna Surapranata menuturkan, program guru keahlian ganda menjadi salah satu solusi untuk menutupi kekurangan pengajar dengan cepat. Mantan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud ini menegaskan, pemerintah harus melanjutkan program guru keahlian ganda.

“Pemerintah seharusnya memperpanjang program guru keahlian ganda. Bahkan diperluas, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan guru produktif. Tapi juga untuk memenuhi kebutuhan guru mata pelajaran umum yang dikenal dengan program keahlian ganda mayor minor,” ucap Pranata dalam acara ramah tamah dengan media di rumah makan d’SDL, Jakarta, Senin 14 Agustus 2017.

Pranata memelopori program tersebut saat menjabat sebagai Dirjen GTK selama 3 tahun. Pria kelahiran Bandung 58 tahun silam ini pensiun per 8 Agustus 2017. Ia mengatakan, program guru keahlian ganda memungkinkan pengajar mata pelajaran umum seperti bahasa, memiliki kompetensi untuk mengajar di SMK.

“Makanya disebut keahlian ganda. Guru bahasa bisa juga ngajar otomotif setelah lulus program ini,” ujarnya.

Ia berharap, Dirjen GTK yang baru nanti bisa melanjutkan program yang sudah ada dengan dibarengi beragam kebijakan inovatif dan solutif. Menurut dia, permasalahan jumlah pengajar menjadi yang paling mendasar dan laten dalam dunia pendidikan nasional.

“Kedepan program keahlian ganda bukan produktif saja. Tetapi kelas keahlian ganda untuk mata pelajaran. Contohnya, saya lulusan  fisika. Inikan mayornya. Minat saya matematika. Jadi ketika guru mengikuti program ini, ia akan dapat mengajar dua mata pelajaran,”katanya.

Saat ini, Badan Kepegawaian Negara (BKN) masih menghitung jumlah kekurangan pengajar di setiap daerah, terutama untuk penempatan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Pranata menjelaskan, wacana merekrut dengan sistem pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) juga harus dikaji komprehensif. “P3K memang menjadi opsi realistis untuk menutupi kekurangan guru,” ujarnya.

Program Guru Garis Depan

Selain program guru keahlian ganda dan wacana P3K, pemerintah juga sudah menjalankan program Guru Garis Depan (GGD) dengan mencetak 6.296 pengajar. “Masalah krusial pada guru adalah tenaga PNS di tanah air sudah berlebih namun distribusinya tidak merata. Rasio guru di Indonesia termasuk termewah di dunia. Yakni;  1:19 untuk SMK dan 1:14 untuk SMA. Kami berusaha meredistribusi tapi perlu dukungan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala BKN Bima Haria Wibisana menuturkan, sistem P3K akan mendukung upaya redistribusi. Menurut dia, dengan sistem kontrak, guru tak bisa meminta dimutasi karena terikat kontrak kerja.

“Wacana P3K ini karena banyak masalah pengajar kehilangan motivasi ketika sudah PNS. Mereka minta pindah dan tidak ada motivasi mengajar lagi. Supaya tidak terjadi   ada formasi P3K, para pengajar harus mengabdi sesuai perjanjian kerja,” ucapnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar http://ift.tt/2uWrRoe
via IFTTT