Rabu, 22 Februari 2017

Biaya Pendidikan tak Gratis, Sekolah Boleh Pungut Sumbangan

Ilustrasi

Ilustrasi

PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat tidak melarang adanya sumbangan pendidikan. Akan tetapi, batas besarannya belum ditentukan sehingga sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan masih menggunakan besaran yang ditetapkan sebelumnya oleh kota/kabupaten.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ahmad Hadadi mengemukakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak menggratiskan biaya pendidikan. Gratis itu diberlakukan hanya untuk siswa miskin. Ia mengatakan, partisipasi masyarakat tetap diperbolehkan.

“Kalau gratis, apa yang digratiskan? Memang ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mampu menutupi standar pelayanan minimal, tetapi untuk menyelenggarakan hal lainnya tetap membutuhkan partisipasi masyarakat,” kata Hadadi, ditemui Selasa, 21 Februari 2017.

Oleh karena itu, Hadadi mengharapkan, pihak sekolah mampu bekerja sama dengan komunitas, alumni, dan pelaku bisnis. Hal itu akan membantu sekolah dalam melaksanakan program-program unggulan.

Selain itu, Hadadi juga melarang sekolah memaksa meminta sumbangan pendidikan dikaitkan dengan kegiatan akademik. Ia akan menindak tegas bila ada sekolah yang berani melarang siswa ujian atau menahan rapor dan ijazah siswa.

Lebih lanjut, Sekretaris Dinas Pendidikan Jawa Barat Firman Adam menyampaikan bahwa saat ini sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan di Jawa Barat masih mengadopsi besaran sumbangan pendidikan dari kota/kabupaten. Ia menyebutkan Disdik Jabar masih mengolah besaran sumbangan yang akan ditetapkan. “Kami masih merancang harga satuan pendidikan di kota/kabupaten,” ujarnya.

Dikatakan Firman, setiap daerah pasti memiliki harga satuan yang berbeda. Pihaknya masih mengumpulkan data indeks yang dibutuhkan disesuaikan dengan pendapatan rata-rata daerah. Sedangkan, yang menjadi koefisien standar adalah Kota Bandung. “Bandung itu misalnya koefisiennya 1. Nanti kota/kabupaten lain akan bisa bertambah atau berkurang dari Bandung,” ucapnya.

Perhitungan koefisien dan harga satuan, kata Firman, akan dihitung dari sejumlah komponen. Komponen itu antara lain investasi, biaya personal, dan biaya operasional. Perhitungan sebelumnya rata-rata biaya pendidikan per siswa per tahun di sekolah menengah atas sebesar Rp 2,3 juta dan sekolah menengah kejuruan Rp 2,5 juta.

Firman menyebutkan peraturan baru tentang sumbangan pendidikan itu akan diberlakukan bersamaan dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017. Sehingga untuk enam bulan ini, masih memakai besaran sebelumnya.

Sementara itu, Koordinator Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) menyayangkan masih adanya siswa yang tidak bisa ikut ujian kompetensi di sekolah menengah kejuruan negeri disebabkan belum melunasi sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan dana sumbangan pendidikan (DSP). Dwi prihatin dengan sekolah yang masih memanfaatkan momentum ujian untuk menagih SPP dan DSP. Menurut dia, Dinas Pendidikan Jawa Barat harus turun ke sekolah-sekolah memantau pelaksanaan ujian.

“Persoalan keuangan tidak boleh dikaitkan dengan kegiatan akademik. Dinas Pendidikan Jawa Barat harus memberi sanksi bila ditemukan kepala sekolah yang membiarkan hal tersebut,” katanya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar http://ift.tt/2lwRc5b
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Ilustrasi

Ilustrasi

PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat tidak melarang adanya sumbangan pendidikan. Akan tetapi, batas besarannya belum ditentukan sehingga sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan masih menggunakan besaran yang ditetapkan sebelumnya oleh kota/kabupaten.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ahmad Hadadi mengemukakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak menggratiskan biaya pendidikan. Gratis itu diberlakukan hanya untuk siswa miskin. Ia mengatakan, partisipasi masyarakat tetap diperbolehkan.

“Kalau gratis, apa yang digratiskan? Memang ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mampu menutupi standar pelayanan minimal, tetapi untuk menyelenggarakan hal lainnya tetap membutuhkan partisipasi masyarakat,” kata Hadadi, ditemui Selasa, 21 Februari 2017.

Oleh karena itu, Hadadi mengharapkan, pihak sekolah mampu bekerja sama dengan komunitas, alumni, dan pelaku bisnis. Hal itu akan membantu sekolah dalam melaksanakan program-program unggulan.

Selain itu, Hadadi juga melarang sekolah memaksa meminta sumbangan pendidikan dikaitkan dengan kegiatan akademik. Ia akan menindak tegas bila ada sekolah yang berani melarang siswa ujian atau menahan rapor dan ijazah siswa.

Lebih lanjut, Sekretaris Dinas Pendidikan Jawa Barat Firman Adam menyampaikan bahwa saat ini sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan di Jawa Barat masih mengadopsi besaran sumbangan pendidikan dari kota/kabupaten. Ia menyebutkan Disdik Jabar masih mengolah besaran sumbangan yang akan ditetapkan. “Kami masih merancang harga satuan pendidikan di kota/kabupaten,” ujarnya.

Dikatakan Firman, setiap daerah pasti memiliki harga satuan yang berbeda. Pihaknya masih mengumpulkan data indeks yang dibutuhkan disesuaikan dengan pendapatan rata-rata daerah. Sedangkan, yang menjadi koefisien standar adalah Kota Bandung. “Bandung itu misalnya koefisiennya 1. Nanti kota/kabupaten lain akan bisa bertambah atau berkurang dari Bandung,” ucapnya.

Perhitungan koefisien dan harga satuan, kata Firman, akan dihitung dari sejumlah komponen. Komponen itu antara lain investasi, biaya personal, dan biaya operasional. Perhitungan sebelumnya rata-rata biaya pendidikan per siswa per tahun di sekolah menengah atas sebesar Rp 2,3 juta dan sekolah menengah kejuruan Rp 2,5 juta.

Firman menyebutkan peraturan baru tentang sumbangan pendidikan itu akan diberlakukan bersamaan dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017. Sehingga untuk enam bulan ini, masih memakai besaran sebelumnya.

Sementara itu, Koordinator Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) menyayangkan masih adanya siswa yang tidak bisa ikut ujian kompetensi di sekolah menengah kejuruan negeri disebabkan belum melunasi sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan dana sumbangan pendidikan (DSP). Dwi prihatin dengan sekolah yang masih memanfaatkan momentum ujian untuk menagih SPP dan DSP. Menurut dia, Dinas Pendidikan Jawa Barat harus turun ke sekolah-sekolah memantau pelaksanaan ujian.

“Persoalan keuangan tidak boleh dikaitkan dengan kegiatan akademik. Dinas Pendidikan Jawa Barat harus memberi sanksi bila ditemukan kepala sekolah yang membiarkan hal tersebut,” katanya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar http://ift.tt/2lwRc5b
via IFTTT