Selasa, 31 Juli 2018

Kemendikbud Berikan Pelatihan PPK Kepada Kepala Sekolah dan Pengawas Pendidikan Khusus

Ilustrasi pelatihan guru

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan pelatihan bimbingan teknis (Bimtek) Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) kepada kepala sekolah dan pengawas sekolah penyelenggara Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK). Bimtek tersebut dilakukan secara bertahap di empat region, yakni Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Jawa Timur.

Bimbingan teknis program PPK yang diberikan kepada kepala sekolah dan pengawas sekolah penyelenggara PKLK adalah untuk yang pertama kalinya diselenggarakan dalam tahun ini.

Bimtek tahap pertama diselenggarakan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 17 s.d. 21 Juli 2018. Tahap kedua diselenggarakan di Makassar, Sulawesi Selatan, tanggal 27 s.d. 30 Juli 2018. Selanjutnya, tahap ketiga akan dilaksanakan di Sumatera Barat, dan ke empat di Jawa Timur.

“Pelatihan program PPK kepada penyelenggara pendidikan khusus tahun ini kita tujukan kepada kepsek dan pengawas sekolah. Pada tahap pertama sudah kami lakukan di Semarang. Sekarang tahap kedua kita lakukan di Makassar,” demikian disampaikan Direktur Pembinaan Tenaga Kependidikan, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbud, Bambang Winarji, pada pembukaan Bimbingan Teknis Program PPK bagi Kepsek dan Pengawas Penyelenggara Pendidikan Khusus, di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (27/07/2018).

Penyelenggara PKLK di Sulawesi Selatan cukup tinggi, nomor tiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pelatihan Program PPK di Sulawesi Selatan diberikan kepada 79 kepala sekolah, dan 11 pengawas sekolah penyelenggara pendidikan khusus. “Dengan pelatihan yang diberikan ini diharapkan para pelaku pendidikan, pengelola pendidikan, khususnya kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat memahami penerapan program PPK dan memberikan teladan kepada para guru dan siswa di sekolah masing-masing,” jelas Bambang.

Usai pelatihan ini, Bambang berharap, kepala sekolah dapat memberikan perubahan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah masing-masing, dengan mengutamakan nilai-nilai keagamaan, kejujuran, toleransi, kedisiplinan, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat dan komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Sementara itu, Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan (PASKA) Kemendikbud, Hendarman, yang turut memberikan pembekalan kepada peserta pelatihan, mengatakan bahwa PPK merupakan salah satu kebijakan strategis Kemendikbud, dan sudah dijalankan secara bertahap di setiap satuan pendidikan. “Kita perlu galakkan supaya kepala sekolah sebagai pemeran utama untuk dapat bersinergi dengan tripusat pendidikan,” tegasnya.

Ia mengakui bahwa pengimplementasian PPK di Satuan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus tidak dapat dilakukan sama dengan sekolah regular lainnya, masih perlu bekerja keras. “Tetapi kita percaya penerapan PPK akan dapat dilaksanakan secara cepat usai dari pelatihan ini. Dalam pelatihan ini Bapak dan Ibu kepala sekolah dapat saling bertukar pikiran praktik baik penerapan PPK, dan melihat penerapan PPK di sekolah yang telah melaksanakannya,” terangnya.

Hendarman berharap para kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat mengambil perannya dalam membuat perubahan di sekolah dengan menumbuhkan semangat penguatan pendidikan karakter. “Bapak dan Ibu dapat mengkombinasikan, memadukan antara kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Dengan bantuan kepala sekolah apabila kita kekurangan nara sumber belajar, maka kita harus dapat mengaktifkan berbagai pihak yang ada di lingkungan, termasuk orang tua dan masyarakat,” jelasnya.

“Mari kita berbagi pengalaman terbaik kita tentang penerapan PPK, karena dengan pengalaman itu kita dapat memperkuat sumber-sumber belajar yang ada di sekolah kita masing-masing,” pesan Hendarman.

Penyelenggaraan pelatihan hari kedua diawali dengan kunjungan ke sekolah yang telah mengimplementasikan program PPK di Yayasan Pembina Pendidikan Luar Biasa SLB B dan C. Pada kunjungan tersebut pada kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat melihat praktik dan berdiskusi dengan para guru di sekolah tersebut.

Ditemui di lokasi sekolah Yayasan Pembina Pendidikan Luar Biasa, salah satu nara sumber pelatihan, Dedy Kustawan, menerangkan terdapat beberapa materi pokok dalam pelatihan, yakni bagaimana implementasi PPK berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat. “Pada pelaksanaannya kita kenalkan terlebih dahulu konsep dasar mengenai PPK itu sendiri dan juga sesuai dengan tugas dan fungsi kepala sekolah dan pengawas itu sendiri,” jelasnya.

Selanjutnya, untuk kepala sekolah ada materi mengenai pengelolaan atau kepemimpinan di sekolah, dan untuk pengawas terdapat materi tentang cara men-supervisi. “PPK ini adalah betul-betul harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga seorang manajer harus mampu menyusun program, kemudian harus bisa melayani pelaksanaan PPK di sekolahnya. Karena ini adalah penerapan PPK di SLB maka ada hal-hal yang perlu dipahami bersama, bagaimana dapat memahami anak dikaitkan dengan PPK,” terang Dedy.

Dedy menambahkan, para kepala sekolah dan pengawas diajak untuk melakukan identifikasi pelaksanaan PPK di sekolahnya dan melakukan assesmen, untuk selanjutnya nanti bagaimana nilai-nilai PPK bisa di integrasikan dalam silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), serta mengimplementasikannya dalam proses belajar mengajar, dan evaluasi. Selain itu juga kepala sekolah dan pengawas diajak untuk melakukan observasi. Kegiaran bimtek ini diakhiri dengan sidang pleno untuk menyampaikan hasil-hasil yang didapat selama pelatihan.

“Usai pelatihan ini diharapkan PPK dapat dilakukan sebaik-baiknya, dengan melibatkan mitra, seperti orang tua, sekolah, dan masyarakat yang betul-betul harus saling mendukung,” pesan Dedy.(kemdikbud.go.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2Kf4AWg
via IFTTT

Ilustrasi pelatihan guru

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan pelatihan bimbingan teknis (Bimtek) Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) kepada kepala sekolah dan pengawas sekolah penyelenggara Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK). Bimtek tersebut dilakukan secara bertahap di empat region, yakni Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Jawa Timur.

Bimbingan teknis program PPK yang diberikan kepada kepala sekolah dan pengawas sekolah penyelenggara PKLK adalah untuk yang pertama kalinya diselenggarakan dalam tahun ini.

Bimtek tahap pertama diselenggarakan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 17 s.d. 21 Juli 2018. Tahap kedua diselenggarakan di Makassar, Sulawesi Selatan, tanggal 27 s.d. 30 Juli 2018. Selanjutnya, tahap ketiga akan dilaksanakan di Sumatera Barat, dan ke empat di Jawa Timur.

“Pelatihan program PPK kepada penyelenggara pendidikan khusus tahun ini kita tujukan kepada kepsek dan pengawas sekolah. Pada tahap pertama sudah kami lakukan di Semarang. Sekarang tahap kedua kita lakukan di Makassar,” demikian disampaikan Direktur Pembinaan Tenaga Kependidikan, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbud, Bambang Winarji, pada pembukaan Bimbingan Teknis Program PPK bagi Kepsek dan Pengawas Penyelenggara Pendidikan Khusus, di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (27/07/2018).

Penyelenggara PKLK di Sulawesi Selatan cukup tinggi, nomor tiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pelatihan Program PPK di Sulawesi Selatan diberikan kepada 79 kepala sekolah, dan 11 pengawas sekolah penyelenggara pendidikan khusus. “Dengan pelatihan yang diberikan ini diharapkan para pelaku pendidikan, pengelola pendidikan, khususnya kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat memahami penerapan program PPK dan memberikan teladan kepada para guru dan siswa di sekolah masing-masing,” jelas Bambang.

Usai pelatihan ini, Bambang berharap, kepala sekolah dapat memberikan perubahan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah masing-masing, dengan mengutamakan nilai-nilai keagamaan, kejujuran, toleransi, kedisiplinan, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat dan komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Sementara itu, Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan (PASKA) Kemendikbud, Hendarman, yang turut memberikan pembekalan kepada peserta pelatihan, mengatakan bahwa PPK merupakan salah satu kebijakan strategis Kemendikbud, dan sudah dijalankan secara bertahap di setiap satuan pendidikan. “Kita perlu galakkan supaya kepala sekolah sebagai pemeran utama untuk dapat bersinergi dengan tripusat pendidikan,” tegasnya.

Ia mengakui bahwa pengimplementasian PPK di Satuan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus tidak dapat dilakukan sama dengan sekolah regular lainnya, masih perlu bekerja keras. “Tetapi kita percaya penerapan PPK akan dapat dilaksanakan secara cepat usai dari pelatihan ini. Dalam pelatihan ini Bapak dan Ibu kepala sekolah dapat saling bertukar pikiran praktik baik penerapan PPK, dan melihat penerapan PPK di sekolah yang telah melaksanakannya,” terangnya.

Hendarman berharap para kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat mengambil perannya dalam membuat perubahan di sekolah dengan menumbuhkan semangat penguatan pendidikan karakter. “Bapak dan Ibu dapat mengkombinasikan, memadukan antara kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Dengan bantuan kepala sekolah apabila kita kekurangan nara sumber belajar, maka kita harus dapat mengaktifkan berbagai pihak yang ada di lingkungan, termasuk orang tua dan masyarakat,” jelasnya.

“Mari kita berbagi pengalaman terbaik kita tentang penerapan PPK, karena dengan pengalaman itu kita dapat memperkuat sumber-sumber belajar yang ada di sekolah kita masing-masing,” pesan Hendarman.

Penyelenggaraan pelatihan hari kedua diawali dengan kunjungan ke sekolah yang telah mengimplementasikan program PPK di Yayasan Pembina Pendidikan Luar Biasa SLB B dan C. Pada kunjungan tersebut pada kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat melihat praktik dan berdiskusi dengan para guru di sekolah tersebut.

Ditemui di lokasi sekolah Yayasan Pembina Pendidikan Luar Biasa, salah satu nara sumber pelatihan, Dedy Kustawan, menerangkan terdapat beberapa materi pokok dalam pelatihan, yakni bagaimana implementasi PPK berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat. “Pada pelaksanaannya kita kenalkan terlebih dahulu konsep dasar mengenai PPK itu sendiri dan juga sesuai dengan tugas dan fungsi kepala sekolah dan pengawas itu sendiri,” jelasnya.

Selanjutnya, untuk kepala sekolah ada materi mengenai pengelolaan atau kepemimpinan di sekolah, dan untuk pengawas terdapat materi tentang cara men-supervisi. “PPK ini adalah betul-betul harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga seorang manajer harus mampu menyusun program, kemudian harus bisa melayani pelaksanaan PPK di sekolahnya. Karena ini adalah penerapan PPK di SLB maka ada hal-hal yang perlu dipahami bersama, bagaimana dapat memahami anak dikaitkan dengan PPK,” terang Dedy.

Dedy menambahkan, para kepala sekolah dan pengawas diajak untuk melakukan identifikasi pelaksanaan PPK di sekolahnya dan melakukan assesmen, untuk selanjutnya nanti bagaimana nilai-nilai PPK bisa di integrasikan dalam silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), serta mengimplementasikannya dalam proses belajar mengajar, dan evaluasi. Selain itu juga kepala sekolah dan pengawas diajak untuk melakukan observasi. Kegiaran bimtek ini diakhiri dengan sidang pleno untuk menyampaikan hasil-hasil yang didapat selama pelatihan.

“Usai pelatihan ini diharapkan PPK dapat dilakukan sebaik-baiknya, dengan melibatkan mitra, seperti orang tua, sekolah, dan masyarakat yang betul-betul harus saling mendukung,” pesan Dedy.(kemdikbud.go.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2Kf4AWg
via IFTTT

Tunjangan Guru Sering Bermasalah, Kemendikbud akan Perbaiki

Ilustrasi (www.lensaindonesia.com)

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan memperbaiki sistem informasi terkait tunjangan guru. Sistem yang baru tersebut diharapkan mampu mempermudah para guru dalam menelusuri jejak proses pencairan tunjangan tersebut.

“Selama ini para guru sering bertanya-tanya, proses pencairan tunjangan mereka sudah sampai tahap apa, macet atau tidak, begitu kan? Nah, nanti setelah kami perbaiki maka guru penerima tunjangan akan lebih mudah menelusuri itu,” kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Supriano kepada Republika.co.id, Selasa (31/7).

Dia mengatakan, meskipun sistem yang ada saat ini sudah berbasis daring. Namun, memang masih banyak kekurangan dan informasi yang disampaikan pun masih terbatas.

Supriano yang baru dilantik menjadi dirjen GTK pada 20 Juli 2018 itu mengaku masih beradaptasi dengan jabatan barunya. Namun, ia mengatakan, rencana perbaikan sistem akan menjadi salah satu fokus utama yang bakal diselesaikan dalam waktu dekat ini.

“Itu (perbaikan sistem) akan jadi salah satu program prioritas. Masalah guru ini kan memang macam-macam di berbagai daerah, jadi akan coba saya runutkan masalah dan dicari solusinya,” kata dia.

Sebelumnya, para guru di kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, masuk katagori pulau terluar di Provinsi Aceh mengancam mogok mengajar jika persoalan tunjangan khusus daerah terpencil yang seharusnya mereka terima tidak terselesaikan.

“Kami akan mogok mengajar jika permasalahan tunjangan khusus daerah terpencil yang menjadi hak kami tidak selesai dan dibayarkan,” kata guru SMA Pulo Aceh, Bismi Aulia, di Banda Aceh, Senin.

Pernyataan tersebut dikemukakan Bismi Aulia saat mendatangi Kantor Ombudsman RI Perwakilan Aceh bersama belasan guru dari Kepulauan Pulo Aceh. Dia menyatakan, kedatangan mereka mengadukan persoalan tunjangan khusus daerah terpencil yang sudah setahun enam bulan lebih tidak mereka terima.

Didampingi sejumlah guru dari Kepulauan Pulo Aceh, dia menjelaskan, tunjangan khusus daerah terpencil mereka terima sejak 2011 hingga 2016. Namun, sejak Januari 2017 hingga kini, tunjangan tersebut tidak lagi diterima.

“Kami tidak tahu mengapa tidak menerima tunjangan khusus daerah terpencil. Semua orang tahu, Pulo Aceh merupakan pulau terluar di Aceh. Sedangkan SK guru terluar juga masih kami pegang,” ujar Bismi.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2v0t8xx
via IFTTT

Ilustrasi (www.lensaindonesia.com)

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan memperbaiki sistem informasi terkait tunjangan guru. Sistem yang baru tersebut diharapkan mampu mempermudah para guru dalam menelusuri jejak proses pencairan tunjangan tersebut.

“Selama ini para guru sering bertanya-tanya, proses pencairan tunjangan mereka sudah sampai tahap apa, macet atau tidak, begitu kan? Nah, nanti setelah kami perbaiki maka guru penerima tunjangan akan lebih mudah menelusuri itu,” kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Supriano kepada Republika.co.id, Selasa (31/7).

Dia mengatakan, meskipun sistem yang ada saat ini sudah berbasis daring. Namun, memang masih banyak kekurangan dan informasi yang disampaikan pun masih terbatas.

Supriano yang baru dilantik menjadi dirjen GTK pada 20 Juli 2018 itu mengaku masih beradaptasi dengan jabatan barunya. Namun, ia mengatakan, rencana perbaikan sistem akan menjadi salah satu fokus utama yang bakal diselesaikan dalam waktu dekat ini.

“Itu (perbaikan sistem) akan jadi salah satu program prioritas. Masalah guru ini kan memang macam-macam di berbagai daerah, jadi akan coba saya runutkan masalah dan dicari solusinya,” kata dia.

Sebelumnya, para guru di kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, masuk katagori pulau terluar di Provinsi Aceh mengancam mogok mengajar jika persoalan tunjangan khusus daerah terpencil yang seharusnya mereka terima tidak terselesaikan.

“Kami akan mogok mengajar jika permasalahan tunjangan khusus daerah terpencil yang menjadi hak kami tidak selesai dan dibayarkan,” kata guru SMA Pulo Aceh, Bismi Aulia, di Banda Aceh, Senin.

Pernyataan tersebut dikemukakan Bismi Aulia saat mendatangi Kantor Ombudsman RI Perwakilan Aceh bersama belasan guru dari Kepulauan Pulo Aceh. Dia menyatakan, kedatangan mereka mengadukan persoalan tunjangan khusus daerah terpencil yang sudah setahun enam bulan lebih tidak mereka terima.

Didampingi sejumlah guru dari Kepulauan Pulo Aceh, dia menjelaskan, tunjangan khusus daerah terpencil mereka terima sejak 2011 hingga 2016. Namun, sejak Januari 2017 hingga kini, tunjangan tersebut tidak lagi diterima.

“Kami tidak tahu mengapa tidak menerima tunjangan khusus daerah terpencil. Semua orang tahu, Pulo Aceh merupakan pulau terluar di Aceh. Sedangkan SK guru terluar juga masih kami pegang,” ujar Bismi.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2v0t8xx
via IFTTT

Milenial Banyak Baca Tetapi Mudah Termakan Hoaks

 

Ilustrasi

TINGKAT  kemelekan kalangan milenial terhadap bacaan memang sudah cukup tinggi dibandingkan sebelumnya. Namun kalangan ini mudah terjerumus informasi yang belum tentu benar.

Asisten Staf Khusus Kepresidenan Bidang Keagamaan Internasional, Pradana Boy mengatakan, hakikat literasi mengalami perubahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Saat ini literasinya lebih instan. Contohnya kita banyak baca melalui media sosial Facebook dan sebagainya. Tapi apa ada jaminan informasi itu benar? Kepada siapa informasi itu diadukan (kebenarannya)? Kita sudah alami pergeseran hakikat literasi,” kata Pegiat Literasi ini di Gazebo Literasi, Dau, Kabupaten Malang.

Boy menyontohkan fenomena literasi instan lainnya saat menganalisis hasil penelitian mahasiswanya. Dia sempat beberapa kali menemukan tugas mahasiswanya yang benar-benar mengkloning penelitian lain. Sang mahasiswa sepertinya tidak melakukan pemeriksaan detail sehingga diketahui olehnya.

“Kalau seperti ini jadinya merusak reputasi orang tersebut karena sudah terbukti memanipulasi informasi,” tambah Boy.

Contoh lain, Boy menyebutkan, bagaimana masyarakat lebih percaya pada literasi instan dibandingkan pendapat para pakar. Situasi ini jelas menyebabkan “matinya kepakaran” seseorang karena masyarakat lebih percaya pada literasi tak selalu benar itu. Menurut Boy, situasi ini pernah ditulis dan dirangkum dalam sebuah buku di Amerika Serikat.

Dengan melihat situasi ini, Boy berpendapat, perlunya digerakkan kembali literasi tradisional. Literasi ini berarti menggunakan informasi terpercaya dalam bentuk fisik seperti buku. Kemudian perlu dihadirkan juga seorang guru atau ahli yang dapat menjadi acuan untuk mengonfirmasi data.

Boy sendiri tidak mempermasalahkan penggunaan sumber data dalam bentuk digital seperti Facebook. Hal yang paling penting, dia melanjutkan, individu tersebut harus bijak menggunakan dan memahaminya.

“Dan mengenai cara bagaimana menggalakkan literasi tradisional, kita bisa gunakan dengan model anak muda biasa seperti ngobrol bareng di suatu tempat,” jelasnya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2KbzkaM
via IFTTT

 

Ilustrasi

TINGKAT  kemelekan kalangan milenial terhadap bacaan memang sudah cukup tinggi dibandingkan sebelumnya. Namun kalangan ini mudah terjerumus informasi yang belum tentu benar.

Asisten Staf Khusus Kepresidenan Bidang Keagamaan Internasional, Pradana Boy mengatakan, hakikat literasi mengalami perubahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Saat ini literasinya lebih instan. Contohnya kita banyak baca melalui media sosial Facebook dan sebagainya. Tapi apa ada jaminan informasi itu benar? Kepada siapa informasi itu diadukan (kebenarannya)? Kita sudah alami pergeseran hakikat literasi,” kata Pegiat Literasi ini di Gazebo Literasi, Dau, Kabupaten Malang.

Boy menyontohkan fenomena literasi instan lainnya saat menganalisis hasil penelitian mahasiswanya. Dia sempat beberapa kali menemukan tugas mahasiswanya yang benar-benar mengkloning penelitian lain. Sang mahasiswa sepertinya tidak melakukan pemeriksaan detail sehingga diketahui olehnya.

“Kalau seperti ini jadinya merusak reputasi orang tersebut karena sudah terbukti memanipulasi informasi,” tambah Boy.

Contoh lain, Boy menyebutkan, bagaimana masyarakat lebih percaya pada literasi instan dibandingkan pendapat para pakar. Situasi ini jelas menyebabkan “matinya kepakaran” seseorang karena masyarakat lebih percaya pada literasi tak selalu benar itu. Menurut Boy, situasi ini pernah ditulis dan dirangkum dalam sebuah buku di Amerika Serikat.

Dengan melihat situasi ini, Boy berpendapat, perlunya digerakkan kembali literasi tradisional. Literasi ini berarti menggunakan informasi terpercaya dalam bentuk fisik seperti buku. Kemudian perlu dihadirkan juga seorang guru atau ahli yang dapat menjadi acuan untuk mengonfirmasi data.

Boy sendiri tidak mempermasalahkan penggunaan sumber data dalam bentuk digital seperti Facebook. Hal yang paling penting, dia melanjutkan, individu tersebut harus bijak menggunakan dan memahaminya.

“Dan mengenai cara bagaimana menggalakkan literasi tradisional, kita bisa gunakan dengan model anak muda biasa seperti ngobrol bareng di suatu tempat,” jelasnya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2KbzkaM
via IFTTT

Senin, 30 Juli 2018

Kemendikbud Terbitkan Modul PPK untuk Kepsek dan PPKLK

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerbitkan modul Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah Pendidikan Luar Biasa. Penerbitan modul tersebut dimaksudkan untuk menjadi panduan bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam menerapkan PPK pada pendidikan khusus dan layanan khusus (PKLK).

“Peran kepala sekolah saat ini sudah diubah, sudah tidak lagi mengajar, tetapi kepala sekolah sebagai manager sekolah. Dengan peran tersebut diharapkan kepala sekolah dapat menjadi teladan dalam penerapan PPK di sekolah,” ungkap Direktur Pembinaan Tenaga Kependidikan, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Bambang Winarji, Senin (30/7).

Dia menerangkan, modul yang diterbitkan pada tahun ini, diimplementasikan secara bertahap dalam pelatihan atau bimbingan teknis program PPK bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah penyelenggara pendidikan. Khususnya di empat provinsi, yakni Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Jawa Timur.

Menurut dia, modul tersebut berisi 11 pokok pembahasan. Modul 1 membahas mengenai Kebijakan dan Konsep Dasar PPK Pendidikan Khusus; Modul 2 membahas tentang Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Khusus; Modul 3 membahas tentang Memahami Karateristik Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dalam Implementasi PPK Pendidikan Khusus; Modul 4 membahas tentang Pelaksanaan Identifikasi dan Asesmen Kondisi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dalam Implementasi PPK di Satuan Pendidikan Khusus.

Selanjutnya, Modul 5 membahas tentang Penyusunan Silabus bagi PDBK; Modul 6 membahas tentang PPK Berbasis Kelas; Modul 7 membahas tentang Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah; Modul 8 membahas tentang PPK Berbasis Masyarakat; Modul 9 membahas tentang Program Berkebutuhan Khusus bagi PDBK; Modul 10 membahas tentang Supervisi Kepala Sekolah pada Satuan Pendidikan Khusus, dan; Modul 11 membahas tentang Penilaian dan Evaluasi PPK Pendidikan Khusus.

Adapun yang membedakan isi modul, jelas Bambang, terletak pada tugas pokok dan peran kepala sekolah dan pengawas sekolah.

“Bagi kepala sekolah memahami implementasi PPK itu untuk melaksanakan di sekolahnya. Sedangkan bagi pengawas sekolah untuk melakukan pembinaan supervisi, managerial, dan akademik kepala sekolah dan guru,” ungkap Bambang.

Peserta pelatihan Program PPK bagi Kepsek dan Pengawas Sekolah penyelenggara Pendidikan Khusus selain dilatih dengan membahas modul tersebut, mereka juga diajak berkunjung ke sekolah yang telah mengimplementasikan program PPK di Yayasan Pembina Pendidikan Luar Biasa. Sehingga para kepala sekolah dan pengawas dapat melihat praktik terbaik yang telah dilaksanakan dan berdiskusi dengan para guru di sekolah tersebut.(republika.co.id)

 



from Siap Belajar https://ift.tt/2Aqh39W
via IFTTT

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerbitkan modul Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah Pendidikan Luar Biasa. Penerbitan modul tersebut dimaksudkan untuk menjadi panduan bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam menerapkan PPK pada pendidikan khusus dan layanan khusus (PKLK).

“Peran kepala sekolah saat ini sudah diubah, sudah tidak lagi mengajar, tetapi kepala sekolah sebagai manager sekolah. Dengan peran tersebut diharapkan kepala sekolah dapat menjadi teladan dalam penerapan PPK di sekolah,” ungkap Direktur Pembinaan Tenaga Kependidikan, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Bambang Winarji, Senin (30/7).

Dia menerangkan, modul yang diterbitkan pada tahun ini, diimplementasikan secara bertahap dalam pelatihan atau bimbingan teknis program PPK bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah penyelenggara pendidikan. Khususnya di empat provinsi, yakni Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Jawa Timur.

Menurut dia, modul tersebut berisi 11 pokok pembahasan. Modul 1 membahas mengenai Kebijakan dan Konsep Dasar PPK Pendidikan Khusus; Modul 2 membahas tentang Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Khusus; Modul 3 membahas tentang Memahami Karateristik Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dalam Implementasi PPK Pendidikan Khusus; Modul 4 membahas tentang Pelaksanaan Identifikasi dan Asesmen Kondisi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dalam Implementasi PPK di Satuan Pendidikan Khusus.

Selanjutnya, Modul 5 membahas tentang Penyusunan Silabus bagi PDBK; Modul 6 membahas tentang PPK Berbasis Kelas; Modul 7 membahas tentang Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah; Modul 8 membahas tentang PPK Berbasis Masyarakat; Modul 9 membahas tentang Program Berkebutuhan Khusus bagi PDBK; Modul 10 membahas tentang Supervisi Kepala Sekolah pada Satuan Pendidikan Khusus, dan; Modul 11 membahas tentang Penilaian dan Evaluasi PPK Pendidikan Khusus.

Adapun yang membedakan isi modul, jelas Bambang, terletak pada tugas pokok dan peran kepala sekolah dan pengawas sekolah.

“Bagi kepala sekolah memahami implementasi PPK itu untuk melaksanakan di sekolahnya. Sedangkan bagi pengawas sekolah untuk melakukan pembinaan supervisi, managerial, dan akademik kepala sekolah dan guru,” ungkap Bambang.

Peserta pelatihan Program PPK bagi Kepsek dan Pengawas Sekolah penyelenggara Pendidikan Khusus selain dilatih dengan membahas modul tersebut, mereka juga diajak berkunjung ke sekolah yang telah mengimplementasikan program PPK di Yayasan Pembina Pendidikan Luar Biasa. Sehingga para kepala sekolah dan pengawas dapat melihat praktik terbaik yang telah dilaksanakan dan berdiskusi dengan para guru di sekolah tersebut.(republika.co.id)

 



from Siap Belajar https://ift.tt/2Aqh39W
via IFTTT

Minggu, 29 Juli 2018

Ujian Nasional Perbaikan Digelar 28-31 Juli 2018

Ilustrasi

PELAKSANAAN Ujian Nasional Perbaikan (UNP) tahun 2018 akan segera dilaksanakan. Bagi peserta yang telah mendaftarkan diri langsung ke satuan pendidikan, dapat melaksanakan UNP pada 28-31 Juli 2018. Pelaksanaan bertempat di satua pendidikan yang memenuhi kelayakan sebagai tempat ujian yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan Jawa Barat telah menentukan 68 sekolah yang tersebar untuk melaksanakan UNP ini. Diantaranya terdapat 36 SMA/MA dan 32 SMK sekolah pelaksana.

“Ujian Nasional Perbaikan dilaksanakan pada 28-31Juli 2018, sebanyak 68 sekolah akan menjadi pelaksana UNP ini,” ujar Firman saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Jalan Dr. Radjiman No. 6, Pasir Kaliki, Cicendo, Kota Bandung.

Sekertaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Firman Adam mengatakan bahwa di tahun ini, peserta UNP Provinsi Jawa Barat terbanyak di Indonesia. Para peserta di Provinsi Jawa Barat mencapai 12.798 orang, dengan 7.464 siswa SMA/MA, 5.245 siswa SMK, dan 89 siswa Paket C. Total seluruh peserta UNP 2018 sebesar 77.273 peserta. Peserta UNP merupakan peserta Ujian Nasional (UN) tahun pelajaran 2016/2017 dan 2017/2018 satuan tingkat SMA/MA. SMK/MAK, atau Paket C. Prasyarat peserta tersebut adalah memiliki nilai kurang lebih sama dengan 55; memiliki nilai lebih dari 55 dengan ketentuan khusus seperti syarat masuk perguruan tinggi yang mengharuskan nilai lebih dari 55; atau siswa telah terdaftar sebagai peserta ujian, namun belum mengikuti UN pada bulan April 2018 karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah.

“Selamat mengikuti Ujian Nasional Perbaikan. Persiapkan dengan belajar agar hasil dari ujian kali ini menjadi lebih baik lagi,” imbau Firman kepada seluruh peserta UNP tahun 2018.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2Am9Pnd
via IFTTT

Ilustrasi

PELAKSANAAN Ujian Nasional Perbaikan (UNP) tahun 2018 akan segera dilaksanakan. Bagi peserta yang telah mendaftarkan diri langsung ke satuan pendidikan, dapat melaksanakan UNP pada 28-31 Juli 2018. Pelaksanaan bertempat di satua pendidikan yang memenuhi kelayakan sebagai tempat ujian yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan Jawa Barat telah menentukan 68 sekolah yang tersebar untuk melaksanakan UNP ini. Diantaranya terdapat 36 SMA/MA dan 32 SMK sekolah pelaksana.

“Ujian Nasional Perbaikan dilaksanakan pada 28-31Juli 2018, sebanyak 68 sekolah akan menjadi pelaksana UNP ini,” ujar Firman saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Jalan Dr. Radjiman No. 6, Pasir Kaliki, Cicendo, Kota Bandung.

Sekertaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Firman Adam mengatakan bahwa di tahun ini, peserta UNP Provinsi Jawa Barat terbanyak di Indonesia. Para peserta di Provinsi Jawa Barat mencapai 12.798 orang, dengan 7.464 siswa SMA/MA, 5.245 siswa SMK, dan 89 siswa Paket C. Total seluruh peserta UNP 2018 sebesar 77.273 peserta. Peserta UNP merupakan peserta Ujian Nasional (UN) tahun pelajaran 2016/2017 dan 2017/2018 satuan tingkat SMA/MA. SMK/MAK, atau Paket C. Prasyarat peserta tersebut adalah memiliki nilai kurang lebih sama dengan 55; memiliki nilai lebih dari 55 dengan ketentuan khusus seperti syarat masuk perguruan tinggi yang mengharuskan nilai lebih dari 55; atau siswa telah terdaftar sebagai peserta ujian, namun belum mengikuti UN pada bulan April 2018 karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah.

“Selamat mengikuti Ujian Nasional Perbaikan. Persiapkan dengan belajar agar hasil dari ujian kali ini menjadi lebih baik lagi,” imbau Firman kepada seluruh peserta UNP tahun 2018.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2Am9Pnd
via IFTTT

Sabtu, 28 Juli 2018

Kemendikbud Mengapresiasi Masukan Berbagai Pihak untuk Perbaikan Sistem PPDB

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengapresiasi masukan dari berbagai pihak sebagai bahan evaluasi dan perbaikan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB). Salah satu masukan berharga datang dari Ombudsman Republik Indonesia.

Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi, yang hadir dalam acara penyampaian laporan hasil pemantauan Ombudsman terkait PPDB tahun 2018 mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti saran-saran dari Ombudsman. “Beberapa saran tadi saya kira memang akan segera kita tindak lanjuti, terutama hal-hal yang sifatnya aturan ya. Nanti misalnya keterlembatan aturan itu akan kita antisipasi sehingga tahun depan paling tidak kita akan melakukan lebih awal,” kata Didik Suhardi, di kantor Ombudsman Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Terkait saran-saran tentang penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), Didik berjanji akan berkoordinasi dengan instansi terkait. “Tentang beberapa penyimpangan seperti adanya SKTM segala macam kami tentu akan segera koordinasi dengan instansi-instansi terkait sehingga ini paling tidak akan jadi evaluasi juga ke depan, kira-kira kriteria apa yang akan kita gunakan,” tambah Sekretaris Jenderal.

Salah satu masukan dari Ombudsman adalah agar Kemendikbud bekerja sama dengan instansi-instansi yang memiliki kaitan dengan sistem PPDB, seperti Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Sosial (kemensos), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan dinas terkait. “Kementerian Kominfo harusnya dari awal dia memberikan support memastikan infrastuktur (PPDB daring) itu aman. Aplikasi-aplikasinya teregister, juga antisipasi terhadap hacker,” kata anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih.

Alamsyah juga menyarankan agar Kemendagri membuka akses data kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) untuk pengecekan ulang data Kartu Keluarga (KK). Dengan akses data ini, Alamsyah yakin penggunaan SKTM oleh pihak yang tidak berkepentingan bisa diminimalisir. “Akses data dukcapil harus dibuka agar bisa dibatalkan sejak awal apabila ada manipulasi data Kartu Keluarga. Juga akses data keluarga tidak mampu,” ujar Alamsyah.

Alamsyah juga berharap kepala daerah memberikan perhatian serius terhadap pelaksanaan PPDB. Ia juga berharap peraturan yang dikeluarkan daerah benar-benar sesuai dengan Permendikbud PPDB. “Semoga untuk tahun depan peraturan PPDB ini dikeluarkan lebih awal, dan daerah harus mengacu peraturan ini,” tambahnya.(kemdikbud.go.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2LxzkHC
via IFTTT

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengapresiasi masukan dari berbagai pihak sebagai bahan evaluasi dan perbaikan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB). Salah satu masukan berharga datang dari Ombudsman Republik Indonesia.

Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi, yang hadir dalam acara penyampaian laporan hasil pemantauan Ombudsman terkait PPDB tahun 2018 mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti saran-saran dari Ombudsman. “Beberapa saran tadi saya kira memang akan segera kita tindak lanjuti, terutama hal-hal yang sifatnya aturan ya. Nanti misalnya keterlembatan aturan itu akan kita antisipasi sehingga tahun depan paling tidak kita akan melakukan lebih awal,” kata Didik Suhardi, di kantor Ombudsman Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Terkait saran-saran tentang penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), Didik berjanji akan berkoordinasi dengan instansi terkait. “Tentang beberapa penyimpangan seperti adanya SKTM segala macam kami tentu akan segera koordinasi dengan instansi-instansi terkait sehingga ini paling tidak akan jadi evaluasi juga ke depan, kira-kira kriteria apa yang akan kita gunakan,” tambah Sekretaris Jenderal.

Salah satu masukan dari Ombudsman adalah agar Kemendikbud bekerja sama dengan instansi-instansi yang memiliki kaitan dengan sistem PPDB, seperti Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Sosial (kemensos), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan dinas terkait. “Kementerian Kominfo harusnya dari awal dia memberikan support memastikan infrastuktur (PPDB daring) itu aman. Aplikasi-aplikasinya teregister, juga antisipasi terhadap hacker,” kata anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih.

Alamsyah juga menyarankan agar Kemendagri membuka akses data kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) untuk pengecekan ulang data Kartu Keluarga (KK). Dengan akses data ini, Alamsyah yakin penggunaan SKTM oleh pihak yang tidak berkepentingan bisa diminimalisir. “Akses data dukcapil harus dibuka agar bisa dibatalkan sejak awal apabila ada manipulasi data Kartu Keluarga. Juga akses data keluarga tidak mampu,” ujar Alamsyah.

Alamsyah juga berharap kepala daerah memberikan perhatian serius terhadap pelaksanaan PPDB. Ia juga berharap peraturan yang dikeluarkan daerah benar-benar sesuai dengan Permendikbud PPDB. “Semoga untuk tahun depan peraturan PPDB ini dikeluarkan lebih awal, dan daerah harus mengacu peraturan ini,” tambahnya.(kemdikbud.go.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2LxzkHC
via IFTTT

IGI Desak Pemerintah Tuntaskan Persoalan Guru Honorer

Demo guru honorer K2 .( republika.co.id)

IKATAN Guru Indonesia (IGI) meminta pemerintah komitmen untuk menuntaskan persoalan guru honorer Kategori 2 (K2) yang belum lulus tes CPNS. Sehingga pada Desember tahun ini, sesuai target pemerintah, sebanyak 438.590 guru honorer K2 bisa benar-benar mendapat kepastian.

Namun begitu, Ramli mengaku lega setelah DPR RI merampungkan rapat kerja gabungan dengan kementerian pada Senin (23/7) yang juga membahas solusi untuk guru honorer Kategori 2 (K2) se-Indonesia. Setelah pertemuan tersebut, setidaknya ada lima poin penting yang bisa menjadi titik terang permasalahan tersebut.

Pertama, kata Ramli, pemerintah dan DPR sepakat menuntaskan masalah K2 yang jumlahnya mencapai 438.590 orang, paling lambat Desember ini. Kedua, sesuai Undang-udang dan aturan terkait lainnya, ada 13.347 K2 yang segera ikut tes CPNS.

Selanjutnya poin tiga, bagi sisa 425.243 Honorer K2 yang tidak bisa lagi mengikuti tes CPNS, DPR dan Pemerintah menyiapkan sejumlah opsi. Diantaranya pemerintah akan membuka tes PPPK (Pegawai pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

“Dan bagi yang tidak lulus jangan berkecil hati, tetap diberi kesempatan kerja sesuai kebutuhan instansi dan bahkan diberi gaji sesuai UMR,” kata Ramli.

Adapun poin empat yaitu, DPR mendorong pemerintah memvalidasi data K2 secara teliti. Dan yang terakhir DPR mendorong pemerintah memasukkan anggaran penuntasan K2 ini pada Nota Keuangan RAPBN 2019.

Di sisi lain, kata Ramli, pemerintah juga telah memberikan prioritas pada tenaga kependidikan dan kesehatan. Sehingga untuk guru honorer ada 157.210 yang berpeluang mendapatkan manfaat dari kesepakatan ini.

“Ini adalah kabar baik kepada teman-teman honorer K-2 yang selama ini nasibnya terkatung-katung,” jelas dia.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2K2wpkt
via IFTTT

Demo guru honorer K2 .( republika.co.id)

IKATAN Guru Indonesia (IGI) meminta pemerintah komitmen untuk menuntaskan persoalan guru honorer Kategori 2 (K2) yang belum lulus tes CPNS. Sehingga pada Desember tahun ini, sesuai target pemerintah, sebanyak 438.590 guru honorer K2 bisa benar-benar mendapat kepastian.

Namun begitu, Ramli mengaku lega setelah DPR RI merampungkan rapat kerja gabungan dengan kementerian pada Senin (23/7) yang juga membahas solusi untuk guru honorer Kategori 2 (K2) se-Indonesia. Setelah pertemuan tersebut, setidaknya ada lima poin penting yang bisa menjadi titik terang permasalahan tersebut.

Pertama, kata Ramli, pemerintah dan DPR sepakat menuntaskan masalah K2 yang jumlahnya mencapai 438.590 orang, paling lambat Desember ini. Kedua, sesuai Undang-udang dan aturan terkait lainnya, ada 13.347 K2 yang segera ikut tes CPNS.

Selanjutnya poin tiga, bagi sisa 425.243 Honorer K2 yang tidak bisa lagi mengikuti tes CPNS, DPR dan Pemerintah menyiapkan sejumlah opsi. Diantaranya pemerintah akan membuka tes PPPK (Pegawai pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

“Dan bagi yang tidak lulus jangan berkecil hati, tetap diberi kesempatan kerja sesuai kebutuhan instansi dan bahkan diberi gaji sesuai UMR,” kata Ramli.

Adapun poin empat yaitu, DPR mendorong pemerintah memvalidasi data K2 secara teliti. Dan yang terakhir DPR mendorong pemerintah memasukkan anggaran penuntasan K2 ini pada Nota Keuangan RAPBN 2019.

Di sisi lain, kata Ramli, pemerintah juga telah memberikan prioritas pada tenaga kependidikan dan kesehatan. Sehingga untuk guru honorer ada 157.210 yang berpeluang mendapatkan manfaat dari kesepakatan ini.

“Ini adalah kabar baik kepada teman-teman honorer K-2 yang selama ini nasibnya terkatung-katung,” jelas dia.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2K2wpkt
via IFTTT

Jumat, 27 Juli 2018

Kemenristekdikti Godok Skema Baru Seleksi Masuk PTN

Ilustrasi

KEMENTERIAN  Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggian (Kemenristekdikti) sedang menggodok skema baru dalam proses seleksi mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN). Nantinya, seleksi penerimaan mahasiswa baru akan lebih mengedepankan kompetisi akademik.

“Sistem penerimaan itulah yang harus kita perbaiki, agar ada keadilan antara jawa dan luar jawa. Jadi nanti saya akan masukkan tes kemampuan akademik,” kata Menristekdikti Mohammad Nasir di Gedung Kemenristekdikti, Kamis (26/7).

Namun begitu, dia mengatakan, jalur seleksi yang telah ada seperti Seleksi Nasional Masuk PTN (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk PTN dan Ujian Mandiri tidak akan dihapuskan. Hanya saja, dalam semua proses jalur seleksi tersebut ada skema baru terkait kemampuan akademik.

“Di Swedia, Inggris, dan Amerika metode penerimaan mahasiswa baru di sana selama 100 tahun tidak pernah ada masalah. Dan mereka rata-rata bisa diterima di semua universitas. Tapi tergantung kualitasnya,” jelas dia.

Dia pun memastikan, pihaknya tidak akan menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan mahasiswa baru di PTN. Karena dia menilai, penerapan sistem zonasi hanya akan menciptakan daya saing rendah. Padahal, tegas dia, daya saing siswa harus terus ditingkatkan.

“Zonasi itu bagi saya akan menciptakan low competitiveness, daya saing menjadi rendah. Padahal daya saing itu harus kita tingkatkan, supaya terpacu untuk meningkatkan kualitas,” kata Nasir di Gedung Kemenristekdikti, Kamis (26/7).

Nasir mengatakan, untuk meningkatkan daya saing maka sistem penerimaan harus diperbaiki. Karena selama ini, masyarakat selalu beranggapan, jika lulusan dari SMA bagus maka sudah dipastikan lebih mudah masuk ke perguruan tinggi bagus. Sebaliknya, jika SMA-nya kurang bagus, maka dia tidak bisa masuk.

“Sekarang bagaimana menyelesaikan? Saya masukkan tes kemampuan akademik. Jadi potensinya (calon mahasiswa) juga kita lihat,” kata dia.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2OkM81N
via IFTTT

Ilustrasi

KEMENTERIAN  Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggian (Kemenristekdikti) sedang menggodok skema baru dalam proses seleksi mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN). Nantinya, seleksi penerimaan mahasiswa baru akan lebih mengedepankan kompetisi akademik.

“Sistem penerimaan itulah yang harus kita perbaiki, agar ada keadilan antara jawa dan luar jawa. Jadi nanti saya akan masukkan tes kemampuan akademik,” kata Menristekdikti Mohammad Nasir di Gedung Kemenristekdikti, Kamis (26/7).

Namun begitu, dia mengatakan, jalur seleksi yang telah ada seperti Seleksi Nasional Masuk PTN (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk PTN dan Ujian Mandiri tidak akan dihapuskan. Hanya saja, dalam semua proses jalur seleksi tersebut ada skema baru terkait kemampuan akademik.

“Di Swedia, Inggris, dan Amerika metode penerimaan mahasiswa baru di sana selama 100 tahun tidak pernah ada masalah. Dan mereka rata-rata bisa diterima di semua universitas. Tapi tergantung kualitasnya,” jelas dia.

Dia pun memastikan, pihaknya tidak akan menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan mahasiswa baru di PTN. Karena dia menilai, penerapan sistem zonasi hanya akan menciptakan daya saing rendah. Padahal, tegas dia, daya saing siswa harus terus ditingkatkan.

“Zonasi itu bagi saya akan menciptakan low competitiveness, daya saing menjadi rendah. Padahal daya saing itu harus kita tingkatkan, supaya terpacu untuk meningkatkan kualitas,” kata Nasir di Gedung Kemenristekdikti, Kamis (26/7).

Nasir mengatakan, untuk meningkatkan daya saing maka sistem penerimaan harus diperbaiki. Karena selama ini, masyarakat selalu beranggapan, jika lulusan dari SMA bagus maka sudah dipastikan lebih mudah masuk ke perguruan tinggi bagus. Sebaliknya, jika SMA-nya kurang bagus, maka dia tidak bisa masuk.

“Sekarang bagaimana menyelesaikan? Saya masukkan tes kemampuan akademik. Jadi potensinya (calon mahasiswa) juga kita lihat,” kata dia.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2OkM81N
via IFTTT

Minggu, 22 Juli 2018

Mendikbud Minta Guru tak Lagi Beri PR ke Siswa

Ilustrasi

MENTERI  Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, seyogyanya pekerjaan rumah (PR) tidak dibebankan lagi kepada siswa. Saat ini, kata dia, sekolah-sekolah sudah harus mengembangkan cara-cara belajar yang tuntas.

Muhadjir pun menginstruksikan agar guru tidak lagi membebani siswa dengan PR yang terkait mata pelajaran. PR siswa itu misalnya membantu orang tua, disuruh menjenguk temannya, atau hal-hal lain yang bisa membentuk karakter siswa menjadi lebih baik.

“Untuk PR itu seperti yang dianjurkan oleh pak Presiden, yang mana PR nya siswa itu ya membantu orang tua, menjenguk temannya yang sakit, itu termasuk PR,” kata Muhadjir di Gedung A Kemendikbud, Jumat (20/7).

Kendati begitu, jika guru terpaksa memberikan PR maka yang ditugaskan harus sesuai dengan kemampuan anak dan materi yang baru dipelajari. Karena, kata Muhadjir, fungsid dari PR adalah untuk penguatan, pengayaan dan pengulangan materi pelajaran.

“Terutama untuk hal-hal yang sifatnya praktis, itu memang dibutuhkan untuk membuat PR. Tidak cukup dituntaskan di sekolah,” jelas Muhadjir.

Pada ajaran baru 2018/2019 Dinas Pendidikan Kota Blitar, Jawa Timur melarang guru memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada siswa. Alasannya, pengetahuan akademis hanya dilakukan di sekolah sementara di rumah anak perlu belajar tentang pendidikan karakter.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar M Sidik mengatakn, kebijakan tersebut sejatinya sudah berlaku sejak 2017. Semangat yang ingin diberikan agar anak memiliki waktu untuk belajar tentang kecakapan hidup.

Langkah Kadisdik Blitar tersebut, diapresiasi oleh Muhadjir. Dia pun menyarankan agar Kadisdik daerah lain turut memberlakukan hal yang sama. “Itu terserah masing-masing sekolah. Tapi saran saya, supaya sekolah-sekolah mengembangkan cara-cara belajar tuntas,” kata dia.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2OawqGo
via IFTTT

Ilustrasi

MENTERI  Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, seyogyanya pekerjaan rumah (PR) tidak dibebankan lagi kepada siswa. Saat ini, kata dia, sekolah-sekolah sudah harus mengembangkan cara-cara belajar yang tuntas.

Muhadjir pun menginstruksikan agar guru tidak lagi membebani siswa dengan PR yang terkait mata pelajaran. PR siswa itu misalnya membantu orang tua, disuruh menjenguk temannya, atau hal-hal lain yang bisa membentuk karakter siswa menjadi lebih baik.

“Untuk PR itu seperti yang dianjurkan oleh pak Presiden, yang mana PR nya siswa itu ya membantu orang tua, menjenguk temannya yang sakit, itu termasuk PR,” kata Muhadjir di Gedung A Kemendikbud, Jumat (20/7).

Kendati begitu, jika guru terpaksa memberikan PR maka yang ditugaskan harus sesuai dengan kemampuan anak dan materi yang baru dipelajari. Karena, kata Muhadjir, fungsid dari PR adalah untuk penguatan, pengayaan dan pengulangan materi pelajaran.

“Terutama untuk hal-hal yang sifatnya praktis, itu memang dibutuhkan untuk membuat PR. Tidak cukup dituntaskan di sekolah,” jelas Muhadjir.

Pada ajaran baru 2018/2019 Dinas Pendidikan Kota Blitar, Jawa Timur melarang guru memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada siswa. Alasannya, pengetahuan akademis hanya dilakukan di sekolah sementara di rumah anak perlu belajar tentang pendidikan karakter.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar M Sidik mengatakn, kebijakan tersebut sejatinya sudah berlaku sejak 2017. Semangat yang ingin diberikan agar anak memiliki waktu untuk belajar tentang kecakapan hidup.

Langkah Kadisdik Blitar tersebut, diapresiasi oleh Muhadjir. Dia pun menyarankan agar Kadisdik daerah lain turut memberlakukan hal yang sama. “Itu terserah masing-masing sekolah. Tapi saran saya, supaya sekolah-sekolah mengembangkan cara-cara belajar tuntas,” kata dia.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2OawqGo
via IFTTT

KPPA: Dampak Buruk Gawai Harus Dicegah

Ilustrasi (edukasi.kompas.com)

DEPUTI Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan dampak buruk penggunaan gawai di kalangan anak-anak harus dicegah. Meski di sisi lain perangkat itu juga dapat memberikan dampak yang baik.

“Kami sedang membahas kemungkinan regulasi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang penggunaan gawai di satuan pendidikan,” kata Lenny di sela-sela Forum Anak Nasional 2018 di Surabaya, Jumat (20/7).

Mengapa penggunaan gawai di sekolah harus dibatasi? Menurut Lenny, delapan jam atau sepertiga hidup anak berada di sekolah. Karena itu, perlu ada regulasi untuk menyelamatkan sepertiga hidup anak di sekolah dari dampak buruk gawai.

Namun, Lenny mengatakan sepertiga hidup anak juga berada di keluarga. Karena itu, keluarga juga harus berperan mengawasi dan mendampingi anak dalam menggunakan gawai untuk mencegah dampak negatifnya.

“Seringkali, keluarga atau orang tua membiarkan anak menggunakan gawai tanpa pengawasan. Bahkan kadang sengaja memberikan gawai tanpa memikirkan dampak buruknya bila anak sudah ketagihan,” tuturnya.

Lenny mengatakan penggunaan gawai tanpa pengawasan dan pendampingan keluarga bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak. Akses terhadap gawai yang tanpa batas bisa mengabaikan waktu belajar dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

“Kalau sudah ketagihan, anak bisa asyik sendiri dengan gawainya. Karena itu, orang tua juga harus berperan mengawasi anak-anak dalam menggunakan gawai,” katanya.

Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan dampak buruk penggunaan gawai di kalangan anak-anak harus dicegah. Meski di sisi lain perangkat itu juga dapat memberikan dampak yang baik.

“Kami sedang membahas kemungkinan regulasi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang penggunaan gawai di satuan pendidikan,” kata Lenny di sela-sela Forum Anak Nasional 2018 di Surabaya, Jumat (20/7).

Mengapa penggunaan gawai di sekolah harus dibatasi? Menurut Lenny, delapan jam atau sepertiga hidup anak berada di sekolah. Karena itu, perlu ada regulasi untuk menyelamatkan sepertiga hidup anak di sekolah dari dampak buruk gawai.

Namun, Lenny mengatakan sepertiga hidup anak juga berada di keluarga. Karena itu, keluarga juga harus berperan mengawasi dan mendampingi anak dalam menggunakan gawai untuk mencegah dampak negatifnya.

“Seringkali, keluarga atau orang tua membiarkan anak menggunakan gawai tanpa pengawasan. Bahkan kadang sengaja memberikan gawai tanpa memikirkan dampak buruknya bila anak sudah ketagihan,” tuturnya.

Lenny mengatakan penggunaan gawai tanpa pengawasan dan pendampingan keluarga bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak. Akses terhadap gawai yang tanpa batas bisa mengabaikan waktu belajar dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

“Kalau sudah ketagihan, anak bisa asyik sendiri dengan gawainya. Karena itu, orang tua juga harus berperan mengawasi anak-anak dalam menggunakan gawai,” katanya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2A7w3JU
via IFTTT

Ilustrasi (edukasi.kompas.com)

DEPUTI Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan dampak buruk penggunaan gawai di kalangan anak-anak harus dicegah. Meski di sisi lain perangkat itu juga dapat memberikan dampak yang baik.

“Kami sedang membahas kemungkinan regulasi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang penggunaan gawai di satuan pendidikan,” kata Lenny di sela-sela Forum Anak Nasional 2018 di Surabaya, Jumat (20/7).

Mengapa penggunaan gawai di sekolah harus dibatasi? Menurut Lenny, delapan jam atau sepertiga hidup anak berada di sekolah. Karena itu, perlu ada regulasi untuk menyelamatkan sepertiga hidup anak di sekolah dari dampak buruk gawai.

Namun, Lenny mengatakan sepertiga hidup anak juga berada di keluarga. Karena itu, keluarga juga harus berperan mengawasi dan mendampingi anak dalam menggunakan gawai untuk mencegah dampak negatifnya.

“Seringkali, keluarga atau orang tua membiarkan anak menggunakan gawai tanpa pengawasan. Bahkan kadang sengaja memberikan gawai tanpa memikirkan dampak buruknya bila anak sudah ketagihan,” tuturnya.

Lenny mengatakan penggunaan gawai tanpa pengawasan dan pendampingan keluarga bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak. Akses terhadap gawai yang tanpa batas bisa mengabaikan waktu belajar dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

“Kalau sudah ketagihan, anak bisa asyik sendiri dengan gawainya. Karena itu, orang tua juga harus berperan mengawasi anak-anak dalam menggunakan gawai,” katanya.

Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan dampak buruk penggunaan gawai di kalangan anak-anak harus dicegah. Meski di sisi lain perangkat itu juga dapat memberikan dampak yang baik.

“Kami sedang membahas kemungkinan regulasi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang penggunaan gawai di satuan pendidikan,” kata Lenny di sela-sela Forum Anak Nasional 2018 di Surabaya, Jumat (20/7).

Mengapa penggunaan gawai di sekolah harus dibatasi? Menurut Lenny, delapan jam atau sepertiga hidup anak berada di sekolah. Karena itu, perlu ada regulasi untuk menyelamatkan sepertiga hidup anak di sekolah dari dampak buruk gawai.

Namun, Lenny mengatakan sepertiga hidup anak juga berada di keluarga. Karena itu, keluarga juga harus berperan mengawasi dan mendampingi anak dalam menggunakan gawai untuk mencegah dampak negatifnya.

“Seringkali, keluarga atau orang tua membiarkan anak menggunakan gawai tanpa pengawasan. Bahkan kadang sengaja memberikan gawai tanpa memikirkan dampak buruknya bila anak sudah ketagihan,” tuturnya.

Lenny mengatakan penggunaan gawai tanpa pengawasan dan pendampingan keluarga bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak. Akses terhadap gawai yang tanpa batas bisa mengabaikan waktu belajar dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

“Kalau sudah ketagihan, anak bisa asyik sendiri dengan gawainya. Karena itu, orang tua juga harus berperan mengawasi anak-anak dalam menggunakan gawai,” katanya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2A7w3JU
via IFTTT

Dua Juta Lulusan SMA Diperkirakan Masuk Perguruan Tinggi

Ilustrasi (kimochiku.blogspot.com)

MENTERI  Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir memperkirakan lulusan SMA yang melanjutkan ke perguruaan tinggi yaitu 2 sampai 2,2 juta siswa. Angka ini dinilainya menunjukan peningkatan.

“Saya prediksi naik dan diperkirakan diangka 2 sampai 2,2 juta, dari tahun sebelumnya yaitu 1,8 juta,” kata Nasir di Cirebon, Ahad (23/7).

Namun saat ini kata Nasir, data yang baru masuk itu ada 340 ribu lulusan SMA yang sudah terdaftar dan itu juga dari perguruan tinggi negeri. Sedangkan untuk perguruan tinggi swasta, sampai saat ini datanya belum masuk, karena masih membuka pendaftaraan sampai bulan Agustus.

“Data yang kami peroleh di perguruan tinggi negeri  sudah tercapai 340 ribu. Sedangkan untuk swasta masih penerimaan sampai bulan Agustus terakhir jadi belum ada data yang masuk,” tuturnya.

Nasir melanjutkan kenaikan jumlah lulusan SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi, karena saat ini terus berkembang perguruan tinggi, terutama di luar pulau Jawa. “Pertimbangannya karena banyak perguruan tinnggi yang sudah berkembang terutama di luar Jawa saat ini terus berkembang,” ujarnya.

Dengan terus meningkatnya jumlah mahasiswa, Nasir juga akan melakukan perubahan terutama kompetensi lulusan perguruan tinggi, agar bisa bersaing dengan lulusan luar negeri. “Yang saya ubah itu kompetensi, nanti lulusan harus mempunyai kualitas pada bidangnya masing-masing,” katanya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2A3LXVu
via IFTTT

Ilustrasi (kimochiku.blogspot.com)

MENTERI  Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir memperkirakan lulusan SMA yang melanjutkan ke perguruaan tinggi yaitu 2 sampai 2,2 juta siswa. Angka ini dinilainya menunjukan peningkatan.

“Saya prediksi naik dan diperkirakan diangka 2 sampai 2,2 juta, dari tahun sebelumnya yaitu 1,8 juta,” kata Nasir di Cirebon, Ahad (23/7).

Namun saat ini kata Nasir, data yang baru masuk itu ada 340 ribu lulusan SMA yang sudah terdaftar dan itu juga dari perguruan tinggi negeri. Sedangkan untuk perguruan tinggi swasta, sampai saat ini datanya belum masuk, karena masih membuka pendaftaraan sampai bulan Agustus.

“Data yang kami peroleh di perguruan tinggi negeri  sudah tercapai 340 ribu. Sedangkan untuk swasta masih penerimaan sampai bulan Agustus terakhir jadi belum ada data yang masuk,” tuturnya.

Nasir melanjutkan kenaikan jumlah lulusan SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi, karena saat ini terus berkembang perguruan tinggi, terutama di luar pulau Jawa. “Pertimbangannya karena banyak perguruan tinnggi yang sudah berkembang terutama di luar Jawa saat ini terus berkembang,” ujarnya.

Dengan terus meningkatnya jumlah mahasiswa, Nasir juga akan melakukan perubahan terutama kompetensi lulusan perguruan tinggi, agar bisa bersaing dengan lulusan luar negeri. “Yang saya ubah itu kompetensi, nanti lulusan harus mempunyai kualitas pada bidangnya masing-masing,” katanya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2A3LXVu
via IFTTT

Sabtu, 21 Juli 2018

UPI dan Unsyiah Berkolaborasi Optimalkan Pendidikan Saintek

Ilustrasi (news.okezone.com)

SEJAK  berpartisipasi dalam survei international bertajuk Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia ternyata menunjukkan pencapaian yang tidak memuaskan dalam bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Pada tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat ke-63 untuk matematika dan peringkat ke-62 untuk sains dari 70 negara peserta PISA.

Penelitian terakhir yang dilakukan lewat Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia untuk menerapkan dan bernalar dalam sains dan matematika tenryata berada di bawah rata-rata kemampuan siswa dari negara-negara peserta TIMMS lainnya.

Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah pendekatan pembelajaran di Indonesia jarang ditujukan untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis mereka.

Demikian yang terungkap dalam  forum group discussions (FGD) tentang implementasi STEM education dan kolaborasi penelitian FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia(UPI) dan Pusat Studi STEM Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. FGD digelar di Kampus UPI Jalan Setiabudhi, Kota Bandung, Kamis 19 Juli 2018.

Acara itu digelar sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru dalam bidang STEM, baik dari sisi konten maupun pedagogik. Sejumlah dosen dari UPI dan Unsyiah terlibat dalam diskusi tersebut. Hadir pula David T Brookes from California State University.

Sebagai upaya pemantauan, juga dilakukan kegiatan di SMP 8 Muhammadiyah Kota Bandung, Jumat 20 Juli 2018 ini.

Optimalisasi Kurikulum 2013

Dalam diskusi itu terungkap, latar belakang terbitnya Kurikulum 2013 pada tahun 2013 di Indonesia sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk mengedepankan pentingnya pemikiran yang kritis. Selain itu, Kurikulum 2013 mendorong diterapkannya pendekatan ilmiah sebagai dasar dalam metodologi pembelajaran yang terdiri dari 5 langkah, yaitu: obsevasi, tanya jawab, percobaan, rasionalisasi, dan komunikasi. Selain itu, pembelajaran juga dirancang agar menyenangkan bagi siswa (learning is fun).

Pemerintah Indonesia kemudian mengucurkan dana yang besar untuk pelatihan K-13 kepada guru-guru. Namun, Kurikulum 2013 mengalami banyak kendala dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah ketidaksiapan para guru untuk menerapkannya.

Guru-guru di Indonesia belum mempunyai pengetahuan konten pedagogik yang cukup untuk menggabungkan pendekan ilmiah dalam proses pembelajaran. Forum diskusi berkelompok itu bertujuan untuk mendiskusikan STEM Education sebagai salah satu alternatif pembelajaran sains untuk meningkatkan kemampuan abad ke-21.

Hasil dari diskusi itu salah satunya merumuskan rancangan kegiatan kolaborasi penelitian UPI dan Unsyiah dalam mengembangkan STEM Education di Indonesia.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2NutTFG
via IFTTT

Ilustrasi (news.okezone.com)

SEJAK  berpartisipasi dalam survei international bertajuk Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia ternyata menunjukkan pencapaian yang tidak memuaskan dalam bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Pada tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat ke-63 untuk matematika dan peringkat ke-62 untuk sains dari 70 negara peserta PISA.

Penelitian terakhir yang dilakukan lewat Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia untuk menerapkan dan bernalar dalam sains dan matematika tenryata berada di bawah rata-rata kemampuan siswa dari negara-negara peserta TIMMS lainnya.

Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah pendekatan pembelajaran di Indonesia jarang ditujukan untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis mereka.

Demikian yang terungkap dalam  forum group discussions (FGD) tentang implementasi STEM education dan kolaborasi penelitian FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia(UPI) dan Pusat Studi STEM Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. FGD digelar di Kampus UPI Jalan Setiabudhi, Kota Bandung, Kamis 19 Juli 2018.

Acara itu digelar sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru dalam bidang STEM, baik dari sisi konten maupun pedagogik. Sejumlah dosen dari UPI dan Unsyiah terlibat dalam diskusi tersebut. Hadir pula David T Brookes from California State University.

Sebagai upaya pemantauan, juga dilakukan kegiatan di SMP 8 Muhammadiyah Kota Bandung, Jumat 20 Juli 2018 ini.

Optimalisasi Kurikulum 2013

Dalam diskusi itu terungkap, latar belakang terbitnya Kurikulum 2013 pada tahun 2013 di Indonesia sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk mengedepankan pentingnya pemikiran yang kritis. Selain itu, Kurikulum 2013 mendorong diterapkannya pendekatan ilmiah sebagai dasar dalam metodologi pembelajaran yang terdiri dari 5 langkah, yaitu: obsevasi, tanya jawab, percobaan, rasionalisasi, dan komunikasi. Selain itu, pembelajaran juga dirancang agar menyenangkan bagi siswa (learning is fun).

Pemerintah Indonesia kemudian mengucurkan dana yang besar untuk pelatihan K-13 kepada guru-guru. Namun, Kurikulum 2013 mengalami banyak kendala dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah ketidaksiapan para guru untuk menerapkannya.

Guru-guru di Indonesia belum mempunyai pengetahuan konten pedagogik yang cukup untuk menggabungkan pendekan ilmiah dalam proses pembelajaran. Forum diskusi berkelompok itu bertujuan untuk mendiskusikan STEM Education sebagai salah satu alternatif pembelajaran sains untuk meningkatkan kemampuan abad ke-21.

Hasil dari diskusi itu salah satunya merumuskan rancangan kegiatan kolaborasi penelitian UPI dan Unsyiah dalam mengembangkan STEM Education di Indonesia.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2NutTFG
via IFTTT

Mendikbud: Guru PNS Harus Mau Dipindahtugaskan

Ilustrasi : newstolitolilipuku.blogspot.com

MENTERI  Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menegaskan, guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) harus mau dipindahtugaksan atau diredistribusi. Sebab, kata dia, masalah kekurangan dan tidak meratanya guru di daerah akibat mayoritas guru berkumpul di kota-kota besar.

Dia mengatakan, jumlah guru PNS memang jauh lebih sedikit ketimbang jumlah guru honorer. Karena itu, dia menegaskan, upaya meredistribusi guru mesti dilakukan untuk meratakan jumlah guru PNS yang minim tersebut.

“Justru yang sedikit itu akan kita ratakan, karena sudah sedikit tidak merata lagi,” jelas dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad mengatakan, bagu guru yang tidak bersedia dipindahtugaskan tau diredistribsi, Kemendikbud tidak akan mencairkan tunjangan profesi guru (TPG) atua TPG akan ditahan sementara hingga para guru bersedia dirotasi.

Menurut Hamid, untuk permasalahan kekosongan guru, pemerintah pusat telah melaporkan kekosongan guru. Dan saat ini Indonesia membutuhkan 700 guru baru. “Melalui rapat terbatas bersama Wakil Presiden telah diputuskan, akan memenuhi kebutuhan guru selama tujuh tahun. Dengan rencana setiap tahun pemerintah akan mengangkat 100 ribu guru PNS untuk disebarkan ke seluruh Tanah Air sesuai kebutuhan.” Kata dia.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2LD4r0v
via IFTTT

Ilustrasi : newstolitolilipuku.blogspot.com

MENTERI  Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menegaskan, guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) harus mau dipindahtugaksan atau diredistribusi. Sebab, kata dia, masalah kekurangan dan tidak meratanya guru di daerah akibat mayoritas guru berkumpul di kota-kota besar.

Dia mengatakan, jumlah guru PNS memang jauh lebih sedikit ketimbang jumlah guru honorer. Karena itu, dia menegaskan, upaya meredistribusi guru mesti dilakukan untuk meratakan jumlah guru PNS yang minim tersebut.

“Justru yang sedikit itu akan kita ratakan, karena sudah sedikit tidak merata lagi,” jelas dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad mengatakan, bagu guru yang tidak bersedia dipindahtugaskan tau diredistribsi, Kemendikbud tidak akan mencairkan tunjangan profesi guru (TPG) atua TPG akan ditahan sementara hingga para guru bersedia dirotasi.

Menurut Hamid, untuk permasalahan kekosongan guru, pemerintah pusat telah melaporkan kekosongan guru. Dan saat ini Indonesia membutuhkan 700 guru baru. “Melalui rapat terbatas bersama Wakil Presiden telah diputuskan, akan memenuhi kebutuhan guru selama tujuh tahun. Dengan rencana setiap tahun pemerintah akan mengangkat 100 ribu guru PNS untuk disebarkan ke seluruh Tanah Air sesuai kebutuhan.” Kata dia.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2LD4r0v
via IFTTT

Jumat, 20 Juli 2018

Dunia Pendidikan Masuki Budaya Pembelajaran Transformatif

Ana (berdiri) saat menjadi guru kecil, mendampingi kegiatan belajar di kelompoknya.(prioritaspendidikan.org)

THE  10th Dream International Student Summer Program 2018 digelar Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam kesempatan itu, Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal, memaparkan pandangannya tentang perkembangan dunia pendidikan.

Terkait masihkah pendidikan jadi strategi prioritas, diskusi yang ada kerap berpusat kepada bagaimana mengubah mekanisme yang ada. Tapi, belum ditelaah jika sistemnya yang menciptakan masalah.

“Karenanya, para pemimpin politik yang sadar akan generasi masa depan membutuhkan pendidikan lebih baik dalam mempersiapkan diri untuk menciptakan tenaga kerja produktif,” kata Rizal, Jumat (22/7).

Tujuannya, tidak lain demi bersaing di era disruptif, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan bangsa. Menghadirkan kualitas pendidikan memaksa negara-negara melakukan perbandingan.

Sayangnya, anak-anak yang hidup di era melimpahnya informasi akibat revolusi internet, tak mendapat bekal-bekal penting itu di sekolah. Bukan dirangsang, mereka malah dididik belajar untuk sekadar diuji.

“Oleh karena itu, kita memerlukan perubahan paradigma, membawa revolusi kepada pendidikan, bukan cuma reformasi, yaitu tentang mentransformasi jadi bentuk pendidikan yang berbeda,” ujar Rizal.

Ia menekankan, justru itu yang dibutuhkan anak-anak, utamanya di era disruptif ini. Sebab, ini merupakan era yang memiliki perubahan konstan, cepat, dan dengan masa depan yang tidak terduga.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2JFJqAr
via IFTTT

Ana (berdiri) saat menjadi guru kecil, mendampingi kegiatan belajar di kelompoknya.(prioritaspendidikan.org)

THE  10th Dream International Student Summer Program 2018 digelar Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam kesempatan itu, Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal, memaparkan pandangannya tentang perkembangan dunia pendidikan.

Terkait masihkah pendidikan jadi strategi prioritas, diskusi yang ada kerap berpusat kepada bagaimana mengubah mekanisme yang ada. Tapi, belum ditelaah jika sistemnya yang menciptakan masalah.

“Karenanya, para pemimpin politik yang sadar akan generasi masa depan membutuhkan pendidikan lebih baik dalam mempersiapkan diri untuk menciptakan tenaga kerja produktif,” kata Rizal, Jumat (22/7).

Tujuannya, tidak lain demi bersaing di era disruptif, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan bangsa. Menghadirkan kualitas pendidikan memaksa negara-negara melakukan perbandingan.

Sayangnya, anak-anak yang hidup di era melimpahnya informasi akibat revolusi internet, tak mendapat bekal-bekal penting itu di sekolah. Bukan dirangsang, mereka malah dididik belajar untuk sekadar diuji.

“Oleh karena itu, kita memerlukan perubahan paradigma, membawa revolusi kepada pendidikan, bukan cuma reformasi, yaitu tentang mentransformasi jadi bentuk pendidikan yang berbeda,” ujar Rizal.

Ia menekankan, justru itu yang dibutuhkan anak-anak, utamanya di era disruptif ini. Sebab, ini merupakan era yang memiliki perubahan konstan, cepat, dan dengan masa depan yang tidak terduga.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2JFJqAr
via IFTTT

Kemendikbud Tegaskan PPDB Berbasis Zonasi Tak Akan Dihentikan

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan akan memperkuat regulasi yang menjadi payung hukum proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun depan. Kemendikbud juga memastikan, PPDB berbasis zonasi tak akan dihentikan meskipun pada pelaksanaan tahun ini belum berjalan baik. Karut marut PPDB 2018 akan dievaluasi pada akhir Juli ini, setelah mendengarkan penjelasan dari semua dinas pendidikan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendymenjelaskan, beberapa aturan yang akan dipertegas antara lain soal penafsiran jarak. Karut marut PPDB 2018 terjadi karena dinas pendidikan berbeda paham dengan Kemendikbud dalam menafsirkan aturan yang terangkum dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB.

Menurut dia, untuk mengurangi kesalahpahaman tersebut, pada tahun depan akan dipertegas dengan peyung hukum yang lebih kuat. Regulasi yang akan diterbitkan bisa saja revisi dari Permendikbud 14/2018, atau regulasi tambahan yang lebih merinci petunjuk pelaksanaan teknis dan definisi zonasi.

“Ukuran dekat itu bukan berarti dekat-dekatan, yang penting berada di dalam zona itu semua adalah prioritas. Ini kan banyak yang menyalahpahami kemudian sama-sama dekatnya salah satu ada yang tidak diterima karena lebih dekat. Bukan begitu, (PPDB) ini bukan lomba. Selama berada dalam jangkauan zona, berarti dia lah yang mendapatkan prioritas daripada yang di luar zona,” ujar Muhadjir di kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat 20 Juli 2018.

Ia menuturkan, regulasi yang sedang dipersiapkan tersebut juga mengatur jarak antara tempat tinggal dan sekolah melintasi dua wilayah administrasi yang berbeda. Ia meyakini, sistem zonasi akan bermanfaat dan mempercepat akselerasi peningkatan kualitas pendidikan nasional. Pasalnya, dengan zonasi, pemerintah juga akan meredistribusi guru.

”Nanti kita harus perkuat dengan payung hukum yang lebih kuat untuk memperkokoh diberlakukannya sistem zonasi ini ke depan. Zonasi ini berpihak pada siswa dengan ekonomi menengah ke bawah. Tapi zona ini tidak kaku, karena itu saya bilang pendekatannya itu bukan administrasi pemerintahan. Jadi bisa saya melampaui batas-batas pemerintahan yang ada dalam satu zona,”  ucapnya.

Desakan revisi aturan

Desakan untuk merevisi aturan PPDB di antaranya datang dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). FSGI menilai, sistem zonasi masih tak maksimal diterapkan karena aturan yang terangkum dalam Permendikbud Nomor 14/2018 masih lemah. Dengan demikian, jika tak direvisi, tujuan pemerataan akses dan mutu pendidikan secara nasional pada jenjang sekolah dasar dan menengah melalui zonasi akan sulit tercapai.

FSGI mencatat, ada 4 kelemahan dalam Permendikbud tersebut yang berdampak signifikan pada penerapan zonasi. Yakni, tentang biaya pada Pasal 19 ayat 1 dan 3, dan Pasal 16 ayat 1 dan 2 tentang radius atau domisili peserta dengan sekolah. Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo menegaskan, lemahnya aturan membuat PPDB tahun ini tetap menimbulkan masalah seperti tahun lalu.

“(Harus direvisi) agar keterbatasan daya tampung yang ada bisa diterima oleh peserta alih jenjang dengan syarat-syarat tertentu. PPDB yang tujuan utamanya untuk pemerataan dan meminimalisir mobilitas siswa ke sekolah tertentu, banyak menuai masalah. Misalnya muncul PPDB jalur mandiri, seperti yang terjadi di Lampung. Juga jalur SKTM di Jawa Tengah, jalur masyarakat prasejahtera di Jawa Barat, dan lain-lain,” kata Sekjen FSGI Heru Purnomo.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2Lct3AL
via IFTTT

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan akan memperkuat regulasi yang menjadi payung hukum proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun depan. Kemendikbud juga memastikan, PPDB berbasis zonasi tak akan dihentikan meskipun pada pelaksanaan tahun ini belum berjalan baik. Karut marut PPDB 2018 akan dievaluasi pada akhir Juli ini, setelah mendengarkan penjelasan dari semua dinas pendidikan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendymenjelaskan, beberapa aturan yang akan dipertegas antara lain soal penafsiran jarak. Karut marut PPDB 2018 terjadi karena dinas pendidikan berbeda paham dengan Kemendikbud dalam menafsirkan aturan yang terangkum dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB.

Menurut dia, untuk mengurangi kesalahpahaman tersebut, pada tahun depan akan dipertegas dengan peyung hukum yang lebih kuat. Regulasi yang akan diterbitkan bisa saja revisi dari Permendikbud 14/2018, atau regulasi tambahan yang lebih merinci petunjuk pelaksanaan teknis dan definisi zonasi.

“Ukuran dekat itu bukan berarti dekat-dekatan, yang penting berada di dalam zona itu semua adalah prioritas. Ini kan banyak yang menyalahpahami kemudian sama-sama dekatnya salah satu ada yang tidak diterima karena lebih dekat. Bukan begitu, (PPDB) ini bukan lomba. Selama berada dalam jangkauan zona, berarti dia lah yang mendapatkan prioritas daripada yang di luar zona,” ujar Muhadjir di kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat 20 Juli 2018.

Ia menuturkan, regulasi yang sedang dipersiapkan tersebut juga mengatur jarak antara tempat tinggal dan sekolah melintasi dua wilayah administrasi yang berbeda. Ia meyakini, sistem zonasi akan bermanfaat dan mempercepat akselerasi peningkatan kualitas pendidikan nasional. Pasalnya, dengan zonasi, pemerintah juga akan meredistribusi guru.

”Nanti kita harus perkuat dengan payung hukum yang lebih kuat untuk memperkokoh diberlakukannya sistem zonasi ini ke depan. Zonasi ini berpihak pada siswa dengan ekonomi menengah ke bawah. Tapi zona ini tidak kaku, karena itu saya bilang pendekatannya itu bukan administrasi pemerintahan. Jadi bisa saya melampaui batas-batas pemerintahan yang ada dalam satu zona,”  ucapnya.

Desakan revisi aturan

Desakan untuk merevisi aturan PPDB di antaranya datang dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). FSGI menilai, sistem zonasi masih tak maksimal diterapkan karena aturan yang terangkum dalam Permendikbud Nomor 14/2018 masih lemah. Dengan demikian, jika tak direvisi, tujuan pemerataan akses dan mutu pendidikan secara nasional pada jenjang sekolah dasar dan menengah melalui zonasi akan sulit tercapai.

FSGI mencatat, ada 4 kelemahan dalam Permendikbud tersebut yang berdampak signifikan pada penerapan zonasi. Yakni, tentang biaya pada Pasal 19 ayat 1 dan 3, dan Pasal 16 ayat 1 dan 2 tentang radius atau domisili peserta dengan sekolah. Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo menegaskan, lemahnya aturan membuat PPDB tahun ini tetap menimbulkan masalah seperti tahun lalu.

“(Harus direvisi) agar keterbatasan daya tampung yang ada bisa diterima oleh peserta alih jenjang dengan syarat-syarat tertentu. PPDB yang tujuan utamanya untuk pemerataan dan meminimalisir mobilitas siswa ke sekolah tertentu, banyak menuai masalah. Misalnya muncul PPDB jalur mandiri, seperti yang terjadi di Lampung. Juga jalur SKTM di Jawa Tengah, jalur masyarakat prasejahtera di Jawa Barat, dan lain-lain,” kata Sekjen FSGI Heru Purnomo.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2Lct3AL
via IFTTT

Kamis, 19 Juli 2018

Mendikbud: Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Kesenian

TIM kesenian SDN Cimahi Mandiri melakukan geladi resik terakhir di lingkungan sekolah di Jln. Dra. Djulaeha Karmita Kota Cimahi, Senin (15/2/2016).(pikiran-rakyat.com)

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat, hingga saat ini total satuan pendidikan yang mendapat bantuan fasilitas kesenian sebanyak 4.537 sekolah. Pemberian fasilitas sarana kesenian ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi siswa agar dapat mempelajari seni budaya, khususnya kesenian tradisional.

“Kesenian ini maksudnya untuk mengasah estetika, kehalusan budi anak bagian dari penguatan karakter. Ini penting dilaksanakan di jenjang pendidikan dasar,” ujar Mendikbud Muhadjir, Kamis (19/7).

Dia menerangkan, dukungan terhadap pembelajaran seni budaya dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk melestarikan kesenian tradisional dan perlindungan terhadap kekayaan budaya bangsa. Penumbuhan kecintaan pada kesenian tradisional Indonesia diyakini mampu mendukung terhadap ekspresi seni siswa agar sejalan dengan penguatan pendidikan karakter.

Selain itu, kata Muhadjir, salah satu dampak pembelajaran kesenian adalah terasahnya akal budi siswa. Melalui pendidikan seni budaya, jelas dia, maka sikap peserta didik dalam merespon situasi dan menampilkan ekspresi dirinya akan nampak pada sikap dan perilaku yang positif dan mencerminkan keluhuran budi.

“Saya optimistis pendidikan karakter mampu membawa Indonesia menjadi negara yang maju dan hebat,” kata dia.

Untuk itu Muhadjir mengajak para pendidik untuk tidak lagi menyepelekan pendidikan seni budaya sebagai bagian dari penguatan pendidikan karakter. “Saya harap bapak dan ibu jadi mengerti kenapa kita berikan bantuan fasilitas kesenian ini. Jadi mohon dirawat dan dimanfaatkan dengan baik yang sudah diberikan,” pesan Mendikbud.

Pada tahun 2017, Direktorat Kesenian Kemendikbud telah memfasilitasi 4.114 sekolah di seluruh Indonesia. Dan pada tahun 2018, program bantuan pemerintah yang sudah dilaksanakan selama tujuh tahun terakhir ini diberikan dalam dua tahap.

Total satuan pendidikan yang medapatkan bantuan fasilitas kesenian sebanyak 4.537 sekolah. Mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K), serta Sekolah Luar Biasa (SLB).(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2uMSKgw
via IFTTT

TIM kesenian SDN Cimahi Mandiri melakukan geladi resik terakhir di lingkungan sekolah di Jln. Dra. Djulaeha Karmita Kota Cimahi, Senin (15/2/2016).(pikiran-rakyat.com)

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat, hingga saat ini total satuan pendidikan yang mendapat bantuan fasilitas kesenian sebanyak 4.537 sekolah. Pemberian fasilitas sarana kesenian ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi siswa agar dapat mempelajari seni budaya, khususnya kesenian tradisional.

“Kesenian ini maksudnya untuk mengasah estetika, kehalusan budi anak bagian dari penguatan karakter. Ini penting dilaksanakan di jenjang pendidikan dasar,” ujar Mendikbud Muhadjir, Kamis (19/7).

Dia menerangkan, dukungan terhadap pembelajaran seni budaya dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk melestarikan kesenian tradisional dan perlindungan terhadap kekayaan budaya bangsa. Penumbuhan kecintaan pada kesenian tradisional Indonesia diyakini mampu mendukung terhadap ekspresi seni siswa agar sejalan dengan penguatan pendidikan karakter.

Selain itu, kata Muhadjir, salah satu dampak pembelajaran kesenian adalah terasahnya akal budi siswa. Melalui pendidikan seni budaya, jelas dia, maka sikap peserta didik dalam merespon situasi dan menampilkan ekspresi dirinya akan nampak pada sikap dan perilaku yang positif dan mencerminkan keluhuran budi.

“Saya optimistis pendidikan karakter mampu membawa Indonesia menjadi negara yang maju dan hebat,” kata dia.

Untuk itu Muhadjir mengajak para pendidik untuk tidak lagi menyepelekan pendidikan seni budaya sebagai bagian dari penguatan pendidikan karakter. “Saya harap bapak dan ibu jadi mengerti kenapa kita berikan bantuan fasilitas kesenian ini. Jadi mohon dirawat dan dimanfaatkan dengan baik yang sudah diberikan,” pesan Mendikbud.

Pada tahun 2017, Direktorat Kesenian Kemendikbud telah memfasilitasi 4.114 sekolah di seluruh Indonesia. Dan pada tahun 2018, program bantuan pemerintah yang sudah dilaksanakan selama tujuh tahun terakhir ini diberikan dalam dua tahap.

Total satuan pendidikan yang medapatkan bantuan fasilitas kesenian sebanyak 4.537 sekolah. Mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K), serta Sekolah Luar Biasa (SLB).(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2uMSKgw
via IFTTT

Selasa, 17 Juli 2018

Ragam Kegiatan Siswa dan Orangtua Selama MPLS

Orang tua murid mengantar anaknya di hari pertama masuk sekolah, di SD Negeri Lengkong Wetan 1, Serpong Utara, Tangerang Selatan, Senin (16/7/2018). Sebanyak 120 murid baru di SDN Lengkong Wetan 1 nampak diantar oleh orangtua pada hari pertama tahun ajaran baru 2018/2019 (edukasi.kompas.com)

MASA Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) telah memasuki hari ke-2. Di awal tahun ajaran, sekolah diwajibkan melaksanakan MPLS sebagai pengganti Masa Orientasi Sekolah (MOS). Ketentuan MPLS untuk tahun ajaran ini masih mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 18 Tahun 2016. Tujuan utama MPLS adalah membangun suasana ramah, aman, nyaman dan menyenangkan bagi calon siswa baru. Karenanya, kegiatan perploncoan, hukuman fisik tidak mendidik atau pembulian senior kepada junior dilarang untuk dilakukan dalam MPLS. Lalu kegiatan apa saja yang dapat dilakukan siswa dan orangtua selama MPLS?

1. Ragam kegiatan siswa

Forum Sahabat Keluarga dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyampaikan, MPLS dapat dijadikan sarana bagi siswa baru untuk melatih sosialisasi. Ragam kegiatan siswa selama MPLS: Berkenalan dengan siswa baru lain dan kakak kelas. Pengenalan sekolah kepada siswa baru oleh guru dibantu kakak kelas. Kakak kelas menceritakan pengalaman positif di sekolah. Mengenalkan ragam kegiatan ekstrakurikuler.

2. Ragam kegiatan orangtua

Tidak hanya bagi siswa baru, MPLS juga menjadi sarana bagi orangtua untuk membangun suasana positif dan menyenangkan di sekolah bersama para pendidik. Baca juga: Hari Pertama Sekolah Jangan Lupa Bertukar Nomor HP Ragam kegiatan orangtua selama MPLS: Menyediakan kebutuhan dan perlengkapan sekolah. Menyiapkan sarapan dan makan bersama. Mengantar anak ke sekolah. Berinteraksi dengan wali kelas untuk menitipkan anak di sekolah.

3. Gerakan mengantar anak sekolah

Terkait tahun ajaran baru, Dinas Pendidikan (Disdik) provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Surat Edaran perihal Gerakan Mengantar Anak Hari Pertama Masuk Sekolah Tahun Pelajaran 2018/2019. Dalam surat edaran yang ditujukan kepada seluruh kepala sekolah tersebut, Plt. Disdik DKI Jakarta Bowo Irianto menghimbau kepada para orangtua siswa baru untuk mengantar anak pada hari pertama masuk sekolah di tahun ajaran baru.

4. Bertukar nomor telepon

Ada 3 hal ditekankan oleh Bowo Irianto terkait hari pertama masuk sekolah, yaitu: Kepala sekolah dan guru diharapkan menyambut siswa baru dan orangtua yang mengantar. Kepala sekolah dan guru berinteraksi dengan siswa baru dan orangtua murid yang mengantar. Disdik juga mengingatkan pihak sekolah dan orangtua bertukar nomor telepon atau kontak lain untuk memudahkan komunikasi dalam menjalin komitmen bersama untuk pendidikan yang lebih positif dan menyenangkan. (edukasi.kompas.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2uuPhnd
via IFTTT

Orang tua murid mengantar anaknya di hari pertama masuk sekolah, di SD Negeri Lengkong Wetan 1, Serpong Utara, Tangerang Selatan, Senin (16/7/2018). Sebanyak 120 murid baru di SDN Lengkong Wetan 1 nampak diantar oleh orangtua pada hari pertama tahun ajaran baru 2018/2019 (edukasi.kompas.com)

MASA Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) telah memasuki hari ke-2. Di awal tahun ajaran, sekolah diwajibkan melaksanakan MPLS sebagai pengganti Masa Orientasi Sekolah (MOS). Ketentuan MPLS untuk tahun ajaran ini masih mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 18 Tahun 2016. Tujuan utama MPLS adalah membangun suasana ramah, aman, nyaman dan menyenangkan bagi calon siswa baru. Karenanya, kegiatan perploncoan, hukuman fisik tidak mendidik atau pembulian senior kepada junior dilarang untuk dilakukan dalam MPLS. Lalu kegiatan apa saja yang dapat dilakukan siswa dan orangtua selama MPLS?

1. Ragam kegiatan siswa

Forum Sahabat Keluarga dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyampaikan, MPLS dapat dijadikan sarana bagi siswa baru untuk melatih sosialisasi. Ragam kegiatan siswa selama MPLS: Berkenalan dengan siswa baru lain dan kakak kelas. Pengenalan sekolah kepada siswa baru oleh guru dibantu kakak kelas. Kakak kelas menceritakan pengalaman positif di sekolah. Mengenalkan ragam kegiatan ekstrakurikuler.

2. Ragam kegiatan orangtua

Tidak hanya bagi siswa baru, MPLS juga menjadi sarana bagi orangtua untuk membangun suasana positif dan menyenangkan di sekolah bersama para pendidik. Baca juga: Hari Pertama Sekolah Jangan Lupa Bertukar Nomor HP Ragam kegiatan orangtua selama MPLS: Menyediakan kebutuhan dan perlengkapan sekolah. Menyiapkan sarapan dan makan bersama. Mengantar anak ke sekolah. Berinteraksi dengan wali kelas untuk menitipkan anak di sekolah.

3. Gerakan mengantar anak sekolah

Terkait tahun ajaran baru, Dinas Pendidikan (Disdik) provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Surat Edaran perihal Gerakan Mengantar Anak Hari Pertama Masuk Sekolah Tahun Pelajaran 2018/2019. Dalam surat edaran yang ditujukan kepada seluruh kepala sekolah tersebut, Plt. Disdik DKI Jakarta Bowo Irianto menghimbau kepada para orangtua siswa baru untuk mengantar anak pada hari pertama masuk sekolah di tahun ajaran baru.

4. Bertukar nomor telepon

Ada 3 hal ditekankan oleh Bowo Irianto terkait hari pertama masuk sekolah, yaitu: Kepala sekolah dan guru diharapkan menyambut siswa baru dan orangtua yang mengantar. Kepala sekolah dan guru berinteraksi dengan siswa baru dan orangtua murid yang mengantar. Disdik juga mengingatkan pihak sekolah dan orangtua bertukar nomor telepon atau kontak lain untuk memudahkan komunikasi dalam menjalin komitmen bersama untuk pendidikan yang lebih positif dan menyenangkan. (edukasi.kompas.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2uuPhnd
via IFTTT

Badan Bahasa Kemendikbud Siapkan Pedoman Sertifikasi Ahli Bahasa

Kamus Besar Bahasa Indonesia(republika.co.id)

MENTERI  Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, salah satu keunggulan manusia diukur dari kemampuannya berbahasa. Indonesia pun membutuhkan ahli bahasa yang tersertifikasi. Karena itu Mendikbud berharap agar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa)  bisa menjadi lembaga sertifikasi bahasa dan sastra di Indonesia.

“Bahasa adalah alat ukur terhadap tingkat peradaban manusia, oleh karena itu di balik sertifikat ahli bahasa tersimpan tanggung jawab yang mulia dalam menjaga kewibawaan suatu bangsa, jika tugas ini dijalankan dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan oleh para ahli bahasa, para ahli surga,” kata Mendikbud saat memberikan sambutan pada Forum Diskusi Tenaga Penyuluh Kebahasaan dan Kesastraan dan Lokakarya Eksternal Pedoman Sertifikasi Ahli Bahasa, di Jakarta, (11/7/2018).

Badan Bahasa sebagai satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi mandat untuk menangani masalah kebahasaan dan kesastraan di Indonesia berkewajiban untuk menjaga mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai ranah demi kewibawaan dan martabat bangsa melalui bahasa. Badan Bahasa pun berupaya secara terus menerus untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusianya agar menjadi ahli-ahli bahasa yang mumpuni, yaitu yang mampu mengemban tugas dalam menjaga mutu dan kewibawaan bahasa Indonesia. Hal itu menjadi penting karena merupakan bagian dari upaya pembinaan bahasa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Mendikbud mengapresiasi kegiatan Forum Diskusi Tenaga Penyuluh Kebahasaan dan Kesastraan dan Lokakarya Eksternal Pedoman Sertifikasi Ahli Bahasa. Ia berpesan agar sikap positif berbahasa Indonesia dapat terus berkembang di tengah era keterbukaan yang deras akan pengaruh budaya asing. “Tiga sikap positif dalam berbahasa Indonesia yaitu mencintai bahasa Indonesia, bangga berbahasa Indonesia dan menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidah yang benar,” tegasnya.

Kepala Badan Bahasa, Dadang Sunendar mengatakan, kehadiran para ahli bahasa sangat diharapkan. “Ahli bahasa tidak hanya diperlukan dalam mengungkap kasus pidana di kepolisian namun juga dalam merumuskan perundang-undangan untuk menyelaraskan penggunaan bahasa,” katanya.

Ia menyampaikan bahwa kebutuhan akan ahli bahasa yang tersertifikasi sangat dibutuhkan. Saat ini baru ada 184 ahli bahasa yang tersebar di seluruh Indonesia dan Badan Bahasa terus mengupayakan meningkatkan jumlah dan kualitas ahli bahasa tersebut. Selanjutnya, dalam rangka penjaminan mutu tenaga ahli bahasa serta dalam rangka pemberian pelayanan yang optimal dan standar kepada masyarakat, Badan Bahasa harus memiliki Pedoman Sertifikasi Ahli Bahasa, Prosedur Operasional Standar (POS) Layanan Ahli Bahasa, dan Kode Etik Ahli Bahasa.

Terbitnya pedoman sertifikasi ahli bahasa diharapkan akan menjadi acuan untuk tertib administrasi dan tata kelola dalam  menunjang keberhasilan layanan kebahasaan khususnya di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Adapun ahli bahasa yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah orang yang memiliki keahlian di bidang kebahasaan dan memenuhi kriteria tertentu yang ditandai dengan sertifikat keahlian yang dikeluarkan oleh Badan Bahasa. Ahli bahasa yang ada di lingkungan Badan Bahasa meliputi penyuluh bahasa, penyunting bahasa, penerjemah, ahli bahasa peraturan perundang-undangan, dan ahli bahasa dalam tindak pidana.

Melalui lokakarya ini, para narasumber dan para peserta diharapkan berpartisipasi aktif memberikan masukan guna penyempurnaan ketiga naskah yang nantinya bermanfaat tidak hanya bagi Badan Bahasa, tetapi juga bagi masyarakat dan lembaga mitra Badan Bahasa yang memerlukan layanan ahli bahasa. “Kepolisian, media massa, kejaksaan, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membutuhkan ahli bahasa yang bersertifikat,” ujar Dadang.

Forum Diskusi Tenaga Penyuluh Kebahasaan dan Kesastraan dan Lokakarya Eksternal Pedoman Sertifikasi Ahli Bahasa digelar pada tanggal 9 s.d. 12 Juli 2018. Kegiatan ini diikuti oleh 150 peserta yang berasal dari Kepala Balai Kantor Bahasa seluruh Indonesia, Aliansi Jurnalistik Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia, dan perwakilan dari lembaga negara lain, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Arsip Nasional Republik Indonesia, Badan Standardisasi Nasional, dan Badan Informasi Geospasial. Acara ini berbentuk diskusi panel untuk mengefektifkan penyusunan pedoman sertifikasi ahli bahasa.(kemdikbud.go.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2NrKZnY
via IFTTT

Kamus Besar Bahasa Indonesia(republika.co.id)

MENTERI  Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, salah satu keunggulan manusia diukur dari kemampuannya berbahasa. Indonesia pun membutuhkan ahli bahasa yang tersertifikasi. Karena itu Mendikbud berharap agar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa)  bisa menjadi lembaga sertifikasi bahasa dan sastra di Indonesia.

“Bahasa adalah alat ukur terhadap tingkat peradaban manusia, oleh karena itu di balik sertifikat ahli bahasa tersimpan tanggung jawab yang mulia dalam menjaga kewibawaan suatu bangsa, jika tugas ini dijalankan dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan oleh para ahli bahasa, para ahli surga,” kata Mendikbud saat memberikan sambutan pada Forum Diskusi Tenaga Penyuluh Kebahasaan dan Kesastraan dan Lokakarya Eksternal Pedoman Sertifikasi Ahli Bahasa, di Jakarta, (11/7/2018).

Badan Bahasa sebagai satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi mandat untuk menangani masalah kebahasaan dan kesastraan di Indonesia berkewajiban untuk menjaga mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai ranah demi kewibawaan dan martabat bangsa melalui bahasa. Badan Bahasa pun berupaya secara terus menerus untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusianya agar menjadi ahli-ahli bahasa yang mumpuni, yaitu yang mampu mengemban tugas dalam menjaga mutu dan kewibawaan bahasa Indonesia. Hal itu menjadi penting karena merupakan bagian dari upaya pembinaan bahasa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Mendikbud mengapresiasi kegiatan Forum Diskusi Tenaga Penyuluh Kebahasaan dan Kesastraan dan Lokakarya Eksternal Pedoman Sertifikasi Ahli Bahasa. Ia berpesan agar sikap positif berbahasa Indonesia dapat terus berkembang di tengah era keterbukaan yang deras akan pengaruh budaya asing. “Tiga sikap positif dalam berbahasa Indonesia yaitu mencintai bahasa Indonesia, bangga berbahasa Indonesia dan menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidah yang benar,” tegasnya.

Kepala Badan Bahasa, Dadang Sunendar mengatakan, kehadiran para ahli bahasa sangat diharapkan. “Ahli bahasa tidak hanya diperlukan dalam mengungkap kasus pidana di kepolisian namun juga dalam merumuskan perundang-undangan untuk menyelaraskan penggunaan bahasa,” katanya.

Ia menyampaikan bahwa kebutuhan akan ahli bahasa yang tersertifikasi sangat dibutuhkan. Saat ini baru ada 184 ahli bahasa yang tersebar di seluruh Indonesia dan Badan Bahasa terus mengupayakan meningkatkan jumlah dan kualitas ahli bahasa tersebut. Selanjutnya, dalam rangka penjaminan mutu tenaga ahli bahasa serta dalam rangka pemberian pelayanan yang optimal dan standar kepada masyarakat, Badan Bahasa harus memiliki Pedoman Sertifikasi Ahli Bahasa, Prosedur Operasional Standar (POS) Layanan Ahli Bahasa, dan Kode Etik Ahli Bahasa.

Terbitnya pedoman sertifikasi ahli bahasa diharapkan akan menjadi acuan untuk tertib administrasi dan tata kelola dalam  menunjang keberhasilan layanan kebahasaan khususnya di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Adapun ahli bahasa yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah orang yang memiliki keahlian di bidang kebahasaan dan memenuhi kriteria tertentu yang ditandai dengan sertifikat keahlian yang dikeluarkan oleh Badan Bahasa. Ahli bahasa yang ada di lingkungan Badan Bahasa meliputi penyuluh bahasa, penyunting bahasa, penerjemah, ahli bahasa peraturan perundang-undangan, dan ahli bahasa dalam tindak pidana.

Melalui lokakarya ini, para narasumber dan para peserta diharapkan berpartisipasi aktif memberikan masukan guna penyempurnaan ketiga naskah yang nantinya bermanfaat tidak hanya bagi Badan Bahasa, tetapi juga bagi masyarakat dan lembaga mitra Badan Bahasa yang memerlukan layanan ahli bahasa. “Kepolisian, media massa, kejaksaan, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membutuhkan ahli bahasa yang bersertifikat,” ujar Dadang.

Forum Diskusi Tenaga Penyuluh Kebahasaan dan Kesastraan dan Lokakarya Eksternal Pedoman Sertifikasi Ahli Bahasa digelar pada tanggal 9 s.d. 12 Juli 2018. Kegiatan ini diikuti oleh 150 peserta yang berasal dari Kepala Balai Kantor Bahasa seluruh Indonesia, Aliansi Jurnalistik Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia, dan perwakilan dari lembaga negara lain, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Arsip Nasional Republik Indonesia, Badan Standardisasi Nasional, dan Badan Informasi Geospasial. Acara ini berbentuk diskusi panel untuk mengefektifkan penyusunan pedoman sertifikasi ahli bahasa.(kemdikbud.go.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2NrKZnY
via IFTTT

Senin, 16 Juli 2018

Alumni Dilarang Terlibat dalam Pengenalan Lingkungan Sekolah

Sebanyak 399 siswa SMKN 1 Gunungguruh Ikuti MPLS (inilahkoran.com)

SISWA  senior dan alumni dilarang terlibat sebagai panitia penyelenggara pengenalan lingkungan sekolah (PLS). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menegaskan, kepala sekolah dan panitia PLS juga harus menjamin tidak ada praktik perpeloncoan, perundungan dan hukuman fisik selama PLS.

Pihak sekolah menerapkan PLS dengan rentan waktu bervariasi. Ada yang selama 3 hari sejak pertama masuk sekolah, ada yang bisa seminggu. Muhadjir mengatakan, penyelenggaraan PLS harus diketahui orang tua siswa dan sebaiknya tidak diselenggarakan di luar sekolah.

“Kecuali fasilitas sekolah tidak memadai, boleh di luar sekolah tapi harus sepengetahuan orang tua siswa. Senior dan alumni jangan terlibat. Panitia dan guru harus memastikan kegiatan PLS jauh dari praktik pelecehan dan hukuman yang tak mendidik,” kata Muhadjir dihubungi dari Jakarta, Senin 16 Juli 2018.

Pada hari pertama masuk sekolah, Muhadjir meninjau pelaksanaan PLS di SD Negeri Kotaraja, Abepura, Papua. Ia menegaskan, panitia juga dilarang memberi tugas atau meminta siswa menggunakan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran. “Jangan ada perpeloncoan!” katanya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, untuk meminimalisasi perpeloncoan dalam PLS, orang tua siswa harus hadir pada hari pertama masuk sekolah. Dengan demikian, hubungan antara pihak sekolah dan orang tua siswa bisa terjalin baik.

“Ini sekaligus dapat dijadikan momentum bagi sekolah menyampaikan program-progran sekolah, sekaligus perkenalan orangtua siswa ke wali kelas anaknya dengan masuk ke ruang kelas tempat anak-anaknya akan menuntut ilmu setiap harinya selama berada di sekolah. Hal ini juga akan membawa dampak positif ke depannya terhadap keharmonisan hubungan orangtua dan pihak sekolah,” ujar Retno.

Retno mengimbau, pihak sekolah mampu memeroleh kepercayaan orang tua siswa dengan menjamin pelaksanaan PLS berjalan dengan aman, ramah dan nyaman bagi siswa baru. “Untuk itu, maka perpeloncoan dan bullying harus dicegah semaksimal mungkin. Suasana harus diciptakan penuh kekeluargaan, kondusif dan zero kekerasan,” ucapnya.

Motivasi

Dalam kunjungannya ke Papua, Muhadjir memotivasi para siswa baru, guru dan orang tua siswa untuk terus meningkatkan rasa saling percaya. Muhadjir mengklaim, kualitas sekolah di Papua kini tidak kalah berkualitas dengan sekolah-sekolah lain di Pulau Jawa.

“Saya berkunjung ke SD yang sangat bagus, tidak kalah dengan SD di tempat lain, khususnya di Jawa. Saya minta pemerintah Provinsi Papua bisa mengimbaskan sekolah yang bagus ini ke sekolah-sekolah lainnya di Papua yang kondisinya masih kurang,” ucap Muhadjir.

Ia menyatakan, putera-puteri Papua mendapat perhatian yang sama dari pemerintah pusat. Ia berpesan agar sekolah dapat menyambut siswa dengan suasana yang menggembirakan dengan memberikan harapan dan semangat mempersiapkan masa depan bersama.

“Para guru harus memperkenalkan diri dengan penuh keterbukaan. Kemudian mendengarkan harapan dari siswa. Pendidik perlu memahami bahwa setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang sesuai minat dan bakat masing-masing,” kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2mqzscW
via IFTTT

Sebanyak 399 siswa SMKN 1 Gunungguruh Ikuti MPLS (inilahkoran.com)

SISWA  senior dan alumni dilarang terlibat sebagai panitia penyelenggara pengenalan lingkungan sekolah (PLS). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menegaskan, kepala sekolah dan panitia PLS juga harus menjamin tidak ada praktik perpeloncoan, perundungan dan hukuman fisik selama PLS.

Pihak sekolah menerapkan PLS dengan rentan waktu bervariasi. Ada yang selama 3 hari sejak pertama masuk sekolah, ada yang bisa seminggu. Muhadjir mengatakan, penyelenggaraan PLS harus diketahui orang tua siswa dan sebaiknya tidak diselenggarakan di luar sekolah.

“Kecuali fasilitas sekolah tidak memadai, boleh di luar sekolah tapi harus sepengetahuan orang tua siswa. Senior dan alumni jangan terlibat. Panitia dan guru harus memastikan kegiatan PLS jauh dari praktik pelecehan dan hukuman yang tak mendidik,” kata Muhadjir dihubungi dari Jakarta, Senin 16 Juli 2018.

Pada hari pertama masuk sekolah, Muhadjir meninjau pelaksanaan PLS di SD Negeri Kotaraja, Abepura, Papua. Ia menegaskan, panitia juga dilarang memberi tugas atau meminta siswa menggunakan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran. “Jangan ada perpeloncoan!” katanya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, untuk meminimalisasi perpeloncoan dalam PLS, orang tua siswa harus hadir pada hari pertama masuk sekolah. Dengan demikian, hubungan antara pihak sekolah dan orang tua siswa bisa terjalin baik.

“Ini sekaligus dapat dijadikan momentum bagi sekolah menyampaikan program-progran sekolah, sekaligus perkenalan orangtua siswa ke wali kelas anaknya dengan masuk ke ruang kelas tempat anak-anaknya akan menuntut ilmu setiap harinya selama berada di sekolah. Hal ini juga akan membawa dampak positif ke depannya terhadap keharmonisan hubungan orangtua dan pihak sekolah,” ujar Retno.

Retno mengimbau, pihak sekolah mampu memeroleh kepercayaan orang tua siswa dengan menjamin pelaksanaan PLS berjalan dengan aman, ramah dan nyaman bagi siswa baru. “Untuk itu, maka perpeloncoan dan bullying harus dicegah semaksimal mungkin. Suasana harus diciptakan penuh kekeluargaan, kondusif dan zero kekerasan,” ucapnya.

Motivasi

Dalam kunjungannya ke Papua, Muhadjir memotivasi para siswa baru, guru dan orang tua siswa untuk terus meningkatkan rasa saling percaya. Muhadjir mengklaim, kualitas sekolah di Papua kini tidak kalah berkualitas dengan sekolah-sekolah lain di Pulau Jawa.

“Saya berkunjung ke SD yang sangat bagus, tidak kalah dengan SD di tempat lain, khususnya di Jawa. Saya minta pemerintah Provinsi Papua bisa mengimbaskan sekolah yang bagus ini ke sekolah-sekolah lainnya di Papua yang kondisinya masih kurang,” ucap Muhadjir.

Ia menyatakan, putera-puteri Papua mendapat perhatian yang sama dari pemerintah pusat. Ia berpesan agar sekolah dapat menyambut siswa dengan suasana yang menggembirakan dengan memberikan harapan dan semangat mempersiapkan masa depan bersama.

“Para guru harus memperkenalkan diri dengan penuh keterbukaan. Kemudian mendengarkan harapan dari siswa. Pendidik perlu memahami bahwa setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang sesuai minat dan bakat masing-masing,” kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2mqzscW
via IFTTT

Minggu, 15 Juli 2018

Menteri Nasir: Jangan Ada Prioritas Calon Mahasiswa Baru Dalam Jalur Mandiri

Ilustrasi

MENTERI  Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menegaskan perguruan tinggi negeri (PTN) yang membuka jalur mandiri pada seleksi penerimaan mahasiswa baru harus bersikap adil, transparan dan akuntabel. Jalur mandiri jangan memprioritaskan calon mahasiswa baru yang berdomisili di wilayah masing-masing kampus.

Pasalnya, dengan kuota SNMPTN/SBMPTN yang terbatas, masih banyak calon mahasiswa yang tak tertampung di PTN. Jalur mandiri menjadi cara terakhir bagi mereka yang ingin melanjutkan kuliah di PTN. Kendati demikian, sesuai dengan Permenristekdikti Nomor 90 Tahun 2017 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru di PTN, kursi jalur mandiri maksimal 30% dari kuota masing-masing PTN.

Setelah SNMPTN dan SBMPTN selesai dilaksanakan, beberapa PTN membuka pendaftaran seleksi mandiri yang pelaksanaannya diatur dan ditetapkan oleh masing-masing PTN. Seleksi mandiri diselenggarakan untuk memenuhi daya tampung yakni paling banyak 30% dari daya tampung program studi yang bersangkutan.

“Jangan sampai mahasiswa yang diterima hanya yang lokal saja, tapi di seluruh lokasi tes. Seleksi jalur mandiri ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dan PTN untuk mempertahankan NKRI. Juga supaya tidak ada kursi kosong di kampus. Tapi PTN tetap dibatasi karena arahan presiden, PTS juga harus berkembang,” ujar Nasir di Jakarta, Sabtu, 14 Juli 2018.

Ia menegaskan, PTN jangan sampai melanggar batas atas kuota dalam seleksi mandiri. Pasalnya, berpotensi merugikan PTS sehingga kekurangan mahasiswa. Menurut dia, untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi, persaingan PTN dan PTS harus sehat. “Karena masalah APK kita yang masih rendah yaitu 31,5%. Maka harus didorong ke depan agar meningkat melalui PTS,” ujarnya.

Jumlah pendaftar meningkat

Penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi jalur mandiri tidak digelar semua PTN. Di antaranya seperti Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung yang hanya membuka SNMPTN dan SBMPTN. Kendati demikian, Universitas Diponegoro masih membuka jalur mandiri. Pertimbangan membuka atau tidak jalur mandiri sepenuhnya menjadi wewenang rektor.

Nasir tidak mempermasalahkan kebijakan rektor tersebut. Kendati demikian, Nasir mengapresiasi kampus yang masih mauh membuka jalur mandiri. Menurut dia, pemerintah tetap mengawasi proses penerimaan melalui jalur mandiri. “Peminat jalur mandiri saya rasa masih tinggi. Jumlah pendaftarnya meningkat dari sekitar 26.000 menjadi 31.000,” kata Nasir.

Rektor Undip Yos Johan Utama menuturkan, seleksi jalur mandiri di Undip diikuti sekitar 31.610 pendaftar untuk memperebutkan 2.359 kursi. Menurut dia, Undip membuka lokasi tes di 21 kota yang tersebar di seluruh Indonesia. “Seleksi mandiri tetap digelar karena di dalam penerimaan mahasiswa baru ada beberapa faktor di mana kuota SBMPTN maupun SNMPTN tidak terpenuhi,” ujarnya.

Selain Undip, beberapa PTN yang masih membuka jalur mandiri antara lain, Universitas Negeri Malang, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Institut Teknologi Sepuluh November dan Universitas Sebelas Maret. Berbeda dengan SNMPTN/SBMPTN yang gratis, calon mahasiswa pendaftar jalur mandiri harus membeli formulir pendaftaraan seharga Rp 200.000-Rp 350.000, sesuai kebijakan masing-masing PTN tujuan.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2zD7sMy
via IFTTT

Ilustrasi

MENTERI  Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menegaskan perguruan tinggi negeri (PTN) yang membuka jalur mandiri pada seleksi penerimaan mahasiswa baru harus bersikap adil, transparan dan akuntabel. Jalur mandiri jangan memprioritaskan calon mahasiswa baru yang berdomisili di wilayah masing-masing kampus.

Pasalnya, dengan kuota SNMPTN/SBMPTN yang terbatas, masih banyak calon mahasiswa yang tak tertampung di PTN. Jalur mandiri menjadi cara terakhir bagi mereka yang ingin melanjutkan kuliah di PTN. Kendati demikian, sesuai dengan Permenristekdikti Nomor 90 Tahun 2017 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru di PTN, kursi jalur mandiri maksimal 30% dari kuota masing-masing PTN.

Setelah SNMPTN dan SBMPTN selesai dilaksanakan, beberapa PTN membuka pendaftaran seleksi mandiri yang pelaksanaannya diatur dan ditetapkan oleh masing-masing PTN. Seleksi mandiri diselenggarakan untuk memenuhi daya tampung yakni paling banyak 30% dari daya tampung program studi yang bersangkutan.

“Jangan sampai mahasiswa yang diterima hanya yang lokal saja, tapi di seluruh lokasi tes. Seleksi jalur mandiri ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dan PTN untuk mempertahankan NKRI. Juga supaya tidak ada kursi kosong di kampus. Tapi PTN tetap dibatasi karena arahan presiden, PTS juga harus berkembang,” ujar Nasir di Jakarta, Sabtu, 14 Juli 2018.

Ia menegaskan, PTN jangan sampai melanggar batas atas kuota dalam seleksi mandiri. Pasalnya, berpotensi merugikan PTS sehingga kekurangan mahasiswa. Menurut dia, untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi, persaingan PTN dan PTS harus sehat. “Karena masalah APK kita yang masih rendah yaitu 31,5%. Maka harus didorong ke depan agar meningkat melalui PTS,” ujarnya.

Jumlah pendaftar meningkat

Penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi jalur mandiri tidak digelar semua PTN. Di antaranya seperti Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung yang hanya membuka SNMPTN dan SBMPTN. Kendati demikian, Universitas Diponegoro masih membuka jalur mandiri. Pertimbangan membuka atau tidak jalur mandiri sepenuhnya menjadi wewenang rektor.

Nasir tidak mempermasalahkan kebijakan rektor tersebut. Kendati demikian, Nasir mengapresiasi kampus yang masih mauh membuka jalur mandiri. Menurut dia, pemerintah tetap mengawasi proses penerimaan melalui jalur mandiri. “Peminat jalur mandiri saya rasa masih tinggi. Jumlah pendaftarnya meningkat dari sekitar 26.000 menjadi 31.000,” kata Nasir.

Rektor Undip Yos Johan Utama menuturkan, seleksi jalur mandiri di Undip diikuti sekitar 31.610 pendaftar untuk memperebutkan 2.359 kursi. Menurut dia, Undip membuka lokasi tes di 21 kota yang tersebar di seluruh Indonesia. “Seleksi mandiri tetap digelar karena di dalam penerimaan mahasiswa baru ada beberapa faktor di mana kuota SBMPTN maupun SNMPTN tidak terpenuhi,” ujarnya.

Selain Undip, beberapa PTN yang masih membuka jalur mandiri antara lain, Universitas Negeri Malang, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Institut Teknologi Sepuluh November dan Universitas Sebelas Maret. Berbeda dengan SNMPTN/SBMPTN yang gratis, calon mahasiswa pendaftar jalur mandiri harus membeli formulir pendaftaraan seharga Rp 200.000-Rp 350.000, sesuai kebijakan masing-masing PTN tujuan.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2zD7sMy
via IFTTT

KPAI Ingatkan Sekolah Cegah Kekerasan dalam MOS

SEBANYAK 500 siswa baru mengikuti Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah di SMA Negeri 1 Kota Tasikmalaya, Kamis 14 Juli 2016. (pikiran-rakyat.com)

KOMISI  Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan pihak sekolah untuk mencegah kegiatan perploncoan dan bullying atau kekerasan dalam masa orientasi sekolah pada tahun ajaran baru.

Untuk itu kata dia maka Perploncoan dan bullying harus dicegah semaksimal mungkin. Suasana harus diciptakan penuh kekeluargaan, kondusif, dan zero kekerasan.

Retno juga mengatakan Senin (16/7) merupakan hari pertama dimulainya tahun ajaran baru, KPAI mendukung imbauan agar para orang tua siswa mengantar anak-anaknya ke sekolah sebagai wujud dukungan orang tua terhadap semangat anak-anaknya kembali bersekolah setelah libur panjang.

“Kami juga mendorong sekolah  menyiapkan diri menyambut para orang tua dan anaknya masuk sekolah kembali. Tidak sekedar menurunkan anaknya di sekolah dari kendaraan, tetapi juga mengantar masuk ke kelas sang anak,” ujarnya.

Ia mengatakan anak sekolah juga dapat dijadikan momentum bagi sekolah menyampaikan program-progran sekolah, sekaligus perkenalan orang tua siswa ke wali kelas anaknya dengan masuk ke ruang kelas tempat anak-anaknya akan menuntut ilmu setiap harinya selama berada di sekolah.

“Hal ini akan menjadi momentum yang  menyenangkan bagi anak-anak. Hal Ini juga akan membawa dampak positif ke depannya terhadap keharmonisan hubungan orang tua dan pihak sekolah,” ujarnya.

Dikatakannya pelaksanaan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sejumlah daerah masih menyisakan persoalan, misalnya masih ada sejumlah siswa belum jelas nasibnya diterima atau tidak di sekolah negeri.

Persoalan lain, sejumlah SMA/SMK Negeri di Jawa Tengah  kekurangan siswa akibat terbongkarnya SKTM palsu yang kemudian dibatalkan oleh pemerintah provinsi Jawa Tengah.

Sampai Jumat sore (13/7), KPAI masih menerima pengaduan dari seorang ibu yang domisili di Tangerang Selatan, yang anaknya belum juga mendapatkan kepastian diterima atau tidak di sekolah negeri pilihannya.

“KPAI akan terus melakukan pengawasan untuk memastikan pemerintah daerah melakukan pemenuhan hak atas pendidikan para siswa tersebut sebagaimana dijamin peraturan perundangan yang berlaku,” ujarnya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2JrkUTg
via IFTTT

SEBANYAK 500 siswa baru mengikuti Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah di SMA Negeri 1 Kota Tasikmalaya, Kamis 14 Juli 2016. (pikiran-rakyat.com)

KOMISI  Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan pihak sekolah untuk mencegah kegiatan perploncoan dan bullying atau kekerasan dalam masa orientasi sekolah pada tahun ajaran baru.

Untuk itu kata dia maka Perploncoan dan bullying harus dicegah semaksimal mungkin. Suasana harus diciptakan penuh kekeluargaan, kondusif, dan zero kekerasan.

Retno juga mengatakan Senin (16/7) merupakan hari pertama dimulainya tahun ajaran baru, KPAI mendukung imbauan agar para orang tua siswa mengantar anak-anaknya ke sekolah sebagai wujud dukungan orang tua terhadap semangat anak-anaknya kembali bersekolah setelah libur panjang.

“Kami juga mendorong sekolah  menyiapkan diri menyambut para orang tua dan anaknya masuk sekolah kembali. Tidak sekedar menurunkan anaknya di sekolah dari kendaraan, tetapi juga mengantar masuk ke kelas sang anak,” ujarnya.

Ia mengatakan anak sekolah juga dapat dijadikan momentum bagi sekolah menyampaikan program-progran sekolah, sekaligus perkenalan orang tua siswa ke wali kelas anaknya dengan masuk ke ruang kelas tempat anak-anaknya akan menuntut ilmu setiap harinya selama berada di sekolah.

“Hal ini akan menjadi momentum yang  menyenangkan bagi anak-anak. Hal Ini juga akan membawa dampak positif ke depannya terhadap keharmonisan hubungan orang tua dan pihak sekolah,” ujarnya.

Dikatakannya pelaksanaan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sejumlah daerah masih menyisakan persoalan, misalnya masih ada sejumlah siswa belum jelas nasibnya diterima atau tidak di sekolah negeri.

Persoalan lain, sejumlah SMA/SMK Negeri di Jawa Tengah  kekurangan siswa akibat terbongkarnya SKTM palsu yang kemudian dibatalkan oleh pemerintah provinsi Jawa Tengah.

Sampai Jumat sore (13/7), KPAI masih menerima pengaduan dari seorang ibu yang domisili di Tangerang Selatan, yang anaknya belum juga mendapatkan kepastian diterima atau tidak di sekolah negeri pilihannya.

“KPAI akan terus melakukan pengawasan untuk memastikan pemerintah daerah melakukan pemenuhan hak atas pendidikan para siswa tersebut sebagaimana dijamin peraturan perundangan yang berlaku,” ujarnya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2JrkUTg
via IFTTT

Jumat, 13 Juli 2018

Kemendikbud Larang Seleksi Syarat Masuk SD Bisa Calistung

Ilustrasi

SEKRETARIS  Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Didik Suhardi mengimbau, kepada semua Sekolah Dasar (SD)/sederajat untuk tidak mewajibkan bisa baca tulis berhitung (calistung) dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Alasannya, kata dia, filosofi dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Taman Kanak-kanak (TK) adalah bermain sambil belajar.

“PAUD dan TK itu kan bermainnya yang memang ditonjolkan. Bukan belajar. Jadi harus dipastikan juga di SD itu tidak boleh ada seleksi dalam bentuk tes baca tulis,” kata Didik saat diwawancarai Republika, Sabtu (14/7).

Oleh karena itu, Didik menilai penting untuk meluruskan pola pikir masyarakat tentang hal tersebut. Hal itu karena selama ini, menurut dia, masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa setelah anaknya lulus dari PAUD atau TK maka anak akan bisa calistung.

“Masyarakat kita itu tuntutannya kalau anak lulus dari PAUD atau TK anak itu bisa baca tulis. Nah ini kan salah,” kata Didik.

Dia juga mengingatkan agar orang tua bijak mendaftarkan anaknya ke jenjang SD. Ia meminta untuk agar anak yang belum cukup usianya tidak langsung didaftarkan ke SD, hanya karena dianggap sudah cukup pintar dan mampu belajar di SD.

Padahal yang perlu diingat, kata Didik, jika anak belum menginjak usia yang matang maka ke depan akan berpengaruh pada psikologi belajar anak. “Batas usia masuk SD itu memang penting karena untuk memastikan pematangan anak untuk memasuki jenjang sekolah dasar,” kata Didik.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2L9bukw
via IFTTT

Ilustrasi

SEKRETARIS  Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Didik Suhardi mengimbau, kepada semua Sekolah Dasar (SD)/sederajat untuk tidak mewajibkan bisa baca tulis berhitung (calistung) dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Alasannya, kata dia, filosofi dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Taman Kanak-kanak (TK) adalah bermain sambil belajar.

“PAUD dan TK itu kan bermainnya yang memang ditonjolkan. Bukan belajar. Jadi harus dipastikan juga di SD itu tidak boleh ada seleksi dalam bentuk tes baca tulis,” kata Didik saat diwawancarai Republika, Sabtu (14/7).

Oleh karena itu, Didik menilai penting untuk meluruskan pola pikir masyarakat tentang hal tersebut. Hal itu karena selama ini, menurut dia, masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa setelah anaknya lulus dari PAUD atau TK maka anak akan bisa calistung.

“Masyarakat kita itu tuntutannya kalau anak lulus dari PAUD atau TK anak itu bisa baca tulis. Nah ini kan salah,” kata Didik.

Dia juga mengingatkan agar orang tua bijak mendaftarkan anaknya ke jenjang SD. Ia meminta untuk agar anak yang belum cukup usianya tidak langsung didaftarkan ke SD, hanya karena dianggap sudah cukup pintar dan mampu belajar di SD.

Padahal yang perlu diingat, kata Didik, jika anak belum menginjak usia yang matang maka ke depan akan berpengaruh pada psikologi belajar anak. “Batas usia masuk SD itu memang penting karena untuk memastikan pematangan anak untuk memasuki jenjang sekolah dasar,” kata Didik.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2L9bukw
via IFTTT

Demi Kualitas Pendidikan yang Merata, Pemda Harus Dukung Mutasi Guru

Ilustrasi.(pikiran-rakyat.com)

PADA  tahun ajaran baru 2018/2019, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan merotasi dan memutasi guru secara bertahap. Kendati demikian, kebijakan tersebut diprediksi tak akan berjalan lancar. Pasalnya, untuk memindahkan seorang guru SMA/SMK, harus mendapat persetujuan dari pemerintah provinsi. Sedangkan untuk guru SD/SMP menjadi wewenang pemerintah kota/kabupaten.

Pengamat Pendidikan dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji menilai, semangat rotasi dan mutasi sesuai dengan wacana pemerataan distribusi guru berkualitas. Dengan demikian, pemerintah daerah sepantasnya mendukung kebijakan tersebut. Menurut dia, pemerintah pusat, daerah dan guru harus memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan pendidikan dasar dan menengah.

“Tapi saya tak yakin bisa berjalan lancar. Karena berpotensi terbentur otonomi daerah. Selama ini kebijakan pemerintah pusat sering lemah pada implementasi, kepala daerah tidak punya komitmen yang sama kuatnya, atau setidaknya berbeda pandangan tentang bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan,” kata Indra dihubungi via telfon di Jakarta, Jumat 13 Juli 2018.

Ia menuturkan, rotasi dan mutasi berfungsi untuk memetakan kebutuhan guru di setiap daerah. Bukan hanya untuk memeratakan distribusi guru kualitas. Menurut dia, saat ini, data pasti distribusi guru masih menjadi perdebatan antara pemerintah dan organisasi guru seperti PGRI. Ia berharap, sebagai aparatur sipil negara (ASN), guru seharusnya siap ditempatkan dan mengabdi di mana saja.

“Mutasi guru juga dapat menyelesaikan persoalan persebaran guru yang belum merata. Lihat data pokok pendidikan (Dapodik), buat peta kebutuhan guru, agar tahu betul daerah mana yang kurang, dan berlebih guru. Kebijakan mutasi guru ini sebaiknya dibahas khusus dalam rembuk nasional (Rembuknas) pendidikan agar ada komitmen bersama yang kuat dengan daerah,” ujarnya.

Sangat penting

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan, rotasi dan mutasi guru sangat penting untuk mendukung penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).  Menurut dia, mutasi dan rotasi akan dilakukan secara rutin dan berkelanjutan berdasarkan kebutuhan sekolah di setiap daerah.

“PPDB berbasis zonasi ini bukan kebijakan yang berdiri sendiri, tapi berkaitan dengan kebijakan lain. Seperti program pemerataan distribusi guru, menghitung anggaran yang tepat untuk mengucurkan bantuan dan masih banyak lagi,” ucap Muhadjir.

Ia mengatakan, aturan perpindahan akan ditentukan pada jenjang apa guru yang bersangkutan mengajar. Untuk guru SMA/SMK sederajat, mutasi sangat mungkin dilakukan antarsekolah di dalam satu provinsi. Untuk guru SD/SMP, perputaran guru dilakukan antarsekolah di dalam lingkup kabupaten/kota. Menurut dia, ke depan, sangat memungkinkan mutasi dilakukan antarkabupaten atau antarprovinsi sesuai dengan kebutuhan.

“Selama ini kanguru itu selalu menetap, di sekolah tertentu tidak pindah-pindah. Ke depannya tidak bisa seperti itu, harus ada perputaran, jadi antara sekolah itu akan ada pergantian guru,” ucapnya.

Muhadjir berharap, seorang guru yang berkualitas dapat mendorong dan memandu guru lain di sekolah yang baru agar mutu para guru di tempat baru dapat ikut meningkat. Kemendikbud juga berkomitmen untuk terus membangun sarana dan prasarana fisik sekolah selain kebijakan memeratakan kualitas guru. “Ke depanya guru yang bagus tidak akan menumpuk di satu sekolah,” ujarnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2KWwHPd
via IFTTT

Ilustrasi.(pikiran-rakyat.com)

PADA  tahun ajaran baru 2018/2019, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan merotasi dan memutasi guru secara bertahap. Kendati demikian, kebijakan tersebut diprediksi tak akan berjalan lancar. Pasalnya, untuk memindahkan seorang guru SMA/SMK, harus mendapat persetujuan dari pemerintah provinsi. Sedangkan untuk guru SD/SMP menjadi wewenang pemerintah kota/kabupaten.

Pengamat Pendidikan dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji menilai, semangat rotasi dan mutasi sesuai dengan wacana pemerataan distribusi guru berkualitas. Dengan demikian, pemerintah daerah sepantasnya mendukung kebijakan tersebut. Menurut dia, pemerintah pusat, daerah dan guru harus memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan pendidikan dasar dan menengah.

“Tapi saya tak yakin bisa berjalan lancar. Karena berpotensi terbentur otonomi daerah. Selama ini kebijakan pemerintah pusat sering lemah pada implementasi, kepala daerah tidak punya komitmen yang sama kuatnya, atau setidaknya berbeda pandangan tentang bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan,” kata Indra dihubungi via telfon di Jakarta, Jumat 13 Juli 2018.

Ia menuturkan, rotasi dan mutasi berfungsi untuk memetakan kebutuhan guru di setiap daerah. Bukan hanya untuk memeratakan distribusi guru kualitas. Menurut dia, saat ini, data pasti distribusi guru masih menjadi perdebatan antara pemerintah dan organisasi guru seperti PGRI. Ia berharap, sebagai aparatur sipil negara (ASN), guru seharusnya siap ditempatkan dan mengabdi di mana saja.

“Mutasi guru juga dapat menyelesaikan persoalan persebaran guru yang belum merata. Lihat data pokok pendidikan (Dapodik), buat peta kebutuhan guru, agar tahu betul daerah mana yang kurang, dan berlebih guru. Kebijakan mutasi guru ini sebaiknya dibahas khusus dalam rembuk nasional (Rembuknas) pendidikan agar ada komitmen bersama yang kuat dengan daerah,” ujarnya.

Sangat penting

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan, rotasi dan mutasi guru sangat penting untuk mendukung penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).  Menurut dia, mutasi dan rotasi akan dilakukan secara rutin dan berkelanjutan berdasarkan kebutuhan sekolah di setiap daerah.

“PPDB berbasis zonasi ini bukan kebijakan yang berdiri sendiri, tapi berkaitan dengan kebijakan lain. Seperti program pemerataan distribusi guru, menghitung anggaran yang tepat untuk mengucurkan bantuan dan masih banyak lagi,” ucap Muhadjir.

Ia mengatakan, aturan perpindahan akan ditentukan pada jenjang apa guru yang bersangkutan mengajar. Untuk guru SMA/SMK sederajat, mutasi sangat mungkin dilakukan antarsekolah di dalam satu provinsi. Untuk guru SD/SMP, perputaran guru dilakukan antarsekolah di dalam lingkup kabupaten/kota. Menurut dia, ke depan, sangat memungkinkan mutasi dilakukan antarkabupaten atau antarprovinsi sesuai dengan kebutuhan.

“Selama ini kanguru itu selalu menetap, di sekolah tertentu tidak pindah-pindah. Ke depannya tidak bisa seperti itu, harus ada perputaran, jadi antara sekolah itu akan ada pergantian guru,” ucapnya.

Muhadjir berharap, seorang guru yang berkualitas dapat mendorong dan memandu guru lain di sekolah yang baru agar mutu para guru di tempat baru dapat ikut meningkat. Kemendikbud juga berkomitmen untuk terus membangun sarana dan prasarana fisik sekolah selain kebijakan memeratakan kualitas guru. “Ke depanya guru yang bagus tidak akan menumpuk di satu sekolah,” ujarnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2KWwHPd
via IFTTT

Kamis, 12 Juli 2018

Siswa yang tak Diterima di Sekolah Negeri akan Dibantu

SEJUMLAH  orangtua murid dan perwakilan organisasi masyarakat (ormas) mendatangi Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung untuk mengadukan persoalan penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kamis (12/7). Perwakilan pengunjuk rasa dan orangtua murid diterima oleh Sekretaris Disdik Kota Bandung Mia Rumiasari dalam forum mediasi.

Mia mengatakan usai menerima langsung keluhan orangtua siswa, pihaknya berjanji akan membantu calon siswa yang tidak diterima bersekolah di sekolah negeri. Sehingga para siswa ini tetap bisa menuntut ilmu.

Insya Allah kita akan akomodasi tapi tuntutan semua masuk ke negeri tidak mungkin karena aturannya sudah sangat jelas kalau di negeri kan sudah selesai. Kita akan coba nanti kerjasama dengan sekolah swasta,” kata Mia kepada wartawan.

Mia menuturkan bantuan yang bisa diberikan Disdik Kota Bandung adalah menyalurkan ke sekolah-sekolah swasta. Serta bantuan terutama dari segi biaya yang harus dibayarkan untuk bersekolah di swasta.

Hal ini dikarenakan, kata dia, banyak keluhan yang disampaikan orangtua murid mengenai biaya sekolah di sekolah swasta. Pihaknya akan berkomunikasi kepada sekolah swasta di Kota Bandung untuk memberikan keringanan pembiayaan. Di antaranya agar biaya masuk bisa dicicil sesuai kemampuan orangtua siswa.

Sementara untuk siswa yang Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP), kata dia, Pemkot Bandung sudah memiliki bantuan melalui hibah. Data RMP pun sudah ada di Dinas Sosial dan bisa langsung diberikan.

“Kalau RMP, Pemkot Bandung sudah ada pola untuk bantuan. Tapi untuk yang kahawatir kuota sudah ditutup kita akan lakukan komunikasi. Pada prinsipnya, semua yang tidak diterima di sekolah negeri Insya Allah akan sekolah walaupun di sekolah swasta,” tuturnya.

Ia mengaku Disdik Kota Bandung telah menurunkan tim untuk mengawal dan mendampingi peserta didik mendaftat di sekolah swasta. Agar sekolah swasta tidak langsung meminta biaya tunai ke pendaftar.

Ia menyebutkan tahun ini memang keluhan yang paling banyak disampaikan ialah terkait zonasi. Kuota zonasi sebesar 90 persen dikeluhkan oleh masyarakat yang merasa tidak terakomodasi.  Serta orangtua yang mengeluhkan nilai ujian tinggi namun tidak masuk ke sekolah negeri pilihannya.

“Sampai hari ini laporan secara keseluruhan ini kita pilah antara masyarakat yang perlu informasi dan pengaduan kalau ditotal ada 700an,” ucapnya.

Karenanya, kata dia, hasil dari pelaksanaan kebijakan ini akan dilaporkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hasilnya akan dievaluasi ke depannya agar PPDB tahun mendatang bisa lebih baik lagi pelaksanaannya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2JjBOmK
via IFTTT

SEJUMLAH  orangtua murid dan perwakilan organisasi masyarakat (ormas) mendatangi Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung untuk mengadukan persoalan penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kamis (12/7). Perwakilan pengunjuk rasa dan orangtua murid diterima oleh Sekretaris Disdik Kota Bandung Mia Rumiasari dalam forum mediasi.

Mia mengatakan usai menerima langsung keluhan orangtua siswa, pihaknya berjanji akan membantu calon siswa yang tidak diterima bersekolah di sekolah negeri. Sehingga para siswa ini tetap bisa menuntut ilmu.

Insya Allah kita akan akomodasi tapi tuntutan semua masuk ke negeri tidak mungkin karena aturannya sudah sangat jelas kalau di negeri kan sudah selesai. Kita akan coba nanti kerjasama dengan sekolah swasta,” kata Mia kepada wartawan.

Mia menuturkan bantuan yang bisa diberikan Disdik Kota Bandung adalah menyalurkan ke sekolah-sekolah swasta. Serta bantuan terutama dari segi biaya yang harus dibayarkan untuk bersekolah di swasta.

Hal ini dikarenakan, kata dia, banyak keluhan yang disampaikan orangtua murid mengenai biaya sekolah di sekolah swasta. Pihaknya akan berkomunikasi kepada sekolah swasta di Kota Bandung untuk memberikan keringanan pembiayaan. Di antaranya agar biaya masuk bisa dicicil sesuai kemampuan orangtua siswa.

Sementara untuk siswa yang Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP), kata dia, Pemkot Bandung sudah memiliki bantuan melalui hibah. Data RMP pun sudah ada di Dinas Sosial dan bisa langsung diberikan.

“Kalau RMP, Pemkot Bandung sudah ada pola untuk bantuan. Tapi untuk yang kahawatir kuota sudah ditutup kita akan lakukan komunikasi. Pada prinsipnya, semua yang tidak diterima di sekolah negeri Insya Allah akan sekolah walaupun di sekolah swasta,” tuturnya.

Ia mengaku Disdik Kota Bandung telah menurunkan tim untuk mengawal dan mendampingi peserta didik mendaftat di sekolah swasta. Agar sekolah swasta tidak langsung meminta biaya tunai ke pendaftar.

Ia menyebutkan tahun ini memang keluhan yang paling banyak disampaikan ialah terkait zonasi. Kuota zonasi sebesar 90 persen dikeluhkan oleh masyarakat yang merasa tidak terakomodasi.  Serta orangtua yang mengeluhkan nilai ujian tinggi namun tidak masuk ke sekolah negeri pilihannya.

“Sampai hari ini laporan secara keseluruhan ini kita pilah antara masyarakat yang perlu informasi dan pengaduan kalau ditotal ada 700an,” ucapnya.

Karenanya, kata dia, hasil dari pelaksanaan kebijakan ini akan dilaporkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hasilnya akan dievaluasi ke depannya agar PPDB tahun mendatang bisa lebih baik lagi pelaksanaannya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2JjBOmK
via IFTTT

Kemendikbud Gelar Apreasiasi Guru dan Tenaga Kependidikan

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) PAUD dan Dikmas Berprestasi dan Berdedikasi Tahun 2018, untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas). Melalui ajang tersebut, Kemendikbud memberikan penghargaan atas prestasi dan dedikasi para pendidik dan tenaga kependidikan PAUD dan Dikmas tanah air.

Direktur Jenderal PAUD dan Dikmas, Harris Iskandar mengatakan, kegiatan tersebut telah berlangsung sejak tanggal 8 hingga 14 Juli 2018 mendatang di Pontianak. Melalui forum apresiasi ini juga diharapkan bisa menjadi wahana komunikasi untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk GTK PAUD dan Dikmas dari seluruh nusantara.

“Kegiatan ini juga dalam rangka memotivasi, meningkatkan kompetensi, profesionalisme, kreativitas, inovasi. Sekaligus momentum merajut nasionalisme dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkap Harris di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (12/7).

Harris menyampaikan, semua negara berlomba-lomba untuk melakukan investasi pendidikan anak sejak dini. Karena modal sosial yang dihasilkan nantinya, dipercaya dapat memberi dampak yang baik bagi kesejahteraan bangsa.

“Pendidikan anak usia dini minimal satu tahun pra SD,” tegas dia.

Salah satu lomba yang berlangsung hari ini, Kamis (12/7) yakni Senam Kreasi Daerah. Berbagai kontingen unjuk gigi menampilkan senam khas daerah masing-masing.

Yudi Arisandi, salah satu peserta dari kontingen Nusa Tenggara Barat (NTB) mengatakan, untuk lomba senam kreasi kontingen NTB menyajikan senam yang gerakannya diadopsi dari tarian-tarian tiga suku besar di NTB yaitu suku Sasak, Samawa, dan Mbojo. Senam tersebut memberi pesan keberagaman.

“Kalau maknanya sendiri, dengan senam tadi ya menggambarkan keberagaman yang berada di NTB, menggambarkan sopan santun warganya dan lain-lain,” kata Yudi.

Dia berharap, dengan adanya Apresiasi GTK PAUD dan Dikmas ini bisa benar-benar mengeksplor dan mengembangkan potensi tutor dan guru diberbagai daerah.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2zJqYHx
via IFTTT

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) PAUD dan Dikmas Berprestasi dan Berdedikasi Tahun 2018, untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas). Melalui ajang tersebut, Kemendikbud memberikan penghargaan atas prestasi dan dedikasi para pendidik dan tenaga kependidikan PAUD dan Dikmas tanah air.

Direktur Jenderal PAUD dan Dikmas, Harris Iskandar mengatakan, kegiatan tersebut telah berlangsung sejak tanggal 8 hingga 14 Juli 2018 mendatang di Pontianak. Melalui forum apresiasi ini juga diharapkan bisa menjadi wahana komunikasi untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk GTK PAUD dan Dikmas dari seluruh nusantara.

“Kegiatan ini juga dalam rangka memotivasi, meningkatkan kompetensi, profesionalisme, kreativitas, inovasi. Sekaligus momentum merajut nasionalisme dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkap Harris di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (12/7).

Harris menyampaikan, semua negara berlomba-lomba untuk melakukan investasi pendidikan anak sejak dini. Karena modal sosial yang dihasilkan nantinya, dipercaya dapat memberi dampak yang baik bagi kesejahteraan bangsa.

“Pendidikan anak usia dini minimal satu tahun pra SD,” tegas dia.

Salah satu lomba yang berlangsung hari ini, Kamis (12/7) yakni Senam Kreasi Daerah. Berbagai kontingen unjuk gigi menampilkan senam khas daerah masing-masing.

Yudi Arisandi, salah satu peserta dari kontingen Nusa Tenggara Barat (NTB) mengatakan, untuk lomba senam kreasi kontingen NTB menyajikan senam yang gerakannya diadopsi dari tarian-tarian tiga suku besar di NTB yaitu suku Sasak, Samawa, dan Mbojo. Senam tersebut memberi pesan keberagaman.

“Kalau maknanya sendiri, dengan senam tadi ya menggambarkan keberagaman yang berada di NTB, menggambarkan sopan santun warganya dan lain-lain,” kata Yudi.

Dia berharap, dengan adanya Apresiasi GTK PAUD dan Dikmas ini bisa benar-benar mengeksplor dan mengembangkan potensi tutor dan guru diberbagai daerah.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2zJqYHx
via IFTTT

PPDB 2018, Ridwan Kamil Akan Telusuri Penggunaan SKTM Palsu

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil (ANTARA News)

WALI  Kota Bandung, Ridwan Kamil menyatakan, akan menelusuri penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dijadikan “senjata” untuk bisa lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

“Saya setelah ini akan melakukan kajian apakah ada SKTM-SKTM palsu yang dimanfaatkan tidak semestinya, itu kan ranahnya pidana 6 tahun. Maka kita akan lakukan telaahan jika itu memang ada laporan-laporan yang merugikan masyarakat,” ujarnya di Pendopo, Kamis, 12 Juli 2018, seperti dilansir Kantor Berita Antara.

Hingga saat ini, ia mengaku belum menemukan laporan-laporan mengenai adanya penggunaan SKTM palsu yang dijadikan alat agar siswa lolos dalam proses PPDB.

Namun apabila dinas pendidikan maupun masyarakat melaporkan adanya SKTM palsu, ia mengaku akan langsung menindaklanjuti. “Iya (ditindak tegas), tapi saya belum dapat laporan,” ucapnya.

Di sisi lain, pria yang akrab disapa Emil ini menyebutkan dalam proses PPDB 2018, para orang tua tidak perlu resah apabila anaknya tidak lolos ke sekolah negeri.

Mereka bisa memanfaatkan sekolah swasta yang sudah bekerja sama dengan Pemkot Bandung, untuk mendapatkan layanan yang serupa dengan di negeri yakni pembebasan segala bentuk biaya.

“Ya swasta yang bekerja sama dengan Pemkot. Kan harus MoU-an dulu, ga semua swasta, tapi itu sudah dari tahun lalu,” ujarnya.

Emil menduga permasalahan PPDB bukan ada di sistem zonasi, namun dari kuota 90 persen yang ditetapkan dalam aturan tahun 2018.

Untuk itu, ia akan menyampaikan evaluasi kepada pihak terkait untuk mengkaji ulang aturan kuota 90 persen.

“Karena tahun lalu relatif lebih baik, karena presentase tidak setinggi itu. Jadi saya amati dinamikanya, saya duga angkanya 90 persen itu yang menjadi kendala,” tuturnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2mfZpMg
via IFTTT

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil (ANTARA News)

WALI  Kota Bandung, Ridwan Kamil menyatakan, akan menelusuri penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dijadikan “senjata” untuk bisa lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

“Saya setelah ini akan melakukan kajian apakah ada SKTM-SKTM palsu yang dimanfaatkan tidak semestinya, itu kan ranahnya pidana 6 tahun. Maka kita akan lakukan telaahan jika itu memang ada laporan-laporan yang merugikan masyarakat,” ujarnya di Pendopo, Kamis, 12 Juli 2018, seperti dilansir Kantor Berita Antara.

Hingga saat ini, ia mengaku belum menemukan laporan-laporan mengenai adanya penggunaan SKTM palsu yang dijadikan alat agar siswa lolos dalam proses PPDB.

Namun apabila dinas pendidikan maupun masyarakat melaporkan adanya SKTM palsu, ia mengaku akan langsung menindaklanjuti. “Iya (ditindak tegas), tapi saya belum dapat laporan,” ucapnya.

Di sisi lain, pria yang akrab disapa Emil ini menyebutkan dalam proses PPDB 2018, para orang tua tidak perlu resah apabila anaknya tidak lolos ke sekolah negeri.

Mereka bisa memanfaatkan sekolah swasta yang sudah bekerja sama dengan Pemkot Bandung, untuk mendapatkan layanan yang serupa dengan di negeri yakni pembebasan segala bentuk biaya.

“Ya swasta yang bekerja sama dengan Pemkot. Kan harus MoU-an dulu, ga semua swasta, tapi itu sudah dari tahun lalu,” ujarnya.

Emil menduga permasalahan PPDB bukan ada di sistem zonasi, namun dari kuota 90 persen yang ditetapkan dalam aturan tahun 2018.

Untuk itu, ia akan menyampaikan evaluasi kepada pihak terkait untuk mengkaji ulang aturan kuota 90 persen.

“Karena tahun lalu relatif lebih baik, karena presentase tidak setinggi itu. Jadi saya amati dinamikanya, saya duga angkanya 90 persen itu yang menjadi kendala,” tuturnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2mfZpMg
via IFTTT

Kemendikbud Akan Lakukan Evaluasi PPDB Sistem Zonasi

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyatakan akan segera melakukan perbaikan dari sistem Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Pasalnya, dengan sistem zonasi proses pendaftaran sekolah banyak dikeluhkan masyarakat.

Adapun sistem zonasi ditetapkan pemerintah sebagai upaya pemerataan akses pendidikan dan menghilangkan status sekolah favorit atau bukan. Setiap sekolah diharuskan menerima minimal 90% siswa dari area sekitarnya, dan hanya 5% kuota untuk calon siswa dari luar zona.

Dengan zonasi, siswa diarahkan memilih sekolah negeri yang dekat dengan rumah. Sekolah bagus juga “dipaksa” menerima siswa dengan prestasi rendah, yang tinggal di dekat lokasinya untuk mengurangi beban biaya transportasi dan menciptakan keadilan akses pendidikan.

Kendati demikian, sistem ini tak sepenuhnya diikuti oleh pemerintah daerah (pemda), yang bahkan membuat sistem dengan pembagian persentase jalur penerimaan tak sesuai ketentuan, penambahan poin, memakai sistem 3 gelombang penerimaan hingga menetapkan jalur-jalur khusus berdasar pertimbangan tertentu.

Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang menyatakan, evaluasi sistem dilakukan sejak Juli ini sehingga diharapkan pada tahun ajaran baru selanjutnya tak lagi mengulangi permasalahan yang sama.

“Kami akan kumpulkan mana juknis (petunjuk teknis) yang tidak sesuai, lalu kami intervensi yang harus dilakukan pemerintah daerah, ini untuk persoalan zonasi. Kalau ada soal kondisi geografis kami juga akan peta-kan. Kami lakukan bulan ini, berharap Desember itu sudah selesai,” jelasnya saat berbincang dengan media di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Kamis (5/7/2018).

Menurutnya, sistem yang berbeda-beda dan tak sesuai ketentuan pemerintah pusat ini, dikarenakan ketidakpahaman Pemda saat menentukan zonasi.

Dia menggambarkan, penentuan zonasi seperti dalam 4 kelurahan terdapat 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN). Jika jumlah rombongan belajar (siswa) sekitar melebihi 90% yang harus diterima, maka jumlah sekolah diperluas menjadi 4 SDN. Begitu pun sebaliknya, jika jumlah siswa tak mencapai 90%, maka jumlah kelurahan diperluas menjadi 4 dari sebelumnya 3 kelurahan.

“Ini yang enggak dilakukan pemda , jadi pemda masih berbeda-beda. Kami memandang sejauh ini, Pemda masih bingung mencari bentuknya seperti apa zonasi secara ideal. Padahal bisa dihitung dari jarak atau pemetaan,” katanya.

Dia menjelaskan, dengan sistem zonasi maka terdapat pemerataan pada pendidikan. Di mana tak ada lagi jalur inklusi, mandiri dan sebagainya, kendati menjadi satu sebagai jalur umum dengan minimum 90% siswa sekitar yang diterima. Serta terdapat 5% siswa berprestasi yang diterima dari luar zonasi.

“Prinsipnya dekatkan anak dengan sekolah, jangan dikalahkan dengan nilai. Jaraknya sama tapi nilainya beda, itu baru ditentukan pakai nilai. Kalau ternyata nilai sama, jarak sama, maka ditentukan siapa duluan yang daftar,” jelasnya.

Menurutnya penghapusan sistem sekolah favorit ini memang butuh waktu bertahap, kendati demikian Pemda tetap didorong untuk mulai menerapkan PPDB sesuai dengan aturan.

“Berharap ini bisa bertahap, tetapi peningkatan kepatuhan terhadap regulasi dari pusat juga harus dilakukan. Sehingga mereka (Pemda) saat tetapkan juknis lagi tahun mendatang, itu semakin mendekati arah kepatuhan,” katanya.(news.okezone.com)

 



from Siap Belajar https://ift.tt/2zwCPZa
via IFTTT

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyatakan akan segera melakukan perbaikan dari sistem Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Pasalnya, dengan sistem zonasi proses pendaftaran sekolah banyak dikeluhkan masyarakat.

Adapun sistem zonasi ditetapkan pemerintah sebagai upaya pemerataan akses pendidikan dan menghilangkan status sekolah favorit atau bukan. Setiap sekolah diharuskan menerima minimal 90% siswa dari area sekitarnya, dan hanya 5% kuota untuk calon siswa dari luar zona.

Dengan zonasi, siswa diarahkan memilih sekolah negeri yang dekat dengan rumah. Sekolah bagus juga “dipaksa” menerima siswa dengan prestasi rendah, yang tinggal di dekat lokasinya untuk mengurangi beban biaya transportasi dan menciptakan keadilan akses pendidikan.

Kendati demikian, sistem ini tak sepenuhnya diikuti oleh pemerintah daerah (pemda), yang bahkan membuat sistem dengan pembagian persentase jalur penerimaan tak sesuai ketentuan, penambahan poin, memakai sistem 3 gelombang penerimaan hingga menetapkan jalur-jalur khusus berdasar pertimbangan tertentu.

Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang menyatakan, evaluasi sistem dilakukan sejak Juli ini sehingga diharapkan pada tahun ajaran baru selanjutnya tak lagi mengulangi permasalahan yang sama.

“Kami akan kumpulkan mana juknis (petunjuk teknis) yang tidak sesuai, lalu kami intervensi yang harus dilakukan pemerintah daerah, ini untuk persoalan zonasi. Kalau ada soal kondisi geografis kami juga akan peta-kan. Kami lakukan bulan ini, berharap Desember itu sudah selesai,” jelasnya saat berbincang dengan media di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Kamis (5/7/2018).

Menurutnya, sistem yang berbeda-beda dan tak sesuai ketentuan pemerintah pusat ini, dikarenakan ketidakpahaman Pemda saat menentukan zonasi.

Dia menggambarkan, penentuan zonasi seperti dalam 4 kelurahan terdapat 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN). Jika jumlah rombongan belajar (siswa) sekitar melebihi 90% yang harus diterima, maka jumlah sekolah diperluas menjadi 4 SDN. Begitu pun sebaliknya, jika jumlah siswa tak mencapai 90%, maka jumlah kelurahan diperluas menjadi 4 dari sebelumnya 3 kelurahan.

“Ini yang enggak dilakukan pemda , jadi pemda masih berbeda-beda. Kami memandang sejauh ini, Pemda masih bingung mencari bentuknya seperti apa zonasi secara ideal. Padahal bisa dihitung dari jarak atau pemetaan,” katanya.

Dia menjelaskan, dengan sistem zonasi maka terdapat pemerataan pada pendidikan. Di mana tak ada lagi jalur inklusi, mandiri dan sebagainya, kendati menjadi satu sebagai jalur umum dengan minimum 90% siswa sekitar yang diterima. Serta terdapat 5% siswa berprestasi yang diterima dari luar zonasi.

“Prinsipnya dekatkan anak dengan sekolah, jangan dikalahkan dengan nilai. Jaraknya sama tapi nilainya beda, itu baru ditentukan pakai nilai. Kalau ternyata nilai sama, jarak sama, maka ditentukan siapa duluan yang daftar,” jelasnya.

Menurutnya penghapusan sistem sekolah favorit ini memang butuh waktu bertahap, kendati demikian Pemda tetap didorong untuk mulai menerapkan PPDB sesuai dengan aturan.

“Berharap ini bisa bertahap, tetapi peningkatan kepatuhan terhadap regulasi dari pusat juga harus dilakukan. Sehingga mereka (Pemda) saat tetapkan juknis lagi tahun mendatang, itu semakin mendekati arah kepatuhan,” katanya.(news.okezone.com)

 



from Siap Belajar https://ift.tt/2zwCPZa
via IFTTT

Rabu, 11 Juli 2018

Penguatan Pendidikan Karakter Harus Lewat Keteladanan

Ilustrasi (syahsmkn2tb.wordpress.com)

PENDIDIKAN  karakter sudah digaungkan Presiden Joko Widodo sejak awal kepemimpinannya. Tapi, alih-alih memberikan teladan, sebagian besar masyarakat masih merasa pendidikan karakter cukup dilakukan lewat ceramah.

Hal itu sedikit banyak membuat pendidikan karakter belum terlaksana sempurna. Salah kaprah pendidikan karakter, besar atau kecil tentu berimplikasi kepada masih jauhnya Revolusi Mental yang menjadi tujuan pendidikan karakter.

Untuk itu, jelas diperlukan penguatan dari pendidikan karakter yang sampai saat ini didegungkan. Termasuk, melalui guru-guru bimbingan konseling atau BK yang menjadi titik vital perubahan generasi muda, terutama kepada siswa-siswa.

Plt Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Hamid Muhammad, menekankan guru-guru BK akan terus didorong mengoptimalkan peran. Terutama, di bidang-bidang yang telah dirumuskan di Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014.

Ia merasa, dorongan itu sekaligus bertujuan menghapus stigma yang selama ini menempel atau ditempelkan kepada guru-guru BK. Yaitu, sebagai petugas yang menangani anak-anak bermasalah.

Penguatan pendidikan karakter contohnya, yang selama ini menempatkan guru-guru BK setelah penyimpangan-penyimpangan anak terjadi. Padahal, peran itu harusnya bersifat preventif, pencegahan, dan pengarah potensi-potensi anak.

“Penguatan pendidikan karakter bukan diajarkan saja, diartikan, dibiasakan, didisiplinkan, dan budayakan, kalau hanya diajarkan itu akan jadi pengetahuan karakter, bukan pendidikan karakter,” kata Hamid, di Grand Keisha Hotel, Rabu (11/7).

Itu diungkapkan Hamid usai memberikan arahan dalam Rakernas Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (Abkin). Karenanya, ia mengakui Kemendikbud sampai saat ini terus meminta sekolah-sekolah mengubah pola pikir itu.

Kemendikbud, lanjut Hamid, meminta sekolah-sekolah tidak cuma memberikan penguatan pendidikan karakter melalui ceramah-ceramah. Tapi, membudayakannya melalui teladan-teladan. “Jadi pendidikan karakter itu melalui keteladanan, bukan suruhan-suruhan,” ujar Hamid.

Untuk itu, ia merasa guru-guru Bimbingan Konseling (BK) memiliki posisi vital dalam penguatan pendidikan karakter. Hamid berharap, ke depan peran-peran itu lebih dioptimalkan, terutama dalam penguatan pendidikan karakter di sekolah-sekolah.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2L6KVsR
via IFTTT

Ilustrasi (syahsmkn2tb.wordpress.com)

PENDIDIKAN  karakter sudah digaungkan Presiden Joko Widodo sejak awal kepemimpinannya. Tapi, alih-alih memberikan teladan, sebagian besar masyarakat masih merasa pendidikan karakter cukup dilakukan lewat ceramah.

Hal itu sedikit banyak membuat pendidikan karakter belum terlaksana sempurna. Salah kaprah pendidikan karakter, besar atau kecil tentu berimplikasi kepada masih jauhnya Revolusi Mental yang menjadi tujuan pendidikan karakter.

Untuk itu, jelas diperlukan penguatan dari pendidikan karakter yang sampai saat ini didegungkan. Termasuk, melalui guru-guru bimbingan konseling atau BK yang menjadi titik vital perubahan generasi muda, terutama kepada siswa-siswa.

Plt Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Hamid Muhammad, menekankan guru-guru BK akan terus didorong mengoptimalkan peran. Terutama, di bidang-bidang yang telah dirumuskan di Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014.

Ia merasa, dorongan itu sekaligus bertujuan menghapus stigma yang selama ini menempel atau ditempelkan kepada guru-guru BK. Yaitu, sebagai petugas yang menangani anak-anak bermasalah.

Penguatan pendidikan karakter contohnya, yang selama ini menempatkan guru-guru BK setelah penyimpangan-penyimpangan anak terjadi. Padahal, peran itu harusnya bersifat preventif, pencegahan, dan pengarah potensi-potensi anak.

“Penguatan pendidikan karakter bukan diajarkan saja, diartikan, dibiasakan, didisiplinkan, dan budayakan, kalau hanya diajarkan itu akan jadi pengetahuan karakter, bukan pendidikan karakter,” kata Hamid, di Grand Keisha Hotel, Rabu (11/7).

Itu diungkapkan Hamid usai memberikan arahan dalam Rakernas Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (Abkin). Karenanya, ia mengakui Kemendikbud sampai saat ini terus meminta sekolah-sekolah mengubah pola pikir itu.

Kemendikbud, lanjut Hamid, meminta sekolah-sekolah tidak cuma memberikan penguatan pendidikan karakter melalui ceramah-ceramah. Tapi, membudayakannya melalui teladan-teladan. “Jadi pendidikan karakter itu melalui keteladanan, bukan suruhan-suruhan,” ujar Hamid.

Untuk itu, ia merasa guru-guru Bimbingan Konseling (BK) memiliki posisi vital dalam penguatan pendidikan karakter. Hamid berharap, ke depan peran-peran itu lebih dioptimalkan, terutama dalam penguatan pendidikan karakter di sekolah-sekolah.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2L6KVsR
via IFTTT

Selasa, 10 Juli 2018

Temukan Empat Kelemahan Sistem Zonasi PPDB, FSGI Usul Revisi Permendikbud

PPDB 2018 menggunakan sistem zonasi.(pikiran-rakyat.com)

SISTEM zonasi masih tak maksimal diterapkan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Soalnya aturan yang terangkum dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB masih lemah.

Hal tersebut memicu terjadinya beragam praktik kecurangan yang merugikan siswa dan orang tua. Dengan demikian, jika tak direvisi, tujuan pemerataan akses dan mutu pendidikan secara nasional sulit tercapai. Baik di jenjang sekolah dasar dan menengah.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, ada empat kelemahan dalam Permendikbud tersebut. Lalu berdampak signifikan pada penerapan sistem zonasi.

Yakni, tentang biaya pada Pasal 19 ayat 1 dan 3, dan Pasal 16 ayat 1 dan 2 tentang radius atau domisili peserta dengan sekolah. Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo menegaskan, lemahnya aturan membuat PPDB 2018 tetap menimbulkan masalah seperti tahun lalu.

Ia mencontohkan, daya tampung sekolah tak seimbang dengan jumlah pendaftar menimbulkan beragam praktik kecurangan. Di antaranya melalui penyalahgunaan fungsi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) oleh sejumlah oknum. Ia menegaskan, lemahnya aturan yang menjelaskan keterbatasan daya tampung sekolah kerap diakali dengan memanipulasi SKTM.

“(Harus direvisi) agar keterbatasan daya tampung yang ada bisa diterima oleh peserta alih jenjang dengan syarat-syarat tertentu. PPDB yang tujuan utamanya untuk pemerataan dan meminimalisir mobilitas siswa ke sekolah tertentu, banyak menuai masalah. Misalnya muncul PPDB jalur mandiri, seperti yang terjadi di Lampung, jalur SKTM di Jawa Tengah, jalur masyarakat prasejahtera di Jawa Barat, dan lain-lain,” kata Heru di Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.

Ia mencontohkan, kelemahan pada pasal 16 ayat 1 terjadi pada kasus di Solo. Bunyi pasal tersebut yang membatasi sekolah-sekolah negeri di pusat kota menyebabkan beberapa sekolah kekurangan murid sehingga bisa merugikan guru. “Tetapi berbeda dengan tiga kecamatan yang menjadi satu zona di mana SMA negerinya hanya ada satu. Sehingga siswa alih jenjang yang berada paling jauh dari sekolah tidak ada peluang untuk diterima. Kondisi ini terjadi di Kecamatan Jepon, Jiken dan Bogorejo, Jawa Tengah,” ujar Heru.

Revisi Permendikbud PPDB

Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim menyatakan, atas beragam kasus tersebut, FSGI merekomendasikan perbaikan pada Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.

Pertama, perlunya perbaikan pada Bab III bagian ke 6 tentang khususnya pada pasal 19 ayat 1 – 3  sehingga tidak menimbulkan kerancuan-kerancuan dalam alih jenjang baik dari SMP ke SMAN / SMKN dalam bentuk PPDB jalur SKTM.

“Perbaikannya bisa dengan membuat Surat Edaran Mendikbud untuk menjelaskan pasal-pasal bermasalah tersebut secara gamblang. Sebab untuk perbaikan Permendikbud tentu membutuhkan waktu agak lama,” ujarnya.

Kedua, perlunya penegasan pada pasal 16 ayat 2 dalam migrasi dukcapil dalam satu KK paling lambat 6 bulan. Pasalnya mutasi dinas orang tuanya/kerja/pindah pemukiman. sehingga secara administrasi kependudukan tetap berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi keluarga tersebut.

Ketiga, Kemendikbud bersama dinas pendidikan terkait segera memetakan kembali sistem zonasi secara cermat. Sampai tingkat kelurahan/desa, meningkatkan sarana pendidikan untuk alih jenjang agar terjadi pemerataan pendidikan, meningkatkan anggaran pendidikan untuk kemajuan peandidikan dasar dan menengah sehingga problem pendidikan selama ini bisa berangsur-angsur mengalami peningkatan secara kualitatif dan berkeadilan.

“Keempat kami mengimbau kepada para orang tua dan pengurus RT/RW agar bersikap dan bertindak jujur untuk mendapatkan/mengeluarkan SKTM. Kasus meningkatkanya pembuatan SKTM oleh oknum orang tua yang ternyata adalah keluarga yang mampu demi bisa bersekolah di sekolah favorit tertentu, sangat merugikan bagi siswa-siswa lain yang secara nilai sangat memungkinkan untuk diterima di sekolah tersebut,” ujarnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2KYSaX3
via IFTTT

PPDB 2018 menggunakan sistem zonasi.(pikiran-rakyat.com)

SISTEM zonasi masih tak maksimal diterapkan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Soalnya aturan yang terangkum dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB masih lemah.

Hal tersebut memicu terjadinya beragam praktik kecurangan yang merugikan siswa dan orang tua. Dengan demikian, jika tak direvisi, tujuan pemerataan akses dan mutu pendidikan secara nasional sulit tercapai. Baik di jenjang sekolah dasar dan menengah.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, ada empat kelemahan dalam Permendikbud tersebut. Lalu berdampak signifikan pada penerapan sistem zonasi.

Yakni, tentang biaya pada Pasal 19 ayat 1 dan 3, dan Pasal 16 ayat 1 dan 2 tentang radius atau domisili peserta dengan sekolah. Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo menegaskan, lemahnya aturan membuat PPDB 2018 tetap menimbulkan masalah seperti tahun lalu.

Ia mencontohkan, daya tampung sekolah tak seimbang dengan jumlah pendaftar menimbulkan beragam praktik kecurangan. Di antaranya melalui penyalahgunaan fungsi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) oleh sejumlah oknum. Ia menegaskan, lemahnya aturan yang menjelaskan keterbatasan daya tampung sekolah kerap diakali dengan memanipulasi SKTM.

“(Harus direvisi) agar keterbatasan daya tampung yang ada bisa diterima oleh peserta alih jenjang dengan syarat-syarat tertentu. PPDB yang tujuan utamanya untuk pemerataan dan meminimalisir mobilitas siswa ke sekolah tertentu, banyak menuai masalah. Misalnya muncul PPDB jalur mandiri, seperti yang terjadi di Lampung, jalur SKTM di Jawa Tengah, jalur masyarakat prasejahtera di Jawa Barat, dan lain-lain,” kata Heru di Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.

Ia mencontohkan, kelemahan pada pasal 16 ayat 1 terjadi pada kasus di Solo. Bunyi pasal tersebut yang membatasi sekolah-sekolah negeri di pusat kota menyebabkan beberapa sekolah kekurangan murid sehingga bisa merugikan guru. “Tetapi berbeda dengan tiga kecamatan yang menjadi satu zona di mana SMA negerinya hanya ada satu. Sehingga siswa alih jenjang yang berada paling jauh dari sekolah tidak ada peluang untuk diterima. Kondisi ini terjadi di Kecamatan Jepon, Jiken dan Bogorejo, Jawa Tengah,” ujar Heru.

Revisi Permendikbud PPDB

Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim menyatakan, atas beragam kasus tersebut, FSGI merekomendasikan perbaikan pada Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.

Pertama, perlunya perbaikan pada Bab III bagian ke 6 tentang khususnya pada pasal 19 ayat 1 – 3  sehingga tidak menimbulkan kerancuan-kerancuan dalam alih jenjang baik dari SMP ke SMAN / SMKN dalam bentuk PPDB jalur SKTM.

“Perbaikannya bisa dengan membuat Surat Edaran Mendikbud untuk menjelaskan pasal-pasal bermasalah tersebut secara gamblang. Sebab untuk perbaikan Permendikbud tentu membutuhkan waktu agak lama,” ujarnya.

Kedua, perlunya penegasan pada pasal 16 ayat 2 dalam migrasi dukcapil dalam satu KK paling lambat 6 bulan. Pasalnya mutasi dinas orang tuanya/kerja/pindah pemukiman. sehingga secara administrasi kependudukan tetap berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi keluarga tersebut.

Ketiga, Kemendikbud bersama dinas pendidikan terkait segera memetakan kembali sistem zonasi secara cermat. Sampai tingkat kelurahan/desa, meningkatkan sarana pendidikan untuk alih jenjang agar terjadi pemerataan pendidikan, meningkatkan anggaran pendidikan untuk kemajuan peandidikan dasar dan menengah sehingga problem pendidikan selama ini bisa berangsur-angsur mengalami peningkatan secara kualitatif dan berkeadilan.

“Keempat kami mengimbau kepada para orang tua dan pengurus RT/RW agar bersikap dan bertindak jujur untuk mendapatkan/mengeluarkan SKTM. Kasus meningkatkanya pembuatan SKTM oleh oknum orang tua yang ternyata adalah keluarga yang mampu demi bisa bersekolah di sekolah favorit tertentu, sangat merugikan bagi siswa-siswa lain yang secara nilai sangat memungkinkan untuk diterima di sekolah tersebut,” ujarnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2KYSaX3
via IFTTT

Mendikbud akan Gabungkan Sekolah yang Kekurangan Siswa

SDN 2 Bojong(sukabumizone.com)

MENTERI  Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy akan melakukan regrouping atau relokasi bagi sekolah yang kekurangan siswa akibat sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini. Hal itu dilakukan untuk mengatasi ketimpangan jumlah peserta didik dalam PPDB 2018.

“Bisa regrouping atau relokasi. Sekarang sudah ada beberapa, misalnya Kota Solo. Ada rencana relokasi sekolah,” kata Muhadjir di Gedung A Kemendikbud Jakarta, Selasa (10/7).

Selain itu, kata Muhadjir, ada juga kebijakan regrouping guru atau mutasi guru dari sekolah tertentu lalu disebarkan. Kedua hal itu dilakukan untuk benar-benar memetakan kondisi di daerah. Terlebih di beberapa daerah ada yang mengalami kekurangan siswa, dan di daerah lain kelebihan siswa.

Adapun untuk sekolah yang kelebihan siswa, lanjut dia, pemerintah pun akan menambah jumlah sekolah di daerah tersebut. “Bahkan nanti kalau kami lihat yang terlalu mendesak, kami bisa bikin sekolah darurat. Jadi ketahuan, kebutuhan guru berapa. Karena sekarang kan sudah tidak bisa guru mengajar lebih dari satu sekolah,” jelas dia.

Selain persoalan tersebut, ia juga angkat bicara tentang maraknya aduan penyalahgunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dalam PPDB sistem zonasi. Dia mengaku, telah menginstruksikan kepada semua sekolah untuk memverifikasi SKTM yang masuk.

“Saya pastikan semua SKTM yang masuk di sekolah, harus verifikasi oleh sekolah masing-masing. Kemudian dicek di lapangan, kemudian harus ditetapkan, apabila dia memang terbukti bukan dari keluarga tidak mampu maka akan dicabut,” tegas Muhadjir.

Muhadjir mengatakan, selama ini memang ada beberapa masalah yang timbul akibat penyalahgunaan SKTM. Seperti adanya keluarga tidak mampu dari luar zona yang ingin masuk di suatu sekolah, lalu ditambah lagi ada yang sebetulnya bukan keluarga tidak mampu tapi memaksakan dirinya menjadi keluarga tidak mampu, dan kemudian mencari SKTM padahal dia tidak berhak mendapatkannya.

Kendati begitu, dia mengaku belum mengantongi jumlah pasti pelanggaran tersebut. Namun dia mengklaim jumlah pelanggaran tersebut tidak banyak.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2NHcfiV
via IFTTT

SDN 2 Bojong(sukabumizone.com)

MENTERI  Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy akan melakukan regrouping atau relokasi bagi sekolah yang kekurangan siswa akibat sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini. Hal itu dilakukan untuk mengatasi ketimpangan jumlah peserta didik dalam PPDB 2018.

“Bisa regrouping atau relokasi. Sekarang sudah ada beberapa, misalnya Kota Solo. Ada rencana relokasi sekolah,” kata Muhadjir di Gedung A Kemendikbud Jakarta, Selasa (10/7).

Selain itu, kata Muhadjir, ada juga kebijakan regrouping guru atau mutasi guru dari sekolah tertentu lalu disebarkan. Kedua hal itu dilakukan untuk benar-benar memetakan kondisi di daerah. Terlebih di beberapa daerah ada yang mengalami kekurangan siswa, dan di daerah lain kelebihan siswa.

Adapun untuk sekolah yang kelebihan siswa, lanjut dia, pemerintah pun akan menambah jumlah sekolah di daerah tersebut. “Bahkan nanti kalau kami lihat yang terlalu mendesak, kami bisa bikin sekolah darurat. Jadi ketahuan, kebutuhan guru berapa. Karena sekarang kan sudah tidak bisa guru mengajar lebih dari satu sekolah,” jelas dia.

Selain persoalan tersebut, ia juga angkat bicara tentang maraknya aduan penyalahgunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dalam PPDB sistem zonasi. Dia mengaku, telah menginstruksikan kepada semua sekolah untuk memverifikasi SKTM yang masuk.

“Saya pastikan semua SKTM yang masuk di sekolah, harus verifikasi oleh sekolah masing-masing. Kemudian dicek di lapangan, kemudian harus ditetapkan, apabila dia memang terbukti bukan dari keluarga tidak mampu maka akan dicabut,” tegas Muhadjir.

Muhadjir mengatakan, selama ini memang ada beberapa masalah yang timbul akibat penyalahgunaan SKTM. Seperti adanya keluarga tidak mampu dari luar zona yang ingin masuk di suatu sekolah, lalu ditambah lagi ada yang sebetulnya bukan keluarga tidak mampu tapi memaksakan dirinya menjadi keluarga tidak mampu, dan kemudian mencari SKTM padahal dia tidak berhak mendapatkannya.

Kendati begitu, dia mengaku belum mengantongi jumlah pasti pelanggaran tersebut. Namun dia mengklaim jumlah pelanggaran tersebut tidak banyak.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2NHcfiV
via IFTTT