GENERASI muda Indonesia lebih optimistis dibandingkan dengan Singapura dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Perusahaan konsultan manajemen multinasional McKinsey mensurvei, sebesar 54% anak Indonesia (generasi Z dan milenial) yakin penetrasi teknologi dan internet akan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan.
Sementara itu, hanya 31% generasi muda Singupura yang memiliki optimisme serupa. Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Daya Saing dan Inovasi Ananto Kusuma Seta menegaskan, optimisme tersebut harus dirawat dan didukung dengan kemampuan pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan nasional yang berkualitas dan relevan.
Di antaranya dengan penyelarasan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Pasalnya, kualitas sumber daya generasi muda merupakan aset masa depan perekonomian bangsa. Menurut dia, generasi muda Indonesia lebih optimistis menatap masa depan karena industri pada bidang jasa yang ada di tanah air belum sebanyak di Singapura.
“Dunia pendidikan harus memanfaatkan momentum anak muda sebagai aset luar biasa ini. Salah satunya dengan mengintegrasikan literasi digital ke dalam broad based education. Intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler,” kata Ananto dalam Seminar Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis 11 Oktober 2018.
Ia menegaskan, literasi digital menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas anak didik. Ketersediaan tablet, telfon pintar dan komputer harus didukung dengan peningkatan budaya membaca dan berpikir kritis. Pasalnya, literasi digital turut membentuk kemampuan anak dalam memecahkan masalah dan kreatif.
“Literasi digital yang dibutuhkan siswa yaitu human skill. Yaitu bagaimana adab siswa dalam menggunakan media sosial, mengasah critical thinking anak, emotional inteligent, sosial inteligent serta menanamkan nilai-nilai. Tanpa literasi digital, California gagal total, Meksiko gagal total dengan program one children one tablet nya,” ujarnya.
Mapel Informatika
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kemendikbud Awalludin Tjalla mengatakan, dalam mempersiapkan generasi muda era revolusi industri 4.0, mata pelajaran Informatika akan diterapkan untuk jenjang SMP dan SMA pada tahun ajaran 2019 mendatang. Kendati demikian, ketersediaan jumlah guru mata pelajaran tersebut masih jadi kendala.
“Saat ini, total guru Informatika hanya 40.000 dan guru yang tersertifikasi dan memiliki kompetensi linier hanya setengahnya atau 20.000 guru saja. Jumlah itu (40.000 guru) untuk SMP dan SMA, di satu sisi juga tidak ada penambahan guru baru,” ungkap Tjalla.
Ia menyatakan, selain guru, kendala lain yang harus segera dibenahi adalah sinkroniasi konten buku dan kompetensi dasar guru. Menurut dia, Kemendikbud masih merumuskan strategi pembelajaran Informatika yang lebih kompatibel.
“Karena selembar informasi di buku oleh guru berkompetensi baik, bisa disampaikan untuk bahan mengajar selama empat jam pelajaran. Tapi guru yang tidak kompeten seratus halaman saja bahkan belum cukup untuk sejam pelajaran,” kata dia.(pikiran-rakyat.com)
from Siap Belajar https://ift.tt/2CJuQsG
via IFTTT