Kamis, 23 Maret 2017

Berikan Kesempatan Difabel untuk Berkembang

Ilustrasi Okezone

Ilustrasi Okezone

SEORANG ibu tampak cemas. Ia seperti sedang mencuci tetapi kemudian berhenti sejenak, melihat ke sekeliling, lalu sibuk lagi dengan cuciannya. Mulut sesekali komat-kamit dan tangannya menengadah seakan-akan sedang menyampaikan doa-doa.

Begitulah pertunjukkan pantomim yang menceritakan kecemasan seorang ibu terhadap anaknya sebagai penyandang disabilitas. Pertunjukkan tersebut disuguhkan oleh siswa SLB B Silih Asih, Cipadung, Bandung pada penutupan “Gebyar Pendidikan Luar Biasa” bertajuk “Setara di Nusantara” yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Pendidikan Luar Biasa FKIP Uninus, di Kampus Uninus, Jalan Soekarno Hatta, Selasa, 21 Maret 2017.

Kegiatan yang merupakan rangkaian memperingati Hari Disabilitas Internasional pada Desember 2016 lalu ini, diisi dengan berbagai acara. Mulai dari long march penyandang disabilitas yang diikuti ratusan penyandang disabilitas dengan rute Alun-Alun Kota Bandung sampai Gedung Sate. Dilanjutkan kegiatan seminar, workshop, dan aneka lomba sepeti lomba pantomin, menari, bermain musik, pencak silat, dll.
Wakil Rektor I Bidang Akademik Uninus Husen Saeful Insan dalam sambutan penutupannya mengatakan, peran dan kontribusi guru (pembimbing) para penyandang disabilitas sangat besar dalam memberikan kesempatan yang sama kepada para penyandang disabilitas untuk mengenyam pendidikan, berkembang, dan berprestasi. Sehingga pendidikan tidak hanya berorientasi pada bidang akademik tetapi dapat mewujud dalam seluruh perilaku kehidupan sehari-hari di lingkungannya.

“Setiap orang yang lahir itu membawa potensinya masing-masing. Guru atau pembimbing harus mendorong dan memotivasinya sehingga mereka menjadi anak-anak yang produktif dengan bakat yang dimilikinya, tidak minder, dan tetap percaya diri,” demikian Husen.

Gebyar PLB kata dia, sangat strategis diselenggarakan karena Uninus sebagai lembaga yang di dalamnya mempunyai program studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) dapat mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan para guru penyandang disabilitas. Kurikulum bahan ajar perkuliahan pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan para calon lulusan pada saat nanti mengajar atau menjadi pembimbing di Sekolah Luar Biasa (SLB).

“Dengan begitu ada sinergi satu sama lain antara kampus sebagai lembaga penyedia lulusan dengan kebutuhan di masyarakat,” imbuhnya.

Deteksi dini
Disampaikan Agus Mulyanto dari FKIP Uninus, terdapat 153.000 penyandang disabilitas di Jawa Barat. Jumlah tersebut yang tercatat di Dinas Sosial Jawa Barat sedangkan yang tidak tercatat jumlahnya sangat banyak. Ke depan, kata dia, Uninus akan melakukan pendataan para penyandang disabilitas di Jawa Barat. Program ini akan menjadi bagian dari Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa saat terjun ke daerah dan hasilnya akan disampaikan kepada pemerintah terkait.

Lebih jauh dikatakan, pendataan itu penting untuk melakukan deteksi dini penyandang disabilitas. Dari beberapa kasus penyandang disabilitas yang kelemahannya dapat diketahui secara dini, dapat disembuhkan. Contohnya anak penyandang disleksia (salah dan terbalik-balik pada saat berbicara), dapat disembuhkan ketika kelemahannya dapat diketahui secara lebih dini.

“Dengan pemeriksaan dini ini, kita dapat mengetahui pada stadium bagaimana kondisi kelemahan penyandang disabilitas,” imbuhnya.

Pada kebanyakan penyandang disabilitas, kata Agus, orangtuanya justru menutup-nutupi. Bahkan merasa malu mempunyai anak dengan kondisi yang kurang normal sehingga bukan hanya tidak dapat ditangani tetapi juga tidak dapat mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapat pendidikan. Padahal pesan UU mengharuskan seluruh penduduk Indonesia berhak mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan.

Hal senada disampaikan Lilis Guru SLB B Silih Asih Cipadung, Bandung. Kesulitas guru atau pembina para penyandang disabilitas di sekolah, tidak adanya perhatian dari orangtua terhadap anak-anaknya. Padahal, dengan adanya dorongan dan motivasi dari orangtua, anak-anak penyandang disabilitas dapat berprestasi sama halnya anak-anak normal biasa.

Dicontohkanya, anak-anak didiknya yang memainkan pantomin, dengan dorongan dan motivasi yang besar dari para pembina, mereka dapat tampil seperti halnya anak-anak yang normal. Padahal, para pemain pantomim tersebut tuna rungu tetapi hanya dengan mengikuti dengung dan spirit dari para pembinanya, mereka dapat percaya diri dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar http://ift.tt/2ntKzDQ
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Ilustrasi Okezone

Ilustrasi Okezone

SEORANG ibu tampak cemas. Ia seperti sedang mencuci tetapi kemudian berhenti sejenak, melihat ke sekeliling, lalu sibuk lagi dengan cuciannya. Mulut sesekali komat-kamit dan tangannya menengadah seakan-akan sedang menyampaikan doa-doa.

Begitulah pertunjukkan pantomim yang menceritakan kecemasan seorang ibu terhadap anaknya sebagai penyandang disabilitas. Pertunjukkan tersebut disuguhkan oleh siswa SLB B Silih Asih, Cipadung, Bandung pada penutupan “Gebyar Pendidikan Luar Biasa” bertajuk “Setara di Nusantara” yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Pendidikan Luar Biasa FKIP Uninus, di Kampus Uninus, Jalan Soekarno Hatta, Selasa, 21 Maret 2017.

Kegiatan yang merupakan rangkaian memperingati Hari Disabilitas Internasional pada Desember 2016 lalu ini, diisi dengan berbagai acara. Mulai dari long march penyandang disabilitas yang diikuti ratusan penyandang disabilitas dengan rute Alun-Alun Kota Bandung sampai Gedung Sate. Dilanjutkan kegiatan seminar, workshop, dan aneka lomba sepeti lomba pantomin, menari, bermain musik, pencak silat, dll.
Wakil Rektor I Bidang Akademik Uninus Husen Saeful Insan dalam sambutan penutupannya mengatakan, peran dan kontribusi guru (pembimbing) para penyandang disabilitas sangat besar dalam memberikan kesempatan yang sama kepada para penyandang disabilitas untuk mengenyam pendidikan, berkembang, dan berprestasi. Sehingga pendidikan tidak hanya berorientasi pada bidang akademik tetapi dapat mewujud dalam seluruh perilaku kehidupan sehari-hari di lingkungannya.

“Setiap orang yang lahir itu membawa potensinya masing-masing. Guru atau pembimbing harus mendorong dan memotivasinya sehingga mereka menjadi anak-anak yang produktif dengan bakat yang dimilikinya, tidak minder, dan tetap percaya diri,” demikian Husen.

Gebyar PLB kata dia, sangat strategis diselenggarakan karena Uninus sebagai lembaga yang di dalamnya mempunyai program studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) dapat mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan para guru penyandang disabilitas. Kurikulum bahan ajar perkuliahan pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan para calon lulusan pada saat nanti mengajar atau menjadi pembimbing di Sekolah Luar Biasa (SLB).

“Dengan begitu ada sinergi satu sama lain antara kampus sebagai lembaga penyedia lulusan dengan kebutuhan di masyarakat,” imbuhnya.

Deteksi dini
Disampaikan Agus Mulyanto dari FKIP Uninus, terdapat 153.000 penyandang disabilitas di Jawa Barat. Jumlah tersebut yang tercatat di Dinas Sosial Jawa Barat sedangkan yang tidak tercatat jumlahnya sangat banyak. Ke depan, kata dia, Uninus akan melakukan pendataan para penyandang disabilitas di Jawa Barat. Program ini akan menjadi bagian dari Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa saat terjun ke daerah dan hasilnya akan disampaikan kepada pemerintah terkait.

Lebih jauh dikatakan, pendataan itu penting untuk melakukan deteksi dini penyandang disabilitas. Dari beberapa kasus penyandang disabilitas yang kelemahannya dapat diketahui secara dini, dapat disembuhkan. Contohnya anak penyandang disleksia (salah dan terbalik-balik pada saat berbicara), dapat disembuhkan ketika kelemahannya dapat diketahui secara lebih dini.

“Dengan pemeriksaan dini ini, kita dapat mengetahui pada stadium bagaimana kondisi kelemahan penyandang disabilitas,” imbuhnya.

Pada kebanyakan penyandang disabilitas, kata Agus, orangtuanya justru menutup-nutupi. Bahkan merasa malu mempunyai anak dengan kondisi yang kurang normal sehingga bukan hanya tidak dapat ditangani tetapi juga tidak dapat mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapat pendidikan. Padahal pesan UU mengharuskan seluruh penduduk Indonesia berhak mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan.

Hal senada disampaikan Lilis Guru SLB B Silih Asih Cipadung, Bandung. Kesulitas guru atau pembina para penyandang disabilitas di sekolah, tidak adanya perhatian dari orangtua terhadap anak-anaknya. Padahal, dengan adanya dorongan dan motivasi dari orangtua, anak-anak penyandang disabilitas dapat berprestasi sama halnya anak-anak normal biasa.

Dicontohkanya, anak-anak didiknya yang memainkan pantomin, dengan dorongan dan motivasi yang besar dari para pembina, mereka dapat tampil seperti halnya anak-anak yang normal. Padahal, para pemain pantomim tersebut tuna rungu tetapi hanya dengan mengikuti dengung dan spirit dari para pembinanya, mereka dapat percaya diri dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar http://ift.tt/2ntKzDQ
via IFTTT