DUNIA industri nasional baru menyerap 3 persen hasil riset inovasi ciptaan peneliti lokal. Padahal hingga 31 Desember 2016 sudah ada 900 karya. Hal tersebut membuat daya saing hasil industri dalam negeri terus tertinggal dari beberapa negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Vietnam.
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Jumain Appe melihat pengusaha dan peneliti belum bersinergi. Sehingga akibatnya, daya serap industri terhadap hasil riset inovasi dalam negeri memang sangat rendah.
Dia mengatakan, hasil riset dan kebutuhan industri berjalan masing-masing. Jika alur komunikasi tak segera dibenahi, industri dalam negeri akan sulit bersaing terutama dalam sektor pangan.
“Singapura tak punya sumber daya alam tapi bisa maju. Korea Selatan juga. Mereka memanfaatkan betul teknologi yang diciptakan para penelitinya. Indonesia punya keduanya. Sumber daya alam melimpah dan sumber daya manusiannya juga memiliki kemampuan berinovasi. Ada 4.000 lebih perguruan tinggi yang fokus di bidang pangan, melahirkan banyak inovasi,” ujar Jumain.
Hal ini disampaikannya dalam Seminar Kolaborasi Pemanfaatnan Hasil Riset Dalam Rangka Mendukung Kemandirian Pangan Nasional, di IPB ICC Bogor, Rabu 24 Mei 2017.
Jumain menegaskan, pemerintah terus mencoba menyelesaikan masalah jalinan komunikasi tersebut. Di antaranya dengan membawa produk inovasi yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) kepada para pengusaha. Pemerintah juga menjalin kesepakatan kerja sama dengan beberapa perusahaan swasta nasional dan internasional.
Berhenti di laboratorium
“Kita banyak mengembangkan teknologi tapi sebagian besar hasilnya selesai di laboratorium. Hanya untuk kepentingan keilmuan. Manfaatnya tidak menyentuh langsung masyarakat. Tahun ini ada 400 inovasi yang dicanangkan bisa diserap industri. Jika 20 persennya saja terealisasi, perekonomian nasional akan ikut terdongkrak,” katanya.
Menristekdikti Mohamad Nasir menyampaikan hal serupa saat menghadiri forum pengusaha dan peneliti belum lama ini. Dia menyatakan, banyak hasil riset anak bangsa menumpuk di perspustakaan.
“Daya saing suatu bangsa dapat dicapai salah satunya dengan inovasi. Tidak bisa inovasi tanpa riset. Riset akan bisa lebih baik dan akan menghasilkan inovasi yang baik, tenaga kerja yang baik. Ini harus didorong dari sumber daya manusia yang kompeten, yakni salah satunya para peneliti dan dosen,” ujar Nasir.
Tujuh bidang fokus
Ia menjelaskan, riset yang dikembangkan selama ini dikelompokkan ke dalam tujuh bidang fokus. Tujuh bidang itu, yakni bidang teknologi pangan dan pertanian, bidang kesehatan dan obat-obatan, bidang teknologi informasi, teknologi transportasi, material maju, pertahanan, dan energi. Ia menegaskan, berbagai inovasi yang telah dihasilkan tidak akan sampai kepada pengguna apabila tidak ada investor.
“Oleh karena itu dibuat forum inovator dan investor seperti ini yang akan menjadi tempat kolaborasi keduanya. Sehingga keduanya tidak berjalan sendiri-sendiri dan tidak ada nilai tambah yang bisa dimanfaatkan. Indonesia akan bisa berdaya saing dengan baik,” katanya.
Rektor IPB Herry Suhardiyanto menambahkan, selama peneliti dan pengusaha berjalan sendiri-sendiri, petani akan selalu dalam keadaan terdesak sehingga tak mampu bersaing secara global. “Kondisi petani akan semakin lemah karena tak terkonsolidasi. Indonesia pernah swasembada pangan itu bukti kita memiliki kemampuan. Tapi sekarang kemampuan tersebut harus dibarengi dengan pemanfaatan hasil inovasi dan teknologi,” ucapnya.(pikiran-rakyat.com)
from Siap Belajar http://ift.tt/2s2DQjK
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar