Jumat, 29 September 2017

Kemendikbud Wajibkan Sekolah Internasional Ikut Akreditasi Nasional

logo-kemdikbud

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud akan mewajibkan sekolah internasional atau sekolah yang dikelola lembaga pendidikan asing untuk mengikuti akreditasi nasional. Soalnya, sekolah yang masuk kategori Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) itu belum terakreditasi di Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah atau BAN-SM. Ciri dari sekolah SPK biasanya menyelipkan kata “international” pada nama sekolah tersebut.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Thamrin Kasman menegaskan, akreditasi sebagai bentuk pembinaan. Pembinaan yang dimaksud, pembinaan kualitas guru dan pengawasan sarana prasarana sekolah. Menurut dia, akreditasi juga penting untuk menjaga standar kualitas pendidikan nasional. Jumlah sekolah SPK yang ada saat ini sebanyak 503 sekolah.

“Pembinaan sekolah SPK itu misalnya kompetensi gurunya apakah sudah sesuai? Komposisi guru juga. Soalnya kan SPK ini juga wajib menggelar ujian nasional, jadi harus diakreditasi. Selama ini belum akreditasi memang, karena kan aturannya baru dikeluarkan. Tapi setiap tahun Kemendikbud selalu memonitor,” ucap Thamrin di Jakarta, Kamis, 28 September 2017.

Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menilai, mengawasi sekolah SPK tidak cukup dengan akreditasi. Menurut dia, saat ini, Kemendikbud belum memiliki unit khusus untuk memonitor pelaksanaan kegiatan belajar di sekolah SPK.

“Problematikanya, di tempatnya pak Hamid (Dirjen Dikdasmen) ini SDM untuk ngurusin SPK belum ada atau masih kurang. Makanya sekarang, SPK lebih diawasi oleh dinas pendidikan daerah,” katanya.

SDM disdik masih kurang

Menurut dia, karena berada di bawah Kemendikbud, pengawasan seharusnya tidak melibatkan dinas pendidikan. Pasalnya, SDM di dinas pendidikan juga masih kurang. “Jadi kembali ini, nggak jelas jalurnya sebetulnya secara aturan SPK itu di bawah Kemdikbud tapi sekarang dinas pendidikan masuk ke situ. SPK-nya sendiri juga bingung. Kemendikbud harus punya tim khusus, misalnya kasubdit khusus yang untuk SPK, kan sekarang belum ada. Masih ada direktus SMA, SMK, SMP dan SD saja,” ujarnya

Ia menegaskan, pengawasan yang lemah akan sangat merugikan siswa sekolah SPK. Padahal, sekolah SPK kerap mematok harga jauh lebih tinggi ketimbang sekolah negeri dalam memenuhi biaya operasional sekolahnya. “Terlihat beberapa tahun lalu ada SPK yang 500 juta/tahun tapi ternyata gurunya pedofil. Sampai sekarang kementerian belum punya tim pengawasan,” katanya.

Ia menjelaskan, dengan mengantongi akreditasi, masyarakat bisa menuntut tanggung jawab kepada pemerintah jika terjadi tindak pidana. “Kalau sekarang kan siapa yang bertanggung jawab kalau ada kejadian misalnya gurunya pedofil? Dengan membayar sangat mahal tapi kualitasnya tidak ada yang menjamin. Kalau tidak diakreditasi, jangan heran jika kualitasnya di bawah sekolah negeri. Masyarakat dibodohi dengan embel-embel internasional,” ucapnya.

Menurut dia, jika Kemendikbud tak memiliki SDM untuk mengawasi sekolah SPK, ada aturan yang harus diubah. Misalnya, menyerahkan pengawasan kepada pemerintah daerah masing-masing. “Tapi mendingan diurus Kemendikbud. Kalau menurut saya masih lebih baik diurus dan diawasi Kemendikbud karena SDM di dinas itu lebih nggak ngerti lagi urusan kurikulum, nanti lebih parah lagi,” katanya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar http://ift.tt/2fDqlpE
via IFTTT

Tidak ada komentar:

logo-kemdikbud

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud akan mewajibkan sekolah internasional atau sekolah yang dikelola lembaga pendidikan asing untuk mengikuti akreditasi nasional. Soalnya, sekolah yang masuk kategori Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) itu belum terakreditasi di Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah atau BAN-SM. Ciri dari sekolah SPK biasanya menyelipkan kata “international” pada nama sekolah tersebut.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Thamrin Kasman menegaskan, akreditasi sebagai bentuk pembinaan. Pembinaan yang dimaksud, pembinaan kualitas guru dan pengawasan sarana prasarana sekolah. Menurut dia, akreditasi juga penting untuk menjaga standar kualitas pendidikan nasional. Jumlah sekolah SPK yang ada saat ini sebanyak 503 sekolah.

“Pembinaan sekolah SPK itu misalnya kompetensi gurunya apakah sudah sesuai? Komposisi guru juga. Soalnya kan SPK ini juga wajib menggelar ujian nasional, jadi harus diakreditasi. Selama ini belum akreditasi memang, karena kan aturannya baru dikeluarkan. Tapi setiap tahun Kemendikbud selalu memonitor,” ucap Thamrin di Jakarta, Kamis, 28 September 2017.

Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menilai, mengawasi sekolah SPK tidak cukup dengan akreditasi. Menurut dia, saat ini, Kemendikbud belum memiliki unit khusus untuk memonitor pelaksanaan kegiatan belajar di sekolah SPK.

“Problematikanya, di tempatnya pak Hamid (Dirjen Dikdasmen) ini SDM untuk ngurusin SPK belum ada atau masih kurang. Makanya sekarang, SPK lebih diawasi oleh dinas pendidikan daerah,” katanya.

SDM disdik masih kurang

Menurut dia, karena berada di bawah Kemendikbud, pengawasan seharusnya tidak melibatkan dinas pendidikan. Pasalnya, SDM di dinas pendidikan juga masih kurang. “Jadi kembali ini, nggak jelas jalurnya sebetulnya secara aturan SPK itu di bawah Kemdikbud tapi sekarang dinas pendidikan masuk ke situ. SPK-nya sendiri juga bingung. Kemendikbud harus punya tim khusus, misalnya kasubdit khusus yang untuk SPK, kan sekarang belum ada. Masih ada direktus SMA, SMK, SMP dan SD saja,” ujarnya

Ia menegaskan, pengawasan yang lemah akan sangat merugikan siswa sekolah SPK. Padahal, sekolah SPK kerap mematok harga jauh lebih tinggi ketimbang sekolah negeri dalam memenuhi biaya operasional sekolahnya. “Terlihat beberapa tahun lalu ada SPK yang 500 juta/tahun tapi ternyata gurunya pedofil. Sampai sekarang kementerian belum punya tim pengawasan,” katanya.

Ia menjelaskan, dengan mengantongi akreditasi, masyarakat bisa menuntut tanggung jawab kepada pemerintah jika terjadi tindak pidana. “Kalau sekarang kan siapa yang bertanggung jawab kalau ada kejadian misalnya gurunya pedofil? Dengan membayar sangat mahal tapi kualitasnya tidak ada yang menjamin. Kalau tidak diakreditasi, jangan heran jika kualitasnya di bawah sekolah negeri. Masyarakat dibodohi dengan embel-embel internasional,” ucapnya.

Menurut dia, jika Kemendikbud tak memiliki SDM untuk mengawasi sekolah SPK, ada aturan yang harus diubah. Misalnya, menyerahkan pengawasan kepada pemerintah daerah masing-masing. “Tapi mendingan diurus Kemendikbud. Kalau menurut saya masih lebih baik diurus dan diawasi Kemendikbud karena SDM di dinas itu lebih nggak ngerti lagi urusan kurikulum, nanti lebih parah lagi,” katanya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar http://ift.tt/2fDqlpE
via IFTTT