Selasa, 04 Juli 2017

Sekolah tak Boleh Menolak Siswa Berstatus RMP

Ilustrasi

Ilustrasi

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menegaskan, pihak sekolah dilarang menolak siswa dengan status rawan melanjutkan pendidikan (RMP) saat membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017. Jika kuota 20 persen zonasi sudah terpenuhi, pihak sekolah dan pemerintah daerah harus mencari solusi yang tidak menyalahi aturan sehingga siswa miskin tetap bisa mengenyam pendidikan di sekolah yang terdekat dengan rumahnya.

Muhadjir Effendy menuturkan, pemerintah memang tidak mengatur teknis PPDB secara detil terkait zonasi, hanya memberikan aturan umum sebesar 20 persen dari total kuota setiap sekolah. Aturan mendetil menjadi kewenangan dinas pendidikan di setiap daerah. Kendati demikian, secara prinsip, siswa RMP tetap harus diutamakan dan mendapat kemudahan untuk melanjutkan sekolah.

“PPDB SMA menerapkan zonasi, sedangkan SMK tidak diwajibkan. Jadi tidak boleh ada penolakan untuk siswa yang berada di dalam zona itu. Kuota itu (20 persen) kan hanya ancar-ancar saja, bisa dianu (disesuaikan). Terutama untuk anak yang berasal dari keluarga tidak mampu harus diprioritaskan. Jangan sampai mereka sekolah terlempar di luar zona,” ujar Muhadjir Effendy di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa 4 Juli 2017.

Ia menuturkan, pihak sekolah yang menolak siswa RMP akan mendapat perhatian khusus dari Kemendikbud. Pemerintah akan memperingatkan jika sekolah tersebut terbukti melanggar Permendikbud Nomor 17/2017 tentang PPDB. “Ini kan tahun pertama pelaksanaan zonasi, pasti belum lancar dan banyak masalah teknis. Saya akan cari tahu dulu alasannya kenapa, nanti baru dicarikan solusinya,” ujar Muhadjir Effendy.

Ia mengimbau, sekolah mematuhi ketentuan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat dan dinas pendidikan daerah masing-masing. Penerapan PPDB zonasi sebagai upaya awal dari pemerintah untuk menghilangkat predikat sekolah favorit dan nonunggulan. “Zonasi ini kan yang dijadikan tolok ukurnya adalah jarak antara rumah siswa dengan sekolah. Itu yang harus diutamakan. Tak boleh memprioritaskan siswa yang jaraknya di luar dari zona meskipun punya nilai akademik mungkin bagus,” katanya.

Tanpa sanksi

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad menambahkan, sekolah yang tidak melaksanakan ketentuan tidak akan dijatuhi sanksi. Kendati demikian, akan dievaluasi sehingga siswa miskin tetap bisa sekolah. “Tahun pertama belum ada sanksi-sanksi, kan masih awal sekaligus sosialisasi. Tahun selanjutnya akan berbeda (dijatuhi sanksi bagi yang menolak siswa RMP),” katanya.

Penolakan siswa RMP tersebut terjadi di Bota Bandung. Tak kurang dari 70 siswa RMP ditolak oleh SMA 16 dan 19 serta SMK 15, 11, 3 dan 9. Para siswa RMP tersebut akhirnya mengadu ke Ombudsman Jawa Barat. Hamid mengaku sudah meminta Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk membereskan hal tersebut. “Saya sudah menyampaikan ke Kadisdik Jabar agar siswa tersebut mendapat pendampingan dan dicarikan solusi terbaiknya. Jangan sampai tidak melanjutkan pendidikan karena ditolak sekolah,” ujarnya.

Ia mengatakan, PPDB 2017 pasti menimbulkan banyak kendala di daerah. “Soalnya kan pasti banyak yang belum paham, baik sekolah atau pun siswanya. Jika kuota penuh, bisa dicarikan sekolah yang masih ada bangkunya, jangan memaksakan. Tapi tetap dalam satu zonasi, agar tak memberatkan siswa RMP,” katanya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar http://ift.tt/2tPdfeq
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Ilustrasi

Ilustrasi

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menegaskan, pihak sekolah dilarang menolak siswa dengan status rawan melanjutkan pendidikan (RMP) saat membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017. Jika kuota 20 persen zonasi sudah terpenuhi, pihak sekolah dan pemerintah daerah harus mencari solusi yang tidak menyalahi aturan sehingga siswa miskin tetap bisa mengenyam pendidikan di sekolah yang terdekat dengan rumahnya.

Muhadjir Effendy menuturkan, pemerintah memang tidak mengatur teknis PPDB secara detil terkait zonasi, hanya memberikan aturan umum sebesar 20 persen dari total kuota setiap sekolah. Aturan mendetil menjadi kewenangan dinas pendidikan di setiap daerah. Kendati demikian, secara prinsip, siswa RMP tetap harus diutamakan dan mendapat kemudahan untuk melanjutkan sekolah.

“PPDB SMA menerapkan zonasi, sedangkan SMK tidak diwajibkan. Jadi tidak boleh ada penolakan untuk siswa yang berada di dalam zona itu. Kuota itu (20 persen) kan hanya ancar-ancar saja, bisa dianu (disesuaikan). Terutama untuk anak yang berasal dari keluarga tidak mampu harus diprioritaskan. Jangan sampai mereka sekolah terlempar di luar zona,” ujar Muhadjir Effendy di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa 4 Juli 2017.

Ia menuturkan, pihak sekolah yang menolak siswa RMP akan mendapat perhatian khusus dari Kemendikbud. Pemerintah akan memperingatkan jika sekolah tersebut terbukti melanggar Permendikbud Nomor 17/2017 tentang PPDB. “Ini kan tahun pertama pelaksanaan zonasi, pasti belum lancar dan banyak masalah teknis. Saya akan cari tahu dulu alasannya kenapa, nanti baru dicarikan solusinya,” ujar Muhadjir Effendy.

Ia mengimbau, sekolah mematuhi ketentuan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat dan dinas pendidikan daerah masing-masing. Penerapan PPDB zonasi sebagai upaya awal dari pemerintah untuk menghilangkat predikat sekolah favorit dan nonunggulan. “Zonasi ini kan yang dijadikan tolok ukurnya adalah jarak antara rumah siswa dengan sekolah. Itu yang harus diutamakan. Tak boleh memprioritaskan siswa yang jaraknya di luar dari zona meskipun punya nilai akademik mungkin bagus,” katanya.

Tanpa sanksi

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad menambahkan, sekolah yang tidak melaksanakan ketentuan tidak akan dijatuhi sanksi. Kendati demikian, akan dievaluasi sehingga siswa miskin tetap bisa sekolah. “Tahun pertama belum ada sanksi-sanksi, kan masih awal sekaligus sosialisasi. Tahun selanjutnya akan berbeda (dijatuhi sanksi bagi yang menolak siswa RMP),” katanya.

Penolakan siswa RMP tersebut terjadi di Bota Bandung. Tak kurang dari 70 siswa RMP ditolak oleh SMA 16 dan 19 serta SMK 15, 11, 3 dan 9. Para siswa RMP tersebut akhirnya mengadu ke Ombudsman Jawa Barat. Hamid mengaku sudah meminta Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk membereskan hal tersebut. “Saya sudah menyampaikan ke Kadisdik Jabar agar siswa tersebut mendapat pendampingan dan dicarikan solusi terbaiknya. Jangan sampai tidak melanjutkan pendidikan karena ditolak sekolah,” ujarnya.

Ia mengatakan, PPDB 2017 pasti menimbulkan banyak kendala di daerah. “Soalnya kan pasti banyak yang belum paham, baik sekolah atau pun siswanya. Jika kuota penuh, bisa dicarikan sekolah yang masih ada bangkunya, jangan memaksakan. Tapi tetap dalam satu zonasi, agar tak memberatkan siswa RMP,” katanya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar http://ift.tt/2tPdfeq
via IFTTT