KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebut pemerintah belum memiliki tempat dan alat ukur kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia.
“Belum ada tempat menangkap, harus ada alat ukur. Kita punya kekayaan apa dan seberapa maju,” kata Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid dalam Seminar Nasional bertema Peran Kebudayaan dalam Pembangunan Nasional di Kantor Bappenas Jakarta, Selasa (4/4).
Ia meyakini, kebudayaan dapat menjadi pendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Salah satunya, yakni kegiatan ekonomi yang berbasis kebudayaan atau yang disebut ekonomi kreatif.
Hilmar menyebut produk hasil kebudayaan menghasilkan pendapatan tertinggi di suatu negara. Namun, Hilmar menyebut, belum banyak masyarakat dan pemangku kepentingan yang menyadari hal itu.
Ia mengatakan, butuh peta jalan dan masalah untuk mewujudkan pembangunan berbasis kebudayaan. Ia menyebut salah satu hal yang menjadi masalah, yakni adanya ketidakadilan akses masyarakat ke sarana kebudayaan. Selain itu, pelaku kebudayaan masih terpusat di suatu daerah.
“Sedikit dari mereka (budayawan) yang selamat karena dipanggil pemerintah. Namun, ada yang jadi penjual tahu, supir,” jelasnya.
Hilmar menyebut, pelaku kebudayaan di perdesaan memiliki permasalahan serius dan sulit. Salah satu upaya untuk mengatasi persoalan itu, Kemendikbud mencoba mengirim seniman atau budayawan untuk pergi ke daerah jauh. Sehingga mereka memiliki pergaulan yang merata.
Hilmar mengingatkan, ada 18 kementerian/lembaga yang tugas dan fungsinya berkenaan dengan kebudayaan. Ia menegaskan kebudayaan wajib menjadi urusan pemerintah yang tidak berkenaan dengan urusan dasar.
“Untuk memobilisasi sumber daya yang sangat terbatas butuh koordinasi. SDM yang tersebar, selama ini tak ada koordinasi khusus,” ujar Hilmar.
Saat ini, ia mengingatkan, DPR RI tengah membahas RUU Pemajuan Kebudayaan yang mencakup empat hal, yakni, pelindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan.
Ia memerinci, perlindungan akan melibupi, inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, publikasi objek pemajuan kebudayaan. Sementara pembinaan, meliputi, pendidikan dan pelatihan, sertifikasi, serta peningkatan kapasitas dan tata kelola.
Kemendikbud, ia menjelaskan, merumuskan sejumlah arah dan strategi mengatasi permasalahan kebudayaan. Pertama, meningkatkan jumlah dan kualitas pelaku dan pengelola kebudayaan untuk memperkuat arsitektur pemajuan kebudayaan.
Kedua, meningkatkan akses masyarakat terhadap proses dan produk kebudayaan yang meluas, merata dan berkeadilan.
Ketiga, meningkatkan kerja sama antardaerah dan bangsa di bidang kebudayaan. Keempat, meningkatkan mutu tata kelola pemajuan kebudayaan.
“Duplikasi tak bisa dilakukan (dalam mengembangkan kebudayaan), ini soal kreativitas. Yang diperlukan membangun arsitekturnya,” tutur Hilmar.(republika.co.id)
from Siap Belajar http://ift.tt/2nCo1gx
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar