Selasa, 15 Mei 2018

Tangkal Radikalisme, Mendikbud Minta Sekolah Mendata Lengkap Keluarga Siswa

Ilustrasi.(prioritaspendidkan.org)

MENTERI  Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta para kepala sekolah mendata dengan lengkap hubungan antara siswa dan orang tua. Hal tersebut dilakukan untuk menguatkan hubungan orang tua dengan institusi pendidikan.

Ia mengatakan, hubungan yang terjalin harmonis di antara orang tua, siswa dan pihak sekolah  dapat mencegah pelibatan anak dalam kegiatan radikal.

Muhadjir merasa prihatin dan menyesalkan jatuhnya korban anak-anak akibat aksi terorisme di Surabaya. Menurut dia, tragedi kemanusiaan tersebut, menjadi pelajaran penting bagi semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Kepala sekolah berperan penting dalam mengawasi dan mewaspadai kemungkinan adanya penyebaran radikalisme di sekolah.

“Kepala sekolah harus mewaspadai agar jangan sampai ada korban dari anak-anak yang masih punya masa depan. Kejadian ini akibat dari doktrin yang menyesatkan, terutama pengaruh dari gerakan radikal dan teror. Makanya kami ingin sekolah punya data lengkap hubungan antara siswa dengan orang tua, dan hubungan orang tua dengan sekolah,” ujar Mendikbud, di Jakarta, Selasa, 15 Mei 2018.

Ia menuturkan, program penguatan pendidikan karakter (PPK) menjadi fondasi kokoh untuk menangkal radikalisme di sekolah. Ia berharap, terbangunnya hubungan yang baik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat mendekteksi lebih cepat jika ada perilaku yang menyimpang.

Muhadjir menyatakan mengutuk peristiwa peledakan bom di Surabaya yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku.

“(Perilaku menyimpang) baik oleh siswa ataupun orang tua, bisa segera diketahui. Apapun alasannya, apapun keyakinannya, mengorbankan anak adalah suatu yang sangat dilarang di dalam ajaran semua agamanya. Dan saya termasuk mengutuk apa yang telah terjadi itu, dan jangan diteruskan modus-modus yang sangat mengerikan ini,” katanya.

Muhadjir sudah menjenguk EH, anak yang mengalami luka akbiat tragedi peledakan bom di Surabaya. Ia menyatakan, kondisi EH berangsur pulih dan sudah bisa diajak berkomunikasi. “Alhamdulillah kondisinya sudah sangat bagus, sudah bisa tersenyum, sudah bisa diajak ngobrol, mudah-mudahan bisa segera sembuh,” ucapnya.

Selain menjenguk korban, Muhadjir juga memberi usul kepada Wali Kota Surabaya untuk memperpanjang libur sekolah di kota tersebut. Ia mengatakan, para siswa lebih baik menggunakan waktunya untuk belajar di rumah hingga kondisi lingkungan lebih kondusif. “Saya sudah bicara dengan wali kota mengenai masalah hari libur sekolah. Saya usulkan supaya diperpanjang masa liburnya sampai keadaan tenang sehingga suasana belajar juga baik,” tuturnya.

Rehabilitasi

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra menilai, anak yang terlibat pengeboman merupakan korban doktrinasi radikal dari orang tuanya. Menurut dia, pemerintah harus melakukan pendampingan dan melakukan rehabilitasi secara perlahan. “Anak-anak itu perlu dipulihkan dari trauma pascapengeboman,” ujarnya.

Ia menegaskan, anak-anak yang berada di keluarga penganut paham radikal berada dalam keadaan sulit. Pasalnya, mereka tidak bisa memilih mana yang baik dan buruk atas apa yang disampaikan orang tuanya.

Menurut dia, jika tidak direhabilitasi, maka anak-anak korban pengeboman ini akan mengalami trauma mendalam. “Pembuka agama juga harus turun tangan untuk memberikan nilai-nilai ke Islaman dan Keindonesiaan yang benar kepada anak,” ujarnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2IkJmu3
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Ilustrasi.(prioritaspendidkan.org)

MENTERI  Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta para kepala sekolah mendata dengan lengkap hubungan antara siswa dan orang tua. Hal tersebut dilakukan untuk menguatkan hubungan orang tua dengan institusi pendidikan.

Ia mengatakan, hubungan yang terjalin harmonis di antara orang tua, siswa dan pihak sekolah  dapat mencegah pelibatan anak dalam kegiatan radikal.

Muhadjir merasa prihatin dan menyesalkan jatuhnya korban anak-anak akibat aksi terorisme di Surabaya. Menurut dia, tragedi kemanusiaan tersebut, menjadi pelajaran penting bagi semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Kepala sekolah berperan penting dalam mengawasi dan mewaspadai kemungkinan adanya penyebaran radikalisme di sekolah.

“Kepala sekolah harus mewaspadai agar jangan sampai ada korban dari anak-anak yang masih punya masa depan. Kejadian ini akibat dari doktrin yang menyesatkan, terutama pengaruh dari gerakan radikal dan teror. Makanya kami ingin sekolah punya data lengkap hubungan antara siswa dengan orang tua, dan hubungan orang tua dengan sekolah,” ujar Mendikbud, di Jakarta, Selasa, 15 Mei 2018.

Ia menuturkan, program penguatan pendidikan karakter (PPK) menjadi fondasi kokoh untuk menangkal radikalisme di sekolah. Ia berharap, terbangunnya hubungan yang baik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat mendekteksi lebih cepat jika ada perilaku yang menyimpang.

Muhadjir menyatakan mengutuk peristiwa peledakan bom di Surabaya yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku.

“(Perilaku menyimpang) baik oleh siswa ataupun orang tua, bisa segera diketahui. Apapun alasannya, apapun keyakinannya, mengorbankan anak adalah suatu yang sangat dilarang di dalam ajaran semua agamanya. Dan saya termasuk mengutuk apa yang telah terjadi itu, dan jangan diteruskan modus-modus yang sangat mengerikan ini,” katanya.

Muhadjir sudah menjenguk EH, anak yang mengalami luka akbiat tragedi peledakan bom di Surabaya. Ia menyatakan, kondisi EH berangsur pulih dan sudah bisa diajak berkomunikasi. “Alhamdulillah kondisinya sudah sangat bagus, sudah bisa tersenyum, sudah bisa diajak ngobrol, mudah-mudahan bisa segera sembuh,” ucapnya.

Selain menjenguk korban, Muhadjir juga memberi usul kepada Wali Kota Surabaya untuk memperpanjang libur sekolah di kota tersebut. Ia mengatakan, para siswa lebih baik menggunakan waktunya untuk belajar di rumah hingga kondisi lingkungan lebih kondusif. “Saya sudah bicara dengan wali kota mengenai masalah hari libur sekolah. Saya usulkan supaya diperpanjang masa liburnya sampai keadaan tenang sehingga suasana belajar juga baik,” tuturnya.

Rehabilitasi

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra menilai, anak yang terlibat pengeboman merupakan korban doktrinasi radikal dari orang tuanya. Menurut dia, pemerintah harus melakukan pendampingan dan melakukan rehabilitasi secara perlahan. “Anak-anak itu perlu dipulihkan dari trauma pascapengeboman,” ujarnya.

Ia menegaskan, anak-anak yang berada di keluarga penganut paham radikal berada dalam keadaan sulit. Pasalnya, mereka tidak bisa memilih mana yang baik dan buruk atas apa yang disampaikan orang tuanya.

Menurut dia, jika tidak direhabilitasi, maka anak-anak korban pengeboman ini akan mengalami trauma mendalam. “Pembuka agama juga harus turun tangan untuk memberikan nilai-nilai ke Islaman dan Keindonesiaan yang benar kepada anak,” ujarnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2IkJmu3
via IFTTT