Senin, 20 Agustus 2018

ITB Jadi Perguruan Tinggi Terbaik Nasional

 

INSTITUT Teknologi Bandung menjadi perguruan tinggi terbaik nasional untuk kategori nonvokasi 2018. Dalam penilaian klasterisasi yang dirilis Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, ITB menempati peringkat pertama dengan total nilai 3,57 poin. Dalam klaster 1 yang diisi 14 perguruan tinggi, lima besar kampus di bawah ITB yakni Universitas Gadjah Mada (3,54), Institut Pertanian Bogor (3,41), Universitas Indonesia (3,28) dan Universitas Diponegoro (3,12).

Rektor ITB Kadarsah Suryadi menilai, pemeringkatan tersebut akan menjadi alat untuk menciptakan atmosfer bagi semua perguruan tinggi untuk maju bersama. Menurut dia, ranking bukan tujuan utama, terapi bagaimana masing-masing perguruan tinggi mampu menjaga komitmen untuk terus melakukan perbaikan. Ia menegaskan, semua perguruan tinggi memiliki potensi besar untuk menjadi kampus berprestasi dengan ciri khas keunggulan masing-masing.

“Jadi esensi paling mendalam dari klasterisasi ini bukan ranking ke berapa. Tetapi apakah masing-masing perguruan tinggi bisa melakukan continous improvement dari tahun ke tahun. Kendati demikian, saya mengapresiasi Menristekdikti dan jajarannya yang telah melakukan pemeringkatan ini. Ranking jangan jadi target, tetapi terus lakukan perbaikan dengan beragam inovasi itu jauh lebih penting,” kata Kadarsah kepada Pikiran Rakyat dihubungi dari Jakarta, Sabtu 19 Agustus 2018.

Selain lima kampus tersebut di atas, sembilan kampus lainnya yakni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (3,10), Universitas Airlangga (3,03), Universitas Hasanuddin (2,99), Universitas Padjadjaran (2,95), Universitas Andalas (2,88), Universitas Negeri Yogyakarta (2,83), Universitas Brawijaya (2,82), Universitas Pendidikan Indonesia (2,70) dan Universitas Negeri Malang (2,61). “Continous improvement harus dilakukan semua perguruan tinggi,” kata Kadarsah.

Pemetaan mutu

Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Patdono Suwignjo mengatakan, klasterisasi ini dilakukan untuk memetakan dan meningkatkan mutu perguruan tinggi Indonesia  secara berkelanjutan dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi. Dalam klaster 2 ada sebanyak 72 perguruan tinggi, klaster 3 berjumlah 299 perguruan tinggi, klaster 4 sebanyak 1,470 perguruan tinggi dan klaster 5 berjumlah 155 perguruan tinggi.

“Klasterisasi ini juga dapat dijadikan dasar bagi Kemenristekdikti untuk melakukan pembinaan perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia, penyusunan kebijakan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi, serta memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai performa perguruan tinggi di Indonesia,” ungkap Patdono.

Penilaian performa perguruan tinggi pada tahun ini secara garis besar terdapat beberapa penyesuaian sebagai hasil evaluasi dari penilaian tahun 2017. Sementara untuk perguruan tinggi vokasi, Patdono mengatakan masih dalam proses pengembangan dan analisa untuk menemukan indikator yang tepat dalam mencerminkan performa perguruan tinggi vokasi. “Jika sampai akhir tahun nanti kami menemukan model yang cocok untuk klasterisasi perguruan tinggi vokasi, nanti akan kami umumkan,” tuturnya.

Ia mengatakan, tahun ini terdapat penambahan satu komponen penilaian yakni kinerja inovasi. Komponen utama yang digunakan untuk menilai performa perguruan tinggi Indonesia mencakup 5 komponen utama, yaitu: Kualitas SDM, yang mencakup prosentase jumlah dosen berpendidikan S3, prosentase jumlah lektor kepala dan guru besar, dan rasio mahasiswa terhadap dosen; Kualitas Kelembagaan, yang mencakup akreditasi institusi dan program studi, jumlah program studi terakreditasi internasional, jumlah mahasiswa asing, serta jumlah kerjasama perguruan tinggi; Kualitas Kegiatan Kemahasiswaan, yang mencakup kinerja kemahasiswaan; Kualitas Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, yang mencakup kinerja penelitian, kinerja pengabdian pada masyarakat, dan jumlah artikel ilmiah terindeks scopus per jumlah dosen dan Kualitas inovasi, yang mencakup kinerja inovasi.

“Perubahan atau penambahan indikator pada beberapa komponen utama dibandingkan pada tahun sebelumnya diharapkan komponen utama tersebut dapat lebih mencerminkan kondisi perguruan tinggi Indonesia sesuai dengan cakupan pada masing-masing komponen utama tersebut,” kata Patdono.

Ia menjelaskan, dengan memasukan kualitas inovasi sebagai penilaian tambahan, terdapat perubahan yang sangat signifikan dalam klasterisasi tahun ini. Kualitas inovasi dimasukkan untuk mendukung kebijakan Kemenristekdikti dalam hiliriasasi hasil riset ke sektor industri. Selain itu, indikator yang digunakan pada beberapa komponen utama pun mengalami penyesuaian, yaitu penambahan indikator kerjasama perguruan tinggi pada komponen utama kelembagaan. Peningkatan kerjasama perguruan tinggi diharapkan dapat memperluas jejaring (networking) yang dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi dari segi kelembagaan maupun sumber daya manusianya.

Patdono mengatakan, yang menarik dari klasterisasi tahun ini, beberapa perguruan tinggi yang merupakan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) masuk ke dalam klaster 1 seperti Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Pendidikan Indonesia dan Universitas Negeri Malang. “Bisa disimpulkan berarti di LPTK-LPTK itu punya banyak inovasi dan kerjasama perguruan tinggi,” ujarnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2N4lol6
via IFTTT

Tidak ada komentar:

 

INSTITUT Teknologi Bandung menjadi perguruan tinggi terbaik nasional untuk kategori nonvokasi 2018. Dalam penilaian klasterisasi yang dirilis Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, ITB menempati peringkat pertama dengan total nilai 3,57 poin. Dalam klaster 1 yang diisi 14 perguruan tinggi, lima besar kampus di bawah ITB yakni Universitas Gadjah Mada (3,54), Institut Pertanian Bogor (3,41), Universitas Indonesia (3,28) dan Universitas Diponegoro (3,12).

Rektor ITB Kadarsah Suryadi menilai, pemeringkatan tersebut akan menjadi alat untuk menciptakan atmosfer bagi semua perguruan tinggi untuk maju bersama. Menurut dia, ranking bukan tujuan utama, terapi bagaimana masing-masing perguruan tinggi mampu menjaga komitmen untuk terus melakukan perbaikan. Ia menegaskan, semua perguruan tinggi memiliki potensi besar untuk menjadi kampus berprestasi dengan ciri khas keunggulan masing-masing.

“Jadi esensi paling mendalam dari klasterisasi ini bukan ranking ke berapa. Tetapi apakah masing-masing perguruan tinggi bisa melakukan continous improvement dari tahun ke tahun. Kendati demikian, saya mengapresiasi Menristekdikti dan jajarannya yang telah melakukan pemeringkatan ini. Ranking jangan jadi target, tetapi terus lakukan perbaikan dengan beragam inovasi itu jauh lebih penting,” kata Kadarsah kepada Pikiran Rakyat dihubungi dari Jakarta, Sabtu 19 Agustus 2018.

Selain lima kampus tersebut di atas, sembilan kampus lainnya yakni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (3,10), Universitas Airlangga (3,03), Universitas Hasanuddin (2,99), Universitas Padjadjaran (2,95), Universitas Andalas (2,88), Universitas Negeri Yogyakarta (2,83), Universitas Brawijaya (2,82), Universitas Pendidikan Indonesia (2,70) dan Universitas Negeri Malang (2,61). “Continous improvement harus dilakukan semua perguruan tinggi,” kata Kadarsah.

Pemetaan mutu

Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Patdono Suwignjo mengatakan, klasterisasi ini dilakukan untuk memetakan dan meningkatkan mutu perguruan tinggi Indonesia  secara berkelanjutan dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi. Dalam klaster 2 ada sebanyak 72 perguruan tinggi, klaster 3 berjumlah 299 perguruan tinggi, klaster 4 sebanyak 1,470 perguruan tinggi dan klaster 5 berjumlah 155 perguruan tinggi.

“Klasterisasi ini juga dapat dijadikan dasar bagi Kemenristekdikti untuk melakukan pembinaan perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia, penyusunan kebijakan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi, serta memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai performa perguruan tinggi di Indonesia,” ungkap Patdono.

Penilaian performa perguruan tinggi pada tahun ini secara garis besar terdapat beberapa penyesuaian sebagai hasil evaluasi dari penilaian tahun 2017. Sementara untuk perguruan tinggi vokasi, Patdono mengatakan masih dalam proses pengembangan dan analisa untuk menemukan indikator yang tepat dalam mencerminkan performa perguruan tinggi vokasi. “Jika sampai akhir tahun nanti kami menemukan model yang cocok untuk klasterisasi perguruan tinggi vokasi, nanti akan kami umumkan,” tuturnya.

Ia mengatakan, tahun ini terdapat penambahan satu komponen penilaian yakni kinerja inovasi. Komponen utama yang digunakan untuk menilai performa perguruan tinggi Indonesia mencakup 5 komponen utama, yaitu: Kualitas SDM, yang mencakup prosentase jumlah dosen berpendidikan S3, prosentase jumlah lektor kepala dan guru besar, dan rasio mahasiswa terhadap dosen; Kualitas Kelembagaan, yang mencakup akreditasi institusi dan program studi, jumlah program studi terakreditasi internasional, jumlah mahasiswa asing, serta jumlah kerjasama perguruan tinggi; Kualitas Kegiatan Kemahasiswaan, yang mencakup kinerja kemahasiswaan; Kualitas Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, yang mencakup kinerja penelitian, kinerja pengabdian pada masyarakat, dan jumlah artikel ilmiah terindeks scopus per jumlah dosen dan Kualitas inovasi, yang mencakup kinerja inovasi.

“Perubahan atau penambahan indikator pada beberapa komponen utama dibandingkan pada tahun sebelumnya diharapkan komponen utama tersebut dapat lebih mencerminkan kondisi perguruan tinggi Indonesia sesuai dengan cakupan pada masing-masing komponen utama tersebut,” kata Patdono.

Ia menjelaskan, dengan memasukan kualitas inovasi sebagai penilaian tambahan, terdapat perubahan yang sangat signifikan dalam klasterisasi tahun ini. Kualitas inovasi dimasukkan untuk mendukung kebijakan Kemenristekdikti dalam hiliriasasi hasil riset ke sektor industri. Selain itu, indikator yang digunakan pada beberapa komponen utama pun mengalami penyesuaian, yaitu penambahan indikator kerjasama perguruan tinggi pada komponen utama kelembagaan. Peningkatan kerjasama perguruan tinggi diharapkan dapat memperluas jejaring (networking) yang dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi dari segi kelembagaan maupun sumber daya manusianya.

Patdono mengatakan, yang menarik dari klasterisasi tahun ini, beberapa perguruan tinggi yang merupakan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) masuk ke dalam klaster 1 seperti Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Pendidikan Indonesia dan Universitas Negeri Malang. “Bisa disimpulkan berarti di LPTK-LPTK itu punya banyak inovasi dan kerjasama perguruan tinggi,” ujarnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2N4lol6
via IFTTT