Minggu, 26 Agustus 2018

Tahun Depan Anggaran Pendidikan Naik Rp 43,8 Triliun

Ilustrasi (www.beritabekasi.co)

ANGGARAN  pendidikan untuk tahun depan akan meningkat Rp 43,8 triliun. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) 2019 yang disampaikan Presiden Joko Widodo belum lama ini, total anggaran pendidikan menjadi Rp 487,9 triliun dari Rp 444,1 triliun.

Menyikapi hal tersebut, Pengamat Pendidikan dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji menilai, naiknya anggaran harus dibarengi dengan perbaikan pengelolaan dana transfer ke daerah. Pasalnya, potensi sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) tahun depan juga bisa meningkat. Kemeterian pendidikan dan Kebudayaan mencatat, dari Rp 487,9 triliun, sekitar Rp 309,9 triliun akan disalurkan ke daerah melalui skema dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK).

Indra menegaskan, harus ada evaluasi menyeluruh sebelum anggaran tersebut disalurkan. Menurut dia, evaluasinya bisa dimulai dari program, hasil, efektifitas dan perbaikan. “Seingat saya belum pernah dievaluasi, ini penting, karena anggaran pendidikan yang ke daerah besar sekali.  Tahun depan bahkan akan meningkat lagi,” kata Indra di Jakarta, Sabtu 25 Agustus 2018.

Ia menyatakan, jika tidak dievaluasi pengelolaannya, potensi menjadi Silpa akan semakin besar. Jika terjadi demikian, maka kenaikan anggaran pendidikan tak akan berdampak signifikan pada perbaikan kualitas pendidikan nasional. “Jangan sampai hasil dari kenaikan anggaran tersebut malah berujung penumpukan dana di rekening daerah,” ujarnya.

Ia menuturkan, selain evaluasi untuk tahun anggaran yang sudah berjalan, pemerintah juga harus membuat cetak biru pengelolaan dana transfer ke daerah. Isi cetak biru tersebut penting sebagai panduan dalam mengimplementasikan penggunaan anggaran yang transparan dan efektif.

“Karena tidak semua kepala daerah memiliki fokus, pengetahuan dan pemahaman konsep pembangunag sumber daya manusia di daerahnya masing-masing. Jadi harus ada panduannya. Kalau anggaran naik tapi pemerintah daerahnya tidak punya konsep, maka tidak akan efektif. Masyarakat tahunya anggaran pendidikan naik dan besar, padahal besarnya disalurkan ke daerag,” ujarnya.

Mendikbud Muhadjir Effendy menyatakan, jumlah Silpa anggaran pendidikan saat pertama kali ia menjabat pada 2016 sudah mencapai Rp 23 triliun. Menurut dia, banyak daerah yang sengaja tidak menyerap DAU dan DAK karena beragam alasan. Di antaranya terlalu takut tersandung masalah hukum karena penggunaannya tak sesuai peruntukan. Rasa takut tersebut muncul akibat program yang tidak jelas dan terukur.

“Ada yang sengaja tidak menyerap, agar mengendap jadi Silpa, dan bisa digunakan untuk kepentingan lain. Untung saja aturan ini sudah diubah oleh Menteri Keuangan, sehingga tidak lagi bisa digunakan sembarangan,” kata Muhadjir.

Menagih kominten

Sekretaris Jenderal Kemendikbud Didik Suhardi menambahkan, Kemendikbud akan menagih komitmen pemerintah daerah dalam mengelola anggaran pendidikan. Ia menegaskan, dana besar yang disalurkan harus diserap sesuai peruntukan yang sudah direncanakan.

Ia berharap, komitmen pemerintah daerah berbanding lurus dengan rencana kenaikan anggaran fungsi pendidikan tahun anggaran 2019. “Kami berharap pemda punya komitmen kuat dalam mengelola kenaikan anggaran pendidikan ini,” kata Didik.

Ia menyatakan, meskipun secara agregat anggaran pendidikan mengalami kenaikan signifikan, pagu anggaran untuk Kemendikbud mengalami penurunan sebesar 9,11%, atau sekitar Rp4,22 triliun tahun depan. Penurunan pagu anggaran akan berdampak pada berkurangnya alokasi untuk program-program tertentu yang digagas Kemendikbud.

“Pemotongan anggaran itu akan membuat Kemendikbud lebih selektif dalam memberi afirmasi pada sejumlah program pendidikan terutama di daerah. Selama ini anggaran Kemendikbud digunakan untuk memberi afirmasi pada daerah yang tidak terjangkau DAK dan DAU,” ucapnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2ocH6sc
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Ilustrasi (www.beritabekasi.co)

ANGGARAN  pendidikan untuk tahun depan akan meningkat Rp 43,8 triliun. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) 2019 yang disampaikan Presiden Joko Widodo belum lama ini, total anggaran pendidikan menjadi Rp 487,9 triliun dari Rp 444,1 triliun.

Menyikapi hal tersebut, Pengamat Pendidikan dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji menilai, naiknya anggaran harus dibarengi dengan perbaikan pengelolaan dana transfer ke daerah. Pasalnya, potensi sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) tahun depan juga bisa meningkat. Kemeterian pendidikan dan Kebudayaan mencatat, dari Rp 487,9 triliun, sekitar Rp 309,9 triliun akan disalurkan ke daerah melalui skema dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK).

Indra menegaskan, harus ada evaluasi menyeluruh sebelum anggaran tersebut disalurkan. Menurut dia, evaluasinya bisa dimulai dari program, hasil, efektifitas dan perbaikan. “Seingat saya belum pernah dievaluasi, ini penting, karena anggaran pendidikan yang ke daerah besar sekali.  Tahun depan bahkan akan meningkat lagi,” kata Indra di Jakarta, Sabtu 25 Agustus 2018.

Ia menyatakan, jika tidak dievaluasi pengelolaannya, potensi menjadi Silpa akan semakin besar. Jika terjadi demikian, maka kenaikan anggaran pendidikan tak akan berdampak signifikan pada perbaikan kualitas pendidikan nasional. “Jangan sampai hasil dari kenaikan anggaran tersebut malah berujung penumpukan dana di rekening daerah,” ujarnya.

Ia menuturkan, selain evaluasi untuk tahun anggaran yang sudah berjalan, pemerintah juga harus membuat cetak biru pengelolaan dana transfer ke daerah. Isi cetak biru tersebut penting sebagai panduan dalam mengimplementasikan penggunaan anggaran yang transparan dan efektif.

“Karena tidak semua kepala daerah memiliki fokus, pengetahuan dan pemahaman konsep pembangunag sumber daya manusia di daerahnya masing-masing. Jadi harus ada panduannya. Kalau anggaran naik tapi pemerintah daerahnya tidak punya konsep, maka tidak akan efektif. Masyarakat tahunya anggaran pendidikan naik dan besar, padahal besarnya disalurkan ke daerag,” ujarnya.

Mendikbud Muhadjir Effendy menyatakan, jumlah Silpa anggaran pendidikan saat pertama kali ia menjabat pada 2016 sudah mencapai Rp 23 triliun. Menurut dia, banyak daerah yang sengaja tidak menyerap DAU dan DAK karena beragam alasan. Di antaranya terlalu takut tersandung masalah hukum karena penggunaannya tak sesuai peruntukan. Rasa takut tersebut muncul akibat program yang tidak jelas dan terukur.

“Ada yang sengaja tidak menyerap, agar mengendap jadi Silpa, dan bisa digunakan untuk kepentingan lain. Untung saja aturan ini sudah diubah oleh Menteri Keuangan, sehingga tidak lagi bisa digunakan sembarangan,” kata Muhadjir.

Menagih kominten

Sekretaris Jenderal Kemendikbud Didik Suhardi menambahkan, Kemendikbud akan menagih komitmen pemerintah daerah dalam mengelola anggaran pendidikan. Ia menegaskan, dana besar yang disalurkan harus diserap sesuai peruntukan yang sudah direncanakan.

Ia berharap, komitmen pemerintah daerah berbanding lurus dengan rencana kenaikan anggaran fungsi pendidikan tahun anggaran 2019. “Kami berharap pemda punya komitmen kuat dalam mengelola kenaikan anggaran pendidikan ini,” kata Didik.

Ia menyatakan, meskipun secara agregat anggaran pendidikan mengalami kenaikan signifikan, pagu anggaran untuk Kemendikbud mengalami penurunan sebesar 9,11%, atau sekitar Rp4,22 triliun tahun depan. Penurunan pagu anggaran akan berdampak pada berkurangnya alokasi untuk program-program tertentu yang digagas Kemendikbud.

“Pemotongan anggaran itu akan membuat Kemendikbud lebih selektif dalam memberi afirmasi pada sejumlah program pendidikan terutama di daerah. Selama ini anggaran Kemendikbud digunakan untuk memberi afirmasi pada daerah yang tidak terjangkau DAK dan DAU,” ucapnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2ocH6sc
via IFTTT