Selasa, 06 Februari 2018

Kunci Mengatasi Agresivitas Siswa terhadap Guru

kemdikbud.go.id

PAKAR psikologi asal Universitas Airlangga (Unair) Bagoes Kastolani mengungkapkan cara mengatasi persoalan agresivitas siswa terhadap gurunya. Terlebih agresivitas tersebut bisa sampai menghilangkan nyawa sang guru, seperti kasus yang terjadi di Sampang, Madura, beberapa waktu lalu.

Bagoes berpendapat, untuk mengurangi agresivitas siswa terhadap guru dibutuhkan sinergitas antara orang tua, masyarakat, dan lingkungan sekolah. “Kita tidak bisa kemudian full day school menitipkan sepenuhnya anak di sekolah. Karena sebenarnya interaksi berkualitas itu dimulai dari keluarga. Termasuk pembangunan akhlak anak-anak kita,” kata Bagies saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (6/2).

Bagoes melanjutkan, dari sistem pendidikan di keluarga, orang tua harus menerapkan nilai-nilai tata krama yang dari agama. Menurutnya, itu menjadi mutlak bagi orang tua. Sehingga, orang tua tidak sekadar pasrah kepada sekolah dalam upaya menerapkan pendidikan moral tersebut.

“Tapi orang tua punya kewajiban, baik secara contoh prilaku, maupun secara tutur kata, tentang penghargaan kepada orang lain. Antara guru orang tua murid itu ada jenjang yang harus diperhatikan untuk membuat siswa lebih rendah hati,” ujar Bagoes.

Kemudian pada pendidikan di sekolah, para guru harus menyadari, sistem pendidikan yang lebih mengedepankan kognitif, atau pemikiran, atau akaliah itu akan menyebabkan tumpulnya akhlak remaja kita. Artinya, harus ada keseimbangan antara sistem pendisikan kognitif dengan pendisikan moral, etik, dan akhlaknya.

“Itu diperbaiki terlebih dahulu melalui sistem pendidikan yang tidak melulu menajamkan kognitiif tapi melupakan moralitas atau akhlak,” ujar Bagoes.

Kemudian, lingkungan sosial juga seharusnya memberikan social punishment atau hukuman sosial bagi orang-orang yang terlibat tindakan agresi. Artinya, masyarakat jangan malah memberikan pujian atau apresiasi terhadap siswa yang terlibat agresi.

Seperti diberitakan sebelumnya, siswa SMAN 1 Torjun, Dusun Jrengik, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang berinisial HI diduga melakukan pemukulan kepada gurunya Ahmad Budi Cahyono (27). Kekerasan tersebut mengakibatkan meninggalnya sang guru.

Kisahnya bermula saat guru kesenian tersebut mengajar seni lukis. Dalam proses belajar mengajar tersebut, HI malah membuat kegaduhan dan mengganggu teman-teman sekelasnya. Sang guru pun menegur yang bersangkutan. Bukannya diam, HI masih saja menjalankan ulahnya dengan menganggu dan mencoret-coret lukisan temannya.

Budi Cahyono pun memberikan peringatan keras dengan mencoret bagian pipi menggunakan cat lukis. HI yang tidak terima malah melayangkan pukulan kepada sang guru, yang ternyata membuat Budi meninggal karena mengalami pendarahan otak.(republika.co.id)



from Siap Belajar http://ift.tt/2E6gwLH
via IFTTT

Tidak ada komentar:

kemdikbud.go.id

PAKAR psikologi asal Universitas Airlangga (Unair) Bagoes Kastolani mengungkapkan cara mengatasi persoalan agresivitas siswa terhadap gurunya. Terlebih agresivitas tersebut bisa sampai menghilangkan nyawa sang guru, seperti kasus yang terjadi di Sampang, Madura, beberapa waktu lalu.

Bagoes berpendapat, untuk mengurangi agresivitas siswa terhadap guru dibutuhkan sinergitas antara orang tua, masyarakat, dan lingkungan sekolah. “Kita tidak bisa kemudian full day school menitipkan sepenuhnya anak di sekolah. Karena sebenarnya interaksi berkualitas itu dimulai dari keluarga. Termasuk pembangunan akhlak anak-anak kita,” kata Bagies saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (6/2).

Bagoes melanjutkan, dari sistem pendidikan di keluarga, orang tua harus menerapkan nilai-nilai tata krama yang dari agama. Menurutnya, itu menjadi mutlak bagi orang tua. Sehingga, orang tua tidak sekadar pasrah kepada sekolah dalam upaya menerapkan pendidikan moral tersebut.

“Tapi orang tua punya kewajiban, baik secara contoh prilaku, maupun secara tutur kata, tentang penghargaan kepada orang lain. Antara guru orang tua murid itu ada jenjang yang harus diperhatikan untuk membuat siswa lebih rendah hati,” ujar Bagoes.

Kemudian pada pendidikan di sekolah, para guru harus menyadari, sistem pendidikan yang lebih mengedepankan kognitif, atau pemikiran, atau akaliah itu akan menyebabkan tumpulnya akhlak remaja kita. Artinya, harus ada keseimbangan antara sistem pendisikan kognitif dengan pendisikan moral, etik, dan akhlaknya.

“Itu diperbaiki terlebih dahulu melalui sistem pendidikan yang tidak melulu menajamkan kognitiif tapi melupakan moralitas atau akhlak,” ujar Bagoes.

Kemudian, lingkungan sosial juga seharusnya memberikan social punishment atau hukuman sosial bagi orang-orang yang terlibat tindakan agresi. Artinya, masyarakat jangan malah memberikan pujian atau apresiasi terhadap siswa yang terlibat agresi.

Seperti diberitakan sebelumnya, siswa SMAN 1 Torjun, Dusun Jrengik, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang berinisial HI diduga melakukan pemukulan kepada gurunya Ahmad Budi Cahyono (27). Kekerasan tersebut mengakibatkan meninggalnya sang guru.

Kisahnya bermula saat guru kesenian tersebut mengajar seni lukis. Dalam proses belajar mengajar tersebut, HI malah membuat kegaduhan dan mengganggu teman-teman sekelasnya. Sang guru pun menegur yang bersangkutan. Bukannya diam, HI masih saja menjalankan ulahnya dengan menganggu dan mencoret-coret lukisan temannya.

Budi Cahyono pun memberikan peringatan keras dengan mencoret bagian pipi menggunakan cat lukis. HI yang tidak terima malah melayangkan pukulan kepada sang guru, yang ternyata membuat Budi meninggal karena mengalami pendarahan otak.(republika.co.id)



from Siap Belajar http://ift.tt/2E6gwLH
via IFTTT