Rabu, 19 September 2018

Kurikulum Bahasa Sunda di Sekolah Harus Diperbaiki

Ilustrasi

PELAJARAN Bahasa Sunda di sekolah dirasa sulit bagi siswa. Kurikulum Bahasa Sunda di sekolah perlu diperbaiki agar Bahasa Sunda bisa lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

“Pelajaran Bahasa Sunda dirasa semakin hari semakin sulit. Padahal tujuan pengajaran di sekolah bukan sebagai ilmu, tapi bahasa yang digunakan sehari-hari,” kata akademisi dan budayawan Ganjar Kurnia pada diskusi Peran Strategis Pendidikan Bahasa Sunda dalam Melestarikan Budaya Sunda di Lingkungan Pendidikan dan Masyarakat di Aula Pikiran Rakyat, Rabu 19 September 2018. Diskusi ini merupakan rangkaian Festival Gelar Puisi Sunda yang akan dilaksanakan pada Oktober mendatang.

Sebenarnya upaya untuk merevisi kurikulum Bahasa Sunda sudah dilakukan. Namun menurut Ganjar, hasilnya belum terlihat. Pelajaran Bahasa Sunda masih banyak mengajarkan hal-hal yang dirasa jauh dari kehidupan sehari-hari. Misalnya tentang teori-teori sastra yang sulit diterima anak-anak usia sekolah.

Hal itu berbeda dengan praktek pendidikan budaya di luar negeri. “Di Perancis, setiap anak SD wajib membaca puisi. Satu orang wajib hafal tiga puisi. Jadi kalau lulus SD dia bisa hafal 18 puisi,” kata Ganjar.

Puisi yang dimaksud bukan puisi yang panjang dengan bahasa yang sulit dipahami. Substansi puisinya, kata Ganjar, disesuaikan dengan usia pelajar. “Kalau kelas satu, bahasanya pendek dan sederhana. Puisi pendek yang mudah diajarkan ke anak. Bisakah itu masuk ke kurikulum,” tuturnya.

Pasanggiri puisi menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempopulerkan Bahasa Sunda. Menurut Ganjar, langkah tersebut bisa efektif asal dilakukan secara masif. “Harus dilakukan berjenjang. Dimulai dari di tingkat paling rendah, di setiap kelas,” ujarnya.

Arena berprestasi

Budayawan dan Pembina Sarikat Budaya Pribumi (Sabumi) Yus Rusdiyana mengatakan, pasanggiri bisa menjadi arena yang melahirkan prestasi bagi pelajar. Tak hanya itu, kegiatan semacam itu menjadi cara untuk membumikan puisi. Agar tidak dianggap sebagai garapan para seniman atau sastrawan saja. “Sekarang bisa menjadi kegiatan bagi siapa saja. Bisa jadi prestasi bagi generasi baru,” katanya.

Ubun Kubarsah dari DAMAS mengatakan, selama ini pembuat kurikulum Bahasa Sunda terlihat asik sendiri, tidak melihat kondisi anak-anak yang sudah merasa kesulitan. Perlu dibuat cara-cara yang menyenangkan untuk mempelajari Bahasa Sunda, misalnya lewat lagu dan musik. “Intinya anak harus suka,” ujarnya.

Lewat lagu dengan lirik yang sederhana, melodi yang gembira dan ceria, ia yakin Bahasa Sunda akan menjadi pelajaran yang menarik. “Pupuh untuk mahasiswa saja masih berat, apalagi untuk anak,” ujarnya.

Kabid Kebudayaan Dinas Kepbudayaan dan Pariwisata Jabar Wahyu Iskandar mengatakan, pengembangan pelajaran Bahasa Sunda kini mengalami kesulitan dari sisi kelembagaan. Salah satunya setelah Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian (BPBDK) di Dinas Pendidikan Jabar dibubarkan. “Jadi Disdik tidak ada cantolannya. Secara lembaga di pusat ada tapi di provinsi tidak ada,” ujarnya.

Sementara itu Kasie Pengelolaan Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Jabar Aang Karyana mengatakan, meski BPBDK sudah tidak ada kegiatannya dilaksanakan di struktur yang ada saat ini.

Ia mengatakan, saat ini di Jawa Barat masih ada SMA yang tidak mengajarkan Bahasa Sunda. Saat ini terdapat hanya 174 guru Bahasa Sunda di SMA negeri di Jabar.

Hasil diskusi ini akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat untuk memperkuat visi Budaya Juara. Direktur Bisnis Pikiran Rakyat Januar P. Ruswita berharap, kegiatan ini bisa membangun semangat untuk membangun kembali Bahasa Sunda. “Agar Bahasa Sunda bisa menjadi bahasa sehari-hari kembali,” katanya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2NqwjtG
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Ilustrasi

PELAJARAN Bahasa Sunda di sekolah dirasa sulit bagi siswa. Kurikulum Bahasa Sunda di sekolah perlu diperbaiki agar Bahasa Sunda bisa lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

“Pelajaran Bahasa Sunda dirasa semakin hari semakin sulit. Padahal tujuan pengajaran di sekolah bukan sebagai ilmu, tapi bahasa yang digunakan sehari-hari,” kata akademisi dan budayawan Ganjar Kurnia pada diskusi Peran Strategis Pendidikan Bahasa Sunda dalam Melestarikan Budaya Sunda di Lingkungan Pendidikan dan Masyarakat di Aula Pikiran Rakyat, Rabu 19 September 2018. Diskusi ini merupakan rangkaian Festival Gelar Puisi Sunda yang akan dilaksanakan pada Oktober mendatang.

Sebenarnya upaya untuk merevisi kurikulum Bahasa Sunda sudah dilakukan. Namun menurut Ganjar, hasilnya belum terlihat. Pelajaran Bahasa Sunda masih banyak mengajarkan hal-hal yang dirasa jauh dari kehidupan sehari-hari. Misalnya tentang teori-teori sastra yang sulit diterima anak-anak usia sekolah.

Hal itu berbeda dengan praktek pendidikan budaya di luar negeri. “Di Perancis, setiap anak SD wajib membaca puisi. Satu orang wajib hafal tiga puisi. Jadi kalau lulus SD dia bisa hafal 18 puisi,” kata Ganjar.

Puisi yang dimaksud bukan puisi yang panjang dengan bahasa yang sulit dipahami. Substansi puisinya, kata Ganjar, disesuaikan dengan usia pelajar. “Kalau kelas satu, bahasanya pendek dan sederhana. Puisi pendek yang mudah diajarkan ke anak. Bisakah itu masuk ke kurikulum,” tuturnya.

Pasanggiri puisi menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempopulerkan Bahasa Sunda. Menurut Ganjar, langkah tersebut bisa efektif asal dilakukan secara masif. “Harus dilakukan berjenjang. Dimulai dari di tingkat paling rendah, di setiap kelas,” ujarnya.

Arena berprestasi

Budayawan dan Pembina Sarikat Budaya Pribumi (Sabumi) Yus Rusdiyana mengatakan, pasanggiri bisa menjadi arena yang melahirkan prestasi bagi pelajar. Tak hanya itu, kegiatan semacam itu menjadi cara untuk membumikan puisi. Agar tidak dianggap sebagai garapan para seniman atau sastrawan saja. “Sekarang bisa menjadi kegiatan bagi siapa saja. Bisa jadi prestasi bagi generasi baru,” katanya.

Ubun Kubarsah dari DAMAS mengatakan, selama ini pembuat kurikulum Bahasa Sunda terlihat asik sendiri, tidak melihat kondisi anak-anak yang sudah merasa kesulitan. Perlu dibuat cara-cara yang menyenangkan untuk mempelajari Bahasa Sunda, misalnya lewat lagu dan musik. “Intinya anak harus suka,” ujarnya.

Lewat lagu dengan lirik yang sederhana, melodi yang gembira dan ceria, ia yakin Bahasa Sunda akan menjadi pelajaran yang menarik. “Pupuh untuk mahasiswa saja masih berat, apalagi untuk anak,” ujarnya.

Kabid Kebudayaan Dinas Kepbudayaan dan Pariwisata Jabar Wahyu Iskandar mengatakan, pengembangan pelajaran Bahasa Sunda kini mengalami kesulitan dari sisi kelembagaan. Salah satunya setelah Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian (BPBDK) di Dinas Pendidikan Jabar dibubarkan. “Jadi Disdik tidak ada cantolannya. Secara lembaga di pusat ada tapi di provinsi tidak ada,” ujarnya.

Sementara itu Kasie Pengelolaan Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Jabar Aang Karyana mengatakan, meski BPBDK sudah tidak ada kegiatannya dilaksanakan di struktur yang ada saat ini.

Ia mengatakan, saat ini di Jawa Barat masih ada SMA yang tidak mengajarkan Bahasa Sunda. Saat ini terdapat hanya 174 guru Bahasa Sunda di SMA negeri di Jabar.

Hasil diskusi ini akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat untuk memperkuat visi Budaya Juara. Direktur Bisnis Pikiran Rakyat Januar P. Ruswita berharap, kegiatan ini bisa membangun semangat untuk membangun kembali Bahasa Sunda. “Agar Bahasa Sunda bisa menjadi bahasa sehari-hari kembali,” katanya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2NqwjtG
via IFTTT