Minggu, 23 September 2018

Sistem Baru PPDB Harus Menjamin Hak Siswa Terpenuhi

PENERAPAN  optimalisasi zonasi pada sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) akan berjalan baik jika kualitas sekolah sudah merata. Bukan hanya ketersediaan infrastruktur yang memadai, tetapi juga komptetensi guru di semua sekolah. Sistem baru PPDB harus menjamin hak siswa untuk mendapatkan pendidikan terbaik terpenuhi.

Pengamat pendidikan Said Hamid Hasan menilai, ide optimalisasi zonasi sangat bagus. Pasalnya, akan menghilangkan dikotomi sekolah berkualitas dan tidak berkualits. Menurut dia, optimalisasi zonasi harus menjamin hak dari para orang tua siswa terpenuhi. Yakni, menyekolahkan anak-anaknya ke instansi pendidikan berkualitas.

“Semua sekolah negeri harus memiliki kualitas yang sama sehingga orangtua/siswa/masyarakat mendapat hak yang sama dengan masuk sekolah di wilayah zonanya. Jadi tidak akan ada perlakuan diskriminatif bagi siswa yang ada di zona yang sekolahnya tidak kompetitif (akreditasi C atau di bawahnya),” kata Said dihubungi dari Jakarta, Rabu, 19 September 2018.

Ia mengatakan, ketimpangan kualitas sekolah dapat menimbulkan masalah hukum. Pasalnya, orang tua siswa bisa menganggap haknya untuk mendapat pendidikan terbaik bagi anaknya dari pemerintah dianggap dilanggar.

Ia menuturkan, jumlah sekolah yang ada di satu zona harus mampu menampung semua anak di sekolah. Jika tidak, maka hak anak untuk sekolah terancam terabaikan. Ia mengingatkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga harus melihat kondisi pembangunan lokasi sekolah yang pada awalnya memang bukan berdasarkan zonasi.

“Tapi warisan Belanda yang menempatkan sekolah di lingkungan domisili mereka. Setelah merdeka sekolah didirikan berdasarkan kesediaan lahan bukan perhitungan penduduk di pemukiman tertentu. Untuk itu maka lokasi perlu dibenahi dulu,” katanya.

Ia menjelaskan, dalam upaya memeratakan kualitas sekolah, berdasarkan UU Sisdiknas, guru memang harus siap ditempatkan di mana saja. Termasuk jika harus bekerja lintas batas. Kendati demikian, ucap dia, hal tersebut dapat menimbulkan persoalan keluarga, sosial dan budaya.

“Kompetensi guru menentukan kualitas sekolah. Mengganti mereka yang muda hanya menyelesaiksn jumlah bukan kualitas. Karena itu penerapan zona bertahap dan persoalan di atas terselesaikan dalam suatu rencana. Pada waktu semua persyaratan terpenuhi sistem zonasi dapat dilaksanakan,” ujarnya.

Cukup menjanjikan

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim menyatakan, mengganti PPDB lama yang prosesnya dilakukan setelah ujian nasinal dengan optimalisasi zonasi cukup menjanjikan. Pasalnya, penerimaan murid baru dilakukan lebih awal sehingga peserta didik akan melanjutkan pendidikan lebih cepat.

Ia menegaskan, cara baru tersebut harus dijalankan secara maksimal agar sebaran siswa menjadi merata. Kendati demikian, harus diikuti diikuti oleh sebaran kualitas guru dan sebaran kualitas sarana dan prasarana sekolah.

“Hal ini menjadi sesuatu yang baik dan IGI tentu saja sangat mendukungnya. Dalam dua tahun terakhir PPDB, masih ada siswa yang belum mendapatkan sekolah. Pemalsuan SKTM menjadi marak karena salah satu peluang lolos di sekolah unggulan adalah dengan menggunakan SKTM. Dengan optimalisasi zonasi, hal ini bisa diatasi,” katanya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2zpGCFx
via IFTTT

Tidak ada komentar:

PENERAPAN  optimalisasi zonasi pada sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) akan berjalan baik jika kualitas sekolah sudah merata. Bukan hanya ketersediaan infrastruktur yang memadai, tetapi juga komptetensi guru di semua sekolah. Sistem baru PPDB harus menjamin hak siswa untuk mendapatkan pendidikan terbaik terpenuhi.

Pengamat pendidikan Said Hamid Hasan menilai, ide optimalisasi zonasi sangat bagus. Pasalnya, akan menghilangkan dikotomi sekolah berkualitas dan tidak berkualits. Menurut dia, optimalisasi zonasi harus menjamin hak dari para orang tua siswa terpenuhi. Yakni, menyekolahkan anak-anaknya ke instansi pendidikan berkualitas.

“Semua sekolah negeri harus memiliki kualitas yang sama sehingga orangtua/siswa/masyarakat mendapat hak yang sama dengan masuk sekolah di wilayah zonanya. Jadi tidak akan ada perlakuan diskriminatif bagi siswa yang ada di zona yang sekolahnya tidak kompetitif (akreditasi C atau di bawahnya),” kata Said dihubungi dari Jakarta, Rabu, 19 September 2018.

Ia mengatakan, ketimpangan kualitas sekolah dapat menimbulkan masalah hukum. Pasalnya, orang tua siswa bisa menganggap haknya untuk mendapat pendidikan terbaik bagi anaknya dari pemerintah dianggap dilanggar.

Ia menuturkan, jumlah sekolah yang ada di satu zona harus mampu menampung semua anak di sekolah. Jika tidak, maka hak anak untuk sekolah terancam terabaikan. Ia mengingatkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga harus melihat kondisi pembangunan lokasi sekolah yang pada awalnya memang bukan berdasarkan zonasi.

“Tapi warisan Belanda yang menempatkan sekolah di lingkungan domisili mereka. Setelah merdeka sekolah didirikan berdasarkan kesediaan lahan bukan perhitungan penduduk di pemukiman tertentu. Untuk itu maka lokasi perlu dibenahi dulu,” katanya.

Ia menjelaskan, dalam upaya memeratakan kualitas sekolah, berdasarkan UU Sisdiknas, guru memang harus siap ditempatkan di mana saja. Termasuk jika harus bekerja lintas batas. Kendati demikian, ucap dia, hal tersebut dapat menimbulkan persoalan keluarga, sosial dan budaya.

“Kompetensi guru menentukan kualitas sekolah. Mengganti mereka yang muda hanya menyelesaiksn jumlah bukan kualitas. Karena itu penerapan zona bertahap dan persoalan di atas terselesaikan dalam suatu rencana. Pada waktu semua persyaratan terpenuhi sistem zonasi dapat dilaksanakan,” ujarnya.

Cukup menjanjikan

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim menyatakan, mengganti PPDB lama yang prosesnya dilakukan setelah ujian nasinal dengan optimalisasi zonasi cukup menjanjikan. Pasalnya, penerimaan murid baru dilakukan lebih awal sehingga peserta didik akan melanjutkan pendidikan lebih cepat.

Ia menegaskan, cara baru tersebut harus dijalankan secara maksimal agar sebaran siswa menjadi merata. Kendati demikian, harus diikuti diikuti oleh sebaran kualitas guru dan sebaran kualitas sarana dan prasarana sekolah.

“Hal ini menjadi sesuatu yang baik dan IGI tentu saja sangat mendukungnya. Dalam dua tahun terakhir PPDB, masih ada siswa yang belum mendapatkan sekolah. Pemalsuan SKTM menjadi marak karena salah satu peluang lolos di sekolah unggulan adalah dengan menggunakan SKTM. Dengan optimalisasi zonasi, hal ini bisa diatasi,” katanya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2zpGCFx
via IFTTT