Rabu, 12 September 2018

Redistribusi Guru Berbasis Zonasi Masih Sulit Dilakukan

Ilustrasi (aryansah.wordpress.com)

RENCANA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan zonasi dalam redistribusi guru pada akhir tahun ini masih sulit dilakukan. Hal ini karena daerah masih kekurangan guru.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ahmad Hadadi mengatakan, redistribusi guru berbasis zonasi ini belum bisa menjadi fokus saat ini sebab masih terkendala kekurangan guru. “Setiap bulan banyak guru berstatus PNS yang pensiun, sementara tidak diikuti dengan proses rekrutmen. Itu menjadi persoalan besar,” kata Hadadi saat ditemui di SMK Prakarya Internasional pekan lalu.

Untuk menutupi kebutuhan guru, kata Hadadi, maka dilakukan rekrutmen guru non PNS. Untuk SMA dan SMK negeri di Jawa Barat diperlukan sekitar 50.000 guru. “Belum lagi ada sekolah swasta yang perlu diperkuat, jadi ada guru PNS yang dipekerjakan di sekolah swasta,” ujar Hadadi. Sementara itu, jumlah guru honorer di Jabar mencapai 22.000 orang.

Dengan kondisi ini, Hadadi ragu jika redistribusi guru berbasis zonasi bisa tercapai akhir tahun ini seperti yang diharapkan Kemendikbud. Menurut dia, peningkatan dan pemerataan kapasitas guru menjadi perhatian utama saat ini. “Kalau semua guru di kota dan di luar perkotaan kualitasnya bagus, apa yang dipersoalkan? Yang penting (guru) dilatih,” katanya.

Uji kompetensi

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Elih Sudiapermana mengatakan, pemindahan guru lewat rotasi dan mutasi selama ini sudah dilakukan. Namun biasanya atas keinginan sendiri atau keadaan tertentu. Perlu persiapan matang jika dilakukan dalam jumah besar.

Elih menyebut, kekurangan guru juga dialami oleh Kota Bandung akibat tak ada pengangkatan guru PNS baru sementara posisi kosong akibat pensiun terus bertambah. Akibatnya, sekolah berinisiatif memberdayakan tenaga guru nonPNS. Saat ini guru PNS di Kota Bandung jumlahnya sekitar 11.000 orang.

“Saat ini kami sedang pemetaan juga karena guru yang pensiun ini juga tidak merata. Ada sekolah yang guru PNS nya masih banyak, ada yang sudah sedikit,” katanya.

Elih berpendapat, sebenarnya kebijakan redistribusi guru oleh pemerintah pusat ini bisa menjadi acuan rotasi guru bagi daerah. “Akan jadi pertanyaan kalau kami melakukan rotasi, sedangkan tetangga tidak,” ujarnya.

Redistribusi guru ini, kata Elih, akan lebih baik jika didasarkan pada uji kompetensi. Hal ini untuk mencegah penumpukan guru-guru berkualitas di sekolah favorit. “Ini juga bisa jadi penyegaran, menyehatkan suasana,” ujarnya.

Redistribusi berdasarkan zonasi relatif bisa dilakukan di Kota Bandung sebab jarak tempuh yang masih terjangkau. Hal itu tentu berbeda dengan daerah yang wilayahnya luas. Upaya mendekatkan tempat mengajar dengan rumah guru, kata Elih, diharapkan juga bisa lebih menyejahterakan.

Sertifikasi honorer

Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jawa Barat Iwan Hermawan mengatakan, berdasarkan laporan anggotanya, beberapa SMA dan SMK negeri di Jawa barat mengalami kekurangan guru PNS. SMA dan SMK negeri yang sudah lama di Kota Bandung, rata-rata Guru PNS nya tinggal 60%.

“Hal merupakan dampak dari pengangkatan guru secara serempak pada saat orde baru. Sehingga pensiunnya serempak juga. SMA dan SMK negeri di daerah pun lebih parah lagi, SMAN Rancabuaya Garut Selatan  dan SMAN  Cibinong Cianjur masing-masing hanya 1 orang guru PNS,” kata Iwan.

Moratorium rekrutmen guru PNS membuat sekolah terpaksa merekrut guru honorer. Gaji yang mereka terima jauh di bawah guru PNS.

“Masih beruntung  yang sudah mendapat honor dari Pemprov Jabar  sebesar Rp 85 ribu rupiah perjam perbulan. Masih banyak yang belum mendapat honor dari pemprov. Mereka rata-rata di bayar Rp 50 ribu rupiah perjam perbulan. Namun ironisnya kerja sebulan yang di bayar hanya satu minggu, entah peraturan dari mana kebijakan yang tidak manusiawi tersebut,” tuturnya.

Selain itu, kata dia, guru-guru honorer di sekolah negeri sampai saat ini belum bisa disertifikasi sehingga mereka tidak bisa mendapat Tunjangan Profesi Guru karena status mereka bukan guru tetap.

“Seharusnya pemprov mau mengeluarkan SK kepada mereka sebagai guru honorer tetap daerah sehingga bisa diajukan sertifikasi dan akan mendapatkan TPG,” katanya.

FAGI mengusulkan gar moratorium rekrutmen  calon PNS guru dicabut dan segera malakukan rekrutmen guru PNS. “Jika tidak lulus menjadi CPNS maka beri mereka SK status Guru Honorer Tetap Daerah sehingga mereka bisa ikut sertifikasi guru agar bisa mendapat TPG dari APBN,” ucap Iwan.



from Siap Belajar https://ift.tt/2N69mM6
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Ilustrasi (aryansah.wordpress.com)

RENCANA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan zonasi dalam redistribusi guru pada akhir tahun ini masih sulit dilakukan. Hal ini karena daerah masih kekurangan guru.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ahmad Hadadi mengatakan, redistribusi guru berbasis zonasi ini belum bisa menjadi fokus saat ini sebab masih terkendala kekurangan guru. “Setiap bulan banyak guru berstatus PNS yang pensiun, sementara tidak diikuti dengan proses rekrutmen. Itu menjadi persoalan besar,” kata Hadadi saat ditemui di SMK Prakarya Internasional pekan lalu.

Untuk menutupi kebutuhan guru, kata Hadadi, maka dilakukan rekrutmen guru non PNS. Untuk SMA dan SMK negeri di Jawa Barat diperlukan sekitar 50.000 guru. “Belum lagi ada sekolah swasta yang perlu diperkuat, jadi ada guru PNS yang dipekerjakan di sekolah swasta,” ujar Hadadi. Sementara itu, jumlah guru honorer di Jabar mencapai 22.000 orang.

Dengan kondisi ini, Hadadi ragu jika redistribusi guru berbasis zonasi bisa tercapai akhir tahun ini seperti yang diharapkan Kemendikbud. Menurut dia, peningkatan dan pemerataan kapasitas guru menjadi perhatian utama saat ini. “Kalau semua guru di kota dan di luar perkotaan kualitasnya bagus, apa yang dipersoalkan? Yang penting (guru) dilatih,” katanya.

Uji kompetensi

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Elih Sudiapermana mengatakan, pemindahan guru lewat rotasi dan mutasi selama ini sudah dilakukan. Namun biasanya atas keinginan sendiri atau keadaan tertentu. Perlu persiapan matang jika dilakukan dalam jumah besar.

Elih menyebut, kekurangan guru juga dialami oleh Kota Bandung akibat tak ada pengangkatan guru PNS baru sementara posisi kosong akibat pensiun terus bertambah. Akibatnya, sekolah berinisiatif memberdayakan tenaga guru nonPNS. Saat ini guru PNS di Kota Bandung jumlahnya sekitar 11.000 orang.

“Saat ini kami sedang pemetaan juga karena guru yang pensiun ini juga tidak merata. Ada sekolah yang guru PNS nya masih banyak, ada yang sudah sedikit,” katanya.

Elih berpendapat, sebenarnya kebijakan redistribusi guru oleh pemerintah pusat ini bisa menjadi acuan rotasi guru bagi daerah. “Akan jadi pertanyaan kalau kami melakukan rotasi, sedangkan tetangga tidak,” ujarnya.

Redistribusi guru ini, kata Elih, akan lebih baik jika didasarkan pada uji kompetensi. Hal ini untuk mencegah penumpukan guru-guru berkualitas di sekolah favorit. “Ini juga bisa jadi penyegaran, menyehatkan suasana,” ujarnya.

Redistribusi berdasarkan zonasi relatif bisa dilakukan di Kota Bandung sebab jarak tempuh yang masih terjangkau. Hal itu tentu berbeda dengan daerah yang wilayahnya luas. Upaya mendekatkan tempat mengajar dengan rumah guru, kata Elih, diharapkan juga bisa lebih menyejahterakan.

Sertifikasi honorer

Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jawa Barat Iwan Hermawan mengatakan, berdasarkan laporan anggotanya, beberapa SMA dan SMK negeri di Jawa barat mengalami kekurangan guru PNS. SMA dan SMK negeri yang sudah lama di Kota Bandung, rata-rata Guru PNS nya tinggal 60%.

“Hal merupakan dampak dari pengangkatan guru secara serempak pada saat orde baru. Sehingga pensiunnya serempak juga. SMA dan SMK negeri di daerah pun lebih parah lagi, SMAN Rancabuaya Garut Selatan  dan SMAN  Cibinong Cianjur masing-masing hanya 1 orang guru PNS,” kata Iwan.

Moratorium rekrutmen guru PNS membuat sekolah terpaksa merekrut guru honorer. Gaji yang mereka terima jauh di bawah guru PNS.

“Masih beruntung  yang sudah mendapat honor dari Pemprov Jabar  sebesar Rp 85 ribu rupiah perjam perbulan. Masih banyak yang belum mendapat honor dari pemprov. Mereka rata-rata di bayar Rp 50 ribu rupiah perjam perbulan. Namun ironisnya kerja sebulan yang di bayar hanya satu minggu, entah peraturan dari mana kebijakan yang tidak manusiawi tersebut,” tuturnya.

Selain itu, kata dia, guru-guru honorer di sekolah negeri sampai saat ini belum bisa disertifikasi sehingga mereka tidak bisa mendapat Tunjangan Profesi Guru karena status mereka bukan guru tetap.

“Seharusnya pemprov mau mengeluarkan SK kepada mereka sebagai guru honorer tetap daerah sehingga bisa diajukan sertifikasi dan akan mendapatkan TPG,” katanya.

FAGI mengusulkan gar moratorium rekrutmen  calon PNS guru dicabut dan segera malakukan rekrutmen guru PNS. “Jika tidak lulus menjadi CPNS maka beri mereka SK status Guru Honorer Tetap Daerah sehingga mereka bisa ikut sertifikasi guru agar bisa mendapat TPG dari APBN,” ucap Iwan.



from Siap Belajar https://ift.tt/2N69mM6
via IFTTT