Minggu, 22 Juli 2018

KPPA: Dampak Buruk Gawai Harus Dicegah

Ilustrasi (edukasi.kompas.com)

DEPUTI Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan dampak buruk penggunaan gawai di kalangan anak-anak harus dicegah. Meski di sisi lain perangkat itu juga dapat memberikan dampak yang baik.

“Kami sedang membahas kemungkinan regulasi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang penggunaan gawai di satuan pendidikan,” kata Lenny di sela-sela Forum Anak Nasional 2018 di Surabaya, Jumat (20/7).

Mengapa penggunaan gawai di sekolah harus dibatasi? Menurut Lenny, delapan jam atau sepertiga hidup anak berada di sekolah. Karena itu, perlu ada regulasi untuk menyelamatkan sepertiga hidup anak di sekolah dari dampak buruk gawai.

Namun, Lenny mengatakan sepertiga hidup anak juga berada di keluarga. Karena itu, keluarga juga harus berperan mengawasi dan mendampingi anak dalam menggunakan gawai untuk mencegah dampak negatifnya.

“Seringkali, keluarga atau orang tua membiarkan anak menggunakan gawai tanpa pengawasan. Bahkan kadang sengaja memberikan gawai tanpa memikirkan dampak buruknya bila anak sudah ketagihan,” tuturnya.

Lenny mengatakan penggunaan gawai tanpa pengawasan dan pendampingan keluarga bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak. Akses terhadap gawai yang tanpa batas bisa mengabaikan waktu belajar dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

“Kalau sudah ketagihan, anak bisa asyik sendiri dengan gawainya. Karena itu, orang tua juga harus berperan mengawasi anak-anak dalam menggunakan gawai,” katanya.

Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan dampak buruk penggunaan gawai di kalangan anak-anak harus dicegah. Meski di sisi lain perangkat itu juga dapat memberikan dampak yang baik.

“Kami sedang membahas kemungkinan regulasi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang penggunaan gawai di satuan pendidikan,” kata Lenny di sela-sela Forum Anak Nasional 2018 di Surabaya, Jumat (20/7).

Mengapa penggunaan gawai di sekolah harus dibatasi? Menurut Lenny, delapan jam atau sepertiga hidup anak berada di sekolah. Karena itu, perlu ada regulasi untuk menyelamatkan sepertiga hidup anak di sekolah dari dampak buruk gawai.

Namun, Lenny mengatakan sepertiga hidup anak juga berada di keluarga. Karena itu, keluarga juga harus berperan mengawasi dan mendampingi anak dalam menggunakan gawai untuk mencegah dampak negatifnya.

“Seringkali, keluarga atau orang tua membiarkan anak menggunakan gawai tanpa pengawasan. Bahkan kadang sengaja memberikan gawai tanpa memikirkan dampak buruknya bila anak sudah ketagihan,” tuturnya.

Lenny mengatakan penggunaan gawai tanpa pengawasan dan pendampingan keluarga bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak. Akses terhadap gawai yang tanpa batas bisa mengabaikan waktu belajar dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

“Kalau sudah ketagihan, anak bisa asyik sendiri dengan gawainya. Karena itu, orang tua juga harus berperan mengawasi anak-anak dalam menggunakan gawai,” katanya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2A7w3JU
via IFTTT

Tidak ada komentar:

Ilustrasi (edukasi.kompas.com)

DEPUTI Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan dampak buruk penggunaan gawai di kalangan anak-anak harus dicegah. Meski di sisi lain perangkat itu juga dapat memberikan dampak yang baik.

“Kami sedang membahas kemungkinan regulasi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang penggunaan gawai di satuan pendidikan,” kata Lenny di sela-sela Forum Anak Nasional 2018 di Surabaya, Jumat (20/7).

Mengapa penggunaan gawai di sekolah harus dibatasi? Menurut Lenny, delapan jam atau sepertiga hidup anak berada di sekolah. Karena itu, perlu ada regulasi untuk menyelamatkan sepertiga hidup anak di sekolah dari dampak buruk gawai.

Namun, Lenny mengatakan sepertiga hidup anak juga berada di keluarga. Karena itu, keluarga juga harus berperan mengawasi dan mendampingi anak dalam menggunakan gawai untuk mencegah dampak negatifnya.

“Seringkali, keluarga atau orang tua membiarkan anak menggunakan gawai tanpa pengawasan. Bahkan kadang sengaja memberikan gawai tanpa memikirkan dampak buruknya bila anak sudah ketagihan,” tuturnya.

Lenny mengatakan penggunaan gawai tanpa pengawasan dan pendampingan keluarga bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak. Akses terhadap gawai yang tanpa batas bisa mengabaikan waktu belajar dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

“Kalau sudah ketagihan, anak bisa asyik sendiri dengan gawainya. Karena itu, orang tua juga harus berperan mengawasi anak-anak dalam menggunakan gawai,” katanya.

Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan dampak buruk penggunaan gawai di kalangan anak-anak harus dicegah. Meski di sisi lain perangkat itu juga dapat memberikan dampak yang baik.

“Kami sedang membahas kemungkinan regulasi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang penggunaan gawai di satuan pendidikan,” kata Lenny di sela-sela Forum Anak Nasional 2018 di Surabaya, Jumat (20/7).

Mengapa penggunaan gawai di sekolah harus dibatasi? Menurut Lenny, delapan jam atau sepertiga hidup anak berada di sekolah. Karena itu, perlu ada regulasi untuk menyelamatkan sepertiga hidup anak di sekolah dari dampak buruk gawai.

Namun, Lenny mengatakan sepertiga hidup anak juga berada di keluarga. Karena itu, keluarga juga harus berperan mengawasi dan mendampingi anak dalam menggunakan gawai untuk mencegah dampak negatifnya.

“Seringkali, keluarga atau orang tua membiarkan anak menggunakan gawai tanpa pengawasan. Bahkan kadang sengaja memberikan gawai tanpa memikirkan dampak buruknya bila anak sudah ketagihan,” tuturnya.

Lenny mengatakan penggunaan gawai tanpa pengawasan dan pendampingan keluarga bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak. Akses terhadap gawai yang tanpa batas bisa mengabaikan waktu belajar dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

“Kalau sudah ketagihan, anak bisa asyik sendiri dengan gawainya. Karena itu, orang tua juga harus berperan mengawasi anak-anak dalam menggunakan gawai,” katanya.(republika.co.id)



from Siap Belajar https://ift.tt/2A7w3JU
via IFTTT