Kamis, 12 Juli 2018

Kemendikbud Akan Lakukan Evaluasi PPDB Sistem Zonasi

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyatakan akan segera melakukan perbaikan dari sistem Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Pasalnya, dengan sistem zonasi proses pendaftaran sekolah banyak dikeluhkan masyarakat.

Adapun sistem zonasi ditetapkan pemerintah sebagai upaya pemerataan akses pendidikan dan menghilangkan status sekolah favorit atau bukan. Setiap sekolah diharuskan menerima minimal 90% siswa dari area sekitarnya, dan hanya 5% kuota untuk calon siswa dari luar zona.

Dengan zonasi, siswa diarahkan memilih sekolah negeri yang dekat dengan rumah. Sekolah bagus juga “dipaksa” menerima siswa dengan prestasi rendah, yang tinggal di dekat lokasinya untuk mengurangi beban biaya transportasi dan menciptakan keadilan akses pendidikan.

Kendati demikian, sistem ini tak sepenuhnya diikuti oleh pemerintah daerah (pemda), yang bahkan membuat sistem dengan pembagian persentase jalur penerimaan tak sesuai ketentuan, penambahan poin, memakai sistem 3 gelombang penerimaan hingga menetapkan jalur-jalur khusus berdasar pertimbangan tertentu.

Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang menyatakan, evaluasi sistem dilakukan sejak Juli ini sehingga diharapkan pada tahun ajaran baru selanjutnya tak lagi mengulangi permasalahan yang sama.

“Kami akan kumpulkan mana juknis (petunjuk teknis) yang tidak sesuai, lalu kami intervensi yang harus dilakukan pemerintah daerah, ini untuk persoalan zonasi. Kalau ada soal kondisi geografis kami juga akan peta-kan. Kami lakukan bulan ini, berharap Desember itu sudah selesai,” jelasnya saat berbincang dengan media di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Kamis (5/7/2018).

Menurutnya, sistem yang berbeda-beda dan tak sesuai ketentuan pemerintah pusat ini, dikarenakan ketidakpahaman Pemda saat menentukan zonasi.

Dia menggambarkan, penentuan zonasi seperti dalam 4 kelurahan terdapat 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN). Jika jumlah rombongan belajar (siswa) sekitar melebihi 90% yang harus diterima, maka jumlah sekolah diperluas menjadi 4 SDN. Begitu pun sebaliknya, jika jumlah siswa tak mencapai 90%, maka jumlah kelurahan diperluas menjadi 4 dari sebelumnya 3 kelurahan.

“Ini yang enggak dilakukan pemda , jadi pemda masih berbeda-beda. Kami memandang sejauh ini, Pemda masih bingung mencari bentuknya seperti apa zonasi secara ideal. Padahal bisa dihitung dari jarak atau pemetaan,” katanya.

Dia menjelaskan, dengan sistem zonasi maka terdapat pemerataan pada pendidikan. Di mana tak ada lagi jalur inklusi, mandiri dan sebagainya, kendati menjadi satu sebagai jalur umum dengan minimum 90% siswa sekitar yang diterima. Serta terdapat 5% siswa berprestasi yang diterima dari luar zonasi.

“Prinsipnya dekatkan anak dengan sekolah, jangan dikalahkan dengan nilai. Jaraknya sama tapi nilainya beda, itu baru ditentukan pakai nilai. Kalau ternyata nilai sama, jarak sama, maka ditentukan siapa duluan yang daftar,” jelasnya.

Menurutnya penghapusan sistem sekolah favorit ini memang butuh waktu bertahap, kendati demikian Pemda tetap didorong untuk mulai menerapkan PPDB sesuai dengan aturan.

“Berharap ini bisa bertahap, tetapi peningkatan kepatuhan terhadap regulasi dari pusat juga harus dilakukan. Sehingga mereka (Pemda) saat tetapkan juknis lagi tahun mendatang, itu semakin mendekati arah kepatuhan,” katanya.(news.okezone.com)

 



from Siap Belajar https://ift.tt/2zwCPZa
via IFTTT

Tidak ada komentar:

KEMENTERIAN  Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyatakan akan segera melakukan perbaikan dari sistem Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Pasalnya, dengan sistem zonasi proses pendaftaran sekolah banyak dikeluhkan masyarakat.

Adapun sistem zonasi ditetapkan pemerintah sebagai upaya pemerataan akses pendidikan dan menghilangkan status sekolah favorit atau bukan. Setiap sekolah diharuskan menerima minimal 90% siswa dari area sekitarnya, dan hanya 5% kuota untuk calon siswa dari luar zona.

Dengan zonasi, siswa diarahkan memilih sekolah negeri yang dekat dengan rumah. Sekolah bagus juga “dipaksa” menerima siswa dengan prestasi rendah, yang tinggal di dekat lokasinya untuk mengurangi beban biaya transportasi dan menciptakan keadilan akses pendidikan.

Kendati demikian, sistem ini tak sepenuhnya diikuti oleh pemerintah daerah (pemda), yang bahkan membuat sistem dengan pembagian persentase jalur penerimaan tak sesuai ketentuan, penambahan poin, memakai sistem 3 gelombang penerimaan hingga menetapkan jalur-jalur khusus berdasar pertimbangan tertentu.

Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang menyatakan, evaluasi sistem dilakukan sejak Juli ini sehingga diharapkan pada tahun ajaran baru selanjutnya tak lagi mengulangi permasalahan yang sama.

“Kami akan kumpulkan mana juknis (petunjuk teknis) yang tidak sesuai, lalu kami intervensi yang harus dilakukan pemerintah daerah, ini untuk persoalan zonasi. Kalau ada soal kondisi geografis kami juga akan peta-kan. Kami lakukan bulan ini, berharap Desember itu sudah selesai,” jelasnya saat berbincang dengan media di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Kamis (5/7/2018).

Menurutnya, sistem yang berbeda-beda dan tak sesuai ketentuan pemerintah pusat ini, dikarenakan ketidakpahaman Pemda saat menentukan zonasi.

Dia menggambarkan, penentuan zonasi seperti dalam 4 kelurahan terdapat 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN). Jika jumlah rombongan belajar (siswa) sekitar melebihi 90% yang harus diterima, maka jumlah sekolah diperluas menjadi 4 SDN. Begitu pun sebaliknya, jika jumlah siswa tak mencapai 90%, maka jumlah kelurahan diperluas menjadi 4 dari sebelumnya 3 kelurahan.

“Ini yang enggak dilakukan pemda , jadi pemda masih berbeda-beda. Kami memandang sejauh ini, Pemda masih bingung mencari bentuknya seperti apa zonasi secara ideal. Padahal bisa dihitung dari jarak atau pemetaan,” katanya.

Dia menjelaskan, dengan sistem zonasi maka terdapat pemerataan pada pendidikan. Di mana tak ada lagi jalur inklusi, mandiri dan sebagainya, kendati menjadi satu sebagai jalur umum dengan minimum 90% siswa sekitar yang diterima. Serta terdapat 5% siswa berprestasi yang diterima dari luar zonasi.

“Prinsipnya dekatkan anak dengan sekolah, jangan dikalahkan dengan nilai. Jaraknya sama tapi nilainya beda, itu baru ditentukan pakai nilai. Kalau ternyata nilai sama, jarak sama, maka ditentukan siapa duluan yang daftar,” jelasnya.

Menurutnya penghapusan sistem sekolah favorit ini memang butuh waktu bertahap, kendati demikian Pemda tetap didorong untuk mulai menerapkan PPDB sesuai dengan aturan.

“Berharap ini bisa bertahap, tetapi peningkatan kepatuhan terhadap regulasi dari pusat juga harus dilakukan. Sehingga mereka (Pemda) saat tetapkan juknis lagi tahun mendatang, itu semakin mendekati arah kepatuhan,” katanya.(news.okezone.com)

 



from Siap Belajar https://ift.tt/2zwCPZa
via IFTTT