Selasa, 10 Juli 2018

Temukan Empat Kelemahan Sistem Zonasi PPDB, FSGI Usul Revisi Permendikbud

PPDB 2018 menggunakan sistem zonasi.(pikiran-rakyat.com)

SISTEM zonasi masih tak maksimal diterapkan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Soalnya aturan yang terangkum dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB masih lemah.

Hal tersebut memicu terjadinya beragam praktik kecurangan yang merugikan siswa dan orang tua. Dengan demikian, jika tak direvisi, tujuan pemerataan akses dan mutu pendidikan secara nasional sulit tercapai. Baik di jenjang sekolah dasar dan menengah.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, ada empat kelemahan dalam Permendikbud tersebut. Lalu berdampak signifikan pada penerapan sistem zonasi.

Yakni, tentang biaya pada Pasal 19 ayat 1 dan 3, dan Pasal 16 ayat 1 dan 2 tentang radius atau domisili peserta dengan sekolah. Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo menegaskan, lemahnya aturan membuat PPDB 2018 tetap menimbulkan masalah seperti tahun lalu.

Ia mencontohkan, daya tampung sekolah tak seimbang dengan jumlah pendaftar menimbulkan beragam praktik kecurangan. Di antaranya melalui penyalahgunaan fungsi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) oleh sejumlah oknum. Ia menegaskan, lemahnya aturan yang menjelaskan keterbatasan daya tampung sekolah kerap diakali dengan memanipulasi SKTM.

“(Harus direvisi) agar keterbatasan daya tampung yang ada bisa diterima oleh peserta alih jenjang dengan syarat-syarat tertentu. PPDB yang tujuan utamanya untuk pemerataan dan meminimalisir mobilitas siswa ke sekolah tertentu, banyak menuai masalah. Misalnya muncul PPDB jalur mandiri, seperti yang terjadi di Lampung, jalur SKTM di Jawa Tengah, jalur masyarakat prasejahtera di Jawa Barat, dan lain-lain,” kata Heru di Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.

Ia mencontohkan, kelemahan pada pasal 16 ayat 1 terjadi pada kasus di Solo. Bunyi pasal tersebut yang membatasi sekolah-sekolah negeri di pusat kota menyebabkan beberapa sekolah kekurangan murid sehingga bisa merugikan guru. “Tetapi berbeda dengan tiga kecamatan yang menjadi satu zona di mana SMA negerinya hanya ada satu. Sehingga siswa alih jenjang yang berada paling jauh dari sekolah tidak ada peluang untuk diterima. Kondisi ini terjadi di Kecamatan Jepon, Jiken dan Bogorejo, Jawa Tengah,” ujar Heru.

Revisi Permendikbud PPDB

Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim menyatakan, atas beragam kasus tersebut, FSGI merekomendasikan perbaikan pada Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.

Pertama, perlunya perbaikan pada Bab III bagian ke 6 tentang khususnya pada pasal 19 ayat 1 – 3  sehingga tidak menimbulkan kerancuan-kerancuan dalam alih jenjang baik dari SMP ke SMAN / SMKN dalam bentuk PPDB jalur SKTM.

“Perbaikannya bisa dengan membuat Surat Edaran Mendikbud untuk menjelaskan pasal-pasal bermasalah tersebut secara gamblang. Sebab untuk perbaikan Permendikbud tentu membutuhkan waktu agak lama,” ujarnya.

Kedua, perlunya penegasan pada pasal 16 ayat 2 dalam migrasi dukcapil dalam satu KK paling lambat 6 bulan. Pasalnya mutasi dinas orang tuanya/kerja/pindah pemukiman. sehingga secara administrasi kependudukan tetap berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi keluarga tersebut.

Ketiga, Kemendikbud bersama dinas pendidikan terkait segera memetakan kembali sistem zonasi secara cermat. Sampai tingkat kelurahan/desa, meningkatkan sarana pendidikan untuk alih jenjang agar terjadi pemerataan pendidikan, meningkatkan anggaran pendidikan untuk kemajuan peandidikan dasar dan menengah sehingga problem pendidikan selama ini bisa berangsur-angsur mengalami peningkatan secara kualitatif dan berkeadilan.

“Keempat kami mengimbau kepada para orang tua dan pengurus RT/RW agar bersikap dan bertindak jujur untuk mendapatkan/mengeluarkan SKTM. Kasus meningkatkanya pembuatan SKTM oleh oknum orang tua yang ternyata adalah keluarga yang mampu demi bisa bersekolah di sekolah favorit tertentu, sangat merugikan bagi siswa-siswa lain yang secara nilai sangat memungkinkan untuk diterima di sekolah tersebut,” ujarnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2KYSaX3
via IFTTT

Tidak ada komentar:

PPDB 2018 menggunakan sistem zonasi.(pikiran-rakyat.com)

SISTEM zonasi masih tak maksimal diterapkan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Soalnya aturan yang terangkum dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB masih lemah.

Hal tersebut memicu terjadinya beragam praktik kecurangan yang merugikan siswa dan orang tua. Dengan demikian, jika tak direvisi, tujuan pemerataan akses dan mutu pendidikan secara nasional sulit tercapai. Baik di jenjang sekolah dasar dan menengah.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, ada empat kelemahan dalam Permendikbud tersebut. Lalu berdampak signifikan pada penerapan sistem zonasi.

Yakni, tentang biaya pada Pasal 19 ayat 1 dan 3, dan Pasal 16 ayat 1 dan 2 tentang radius atau domisili peserta dengan sekolah. Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo menegaskan, lemahnya aturan membuat PPDB 2018 tetap menimbulkan masalah seperti tahun lalu.

Ia mencontohkan, daya tampung sekolah tak seimbang dengan jumlah pendaftar menimbulkan beragam praktik kecurangan. Di antaranya melalui penyalahgunaan fungsi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) oleh sejumlah oknum. Ia menegaskan, lemahnya aturan yang menjelaskan keterbatasan daya tampung sekolah kerap diakali dengan memanipulasi SKTM.

“(Harus direvisi) agar keterbatasan daya tampung yang ada bisa diterima oleh peserta alih jenjang dengan syarat-syarat tertentu. PPDB yang tujuan utamanya untuk pemerataan dan meminimalisir mobilitas siswa ke sekolah tertentu, banyak menuai masalah. Misalnya muncul PPDB jalur mandiri, seperti yang terjadi di Lampung, jalur SKTM di Jawa Tengah, jalur masyarakat prasejahtera di Jawa Barat, dan lain-lain,” kata Heru di Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.

Ia mencontohkan, kelemahan pada pasal 16 ayat 1 terjadi pada kasus di Solo. Bunyi pasal tersebut yang membatasi sekolah-sekolah negeri di pusat kota menyebabkan beberapa sekolah kekurangan murid sehingga bisa merugikan guru. “Tetapi berbeda dengan tiga kecamatan yang menjadi satu zona di mana SMA negerinya hanya ada satu. Sehingga siswa alih jenjang yang berada paling jauh dari sekolah tidak ada peluang untuk diterima. Kondisi ini terjadi di Kecamatan Jepon, Jiken dan Bogorejo, Jawa Tengah,” ujar Heru.

Revisi Permendikbud PPDB

Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim menyatakan, atas beragam kasus tersebut, FSGI merekomendasikan perbaikan pada Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.

Pertama, perlunya perbaikan pada Bab III bagian ke 6 tentang khususnya pada pasal 19 ayat 1 – 3  sehingga tidak menimbulkan kerancuan-kerancuan dalam alih jenjang baik dari SMP ke SMAN / SMKN dalam bentuk PPDB jalur SKTM.

“Perbaikannya bisa dengan membuat Surat Edaran Mendikbud untuk menjelaskan pasal-pasal bermasalah tersebut secara gamblang. Sebab untuk perbaikan Permendikbud tentu membutuhkan waktu agak lama,” ujarnya.

Kedua, perlunya penegasan pada pasal 16 ayat 2 dalam migrasi dukcapil dalam satu KK paling lambat 6 bulan. Pasalnya mutasi dinas orang tuanya/kerja/pindah pemukiman. sehingga secara administrasi kependudukan tetap berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi keluarga tersebut.

Ketiga, Kemendikbud bersama dinas pendidikan terkait segera memetakan kembali sistem zonasi secara cermat. Sampai tingkat kelurahan/desa, meningkatkan sarana pendidikan untuk alih jenjang agar terjadi pemerataan pendidikan, meningkatkan anggaran pendidikan untuk kemajuan peandidikan dasar dan menengah sehingga problem pendidikan selama ini bisa berangsur-angsur mengalami peningkatan secara kualitatif dan berkeadilan.

“Keempat kami mengimbau kepada para orang tua dan pengurus RT/RW agar bersikap dan bertindak jujur untuk mendapatkan/mengeluarkan SKTM. Kasus meningkatkanya pembuatan SKTM oleh oknum orang tua yang ternyata adalah keluarga yang mampu demi bisa bersekolah di sekolah favorit tertentu, sangat merugikan bagi siswa-siswa lain yang secara nilai sangat memungkinkan untuk diterima di sekolah tersebut,” ujarnya.(pikiran-rakyat.com)



from Siap Belajar https://ift.tt/2KYSaX3
via IFTTT